Kesembilan Belas

1.4K 38 0
                                    

Langkah Rangga terhenti tepat di bawah bingkai pintu kamar. Aroma yang tercium lembut dan menenangkan menyeruak dalam indra penciumannya. Perasaannya tidak enak. Aroma ini terasa familier. Rangga masih ingat terakhir kali aroma ini mengisi kamar, Somi menggunakan lingerie untuk menggodanya.

Bola matanya yang berwarna cokelat tua langsung melirik sosok yang meringkuk di balik selimut tebal. Seluruh tubuhnya terbungkus selimut hingga Rangga harus menduga-duga hal seperti apa yang dilakukan Somi kali ini.

Apa Somi langsung telanjang?

Atau ... mengenakan sesuatu yang lebih dari yang bisa Rangga bayangkan?
Jantungnya berdentum keras. Ekspresi kecewa mertua, ibunya sendiri, dan ekspresi dari orang-orang sekitar yang memojokkan Somi muncul dalam kepalanya. Rangga yakin benar, dari reaksi Somi yang terkesan santai dan acuh tak acuh, perempuan bertubuh mungil itu pasti sedang menahan perasaannya. Perasaan yang jelas-jelas membuatnya sesak dan mendorong Somi menguatkan tekad melakukan tindakan-tindakan ekstrem seperti saat ini.

Rangga harus membantu Somi.
Rangga harus meringankan beban Somi karena apa yang terjadi juga menjadi tanggung jawabnya. Tapi, kenapa Rangga menjadi ragu? Ke mana semua tekad itu pergi?

Kaki Rangga sedikit bergetar. Separuh kesadarannya memaksa Rangga untuk meninggalkan kamar. Dia harus tidur di luar atau mungkin menginap saja di rumah Danu. Tapi, kesadaran di sisi lain dirinya seolah menolak.

Mau berapa lama lagi Rangga bersikap seperti ini?

Mau berapa lama lagi Rangga menyakiti perempuan yang punya status sebagai istrinya itu?

Mau berapa lama lagi Rangga hidup di bawah perasaan tidak percaya diri ini?

Pikiran Rangga semakin kalut. Perdebatan yang dilakukan otak dan hatinya terasa tidak akan berakhir dengan cepat. Jiwanya yang melalang buana akhirnya kembali tersedot ke dalam raga ketika suara Somi yang terdengar lembut menyapa indra pendengarannya.

Tubuhnya tersentak dan matanya berkedip beberapa kali berusaha memahami keadaan.

“Lo ngapain berdiri di bawah pintu, Ga?”

Somi mendudukkan tubuhnya dengan selimut yang menutupi dari area leher hingga ujung kaki. Hanya kepalanya saja yang terlihat. Cahaya temaram membuat suasana terasa semakin canggung. Buru-buru Rangga menenangkan diri, dia menggeleng pelan.

“E-enggak apa-apa,” jawab Rangga. Meski dia berusaha bersikap seperti biasa, tetap saja ada sedikit kekikukan dalam kalimatnya.

Guna mengusir curiga Somi yang mungkin akan berpikir semakin jauh, Rangga pun berjalan menuju meja di ujung kamar, meletakkan tas tangannya, lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh.

Somi masih menatap Rangga dengan sorot mata aneh. Sorot mata yang seolah menginginkan sesuatu dari Rangga. Lelaki dengan otot yang tercetak dari balik bajunya itu pun mempercepat langkah.

Suara pintu terdengar tertutup dan Rangga berusaha menenangkan dirinya. Dia menarik napas perlahan, lalu diembuskannya dengan tenang. Sejak kapan Rangga merasa segugup ini? Sepertinya dulu sekali sampai Rangga melupakan sensasinya.

Empat puluh menit Rangga baru keluar dari kamar mandi. Lima belas menit mandi dan sisanya untuk menenangkan diri. Rangga mengeringkan rambutnya dengan handuk. Begitu kepalanya mendongak, Rangga langsung terdiam.

Somi ternyata belum tidur. Perempuan dengan rambut yang diurai itu masih duduk di ranjang, sedang memainkan ponselnya. Rangga menghela napas lega. Kali ini Somi tidak mengenakan pakaian aneh-aneh. Dia mengenakan piama berwarna biru muda polos.

Somi berdeham beberapa kali, lalu suaranya terdengar memanggil Rangga. Rangga langsung terdiam. Pikirannya yang semula sudah tenang mendadak merasa khawatir kembali.

Oh, My Husband (21+) (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang