Danu masih terbengong. Matanya membeliak dan mulutnya menganga meski cerita Rangga sudah selesai beberapa waktu lalu. Sementara itu, Rangga masih duduk di kursinya, di hadapannya ada secangkir americano dan Rangga menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang lebar.
Seharusnya, apa yang Rangga lakukan sudah benar. Dengan begini, Somi pasti menyerah padanya dan rahasia masa lalu yang Rangga sembunyikan mati-matian tidak akan terungkap. Harga dirinya bisa terjaga dan perasaan malu itu tidak akan terulang kembali.
Tapi, kenapa Rangga malah merasa tidak nyaman? Seolah, ada bagian dari dirinya yang tidak terima. Yang tidak selaras dengan pemikirannya. Karena hal tersebut, kini Rangga menjadi bingung.
Apa yang harus dia lakukan?
Saat ini, kafe sudah tutup, tetapi Rangga masih memilih berdiam diri di tempat tersebut. Dia ingin menenangkan diri. Sekarang sudah sehari sejak Somi kabur malam itu dan belum kembali. Danu awalnya ingin pulang, tetapi melihat keadaan teman baiknya yang lusuh, dia memutuskan untuk ikut berdiam di kafe dan membuatkan Rangga americano.
Danu pikir, keadaan kusut Rangga ini disebabkan dengan Somi yang bertingkah seperti biasa. Yang selalu memberi kode-kode pada Rangga untuk segera menjamahnya. Namun, siapa yang menyangka kalau kali ini yang terjadi benar-benar gila.
Danu menggebrak meja setelah kesadarannya kembali dalam tubuhnya. “Gila, lo, ya!” Danu setengah berteriak. “Lo lempar Somi? Istri lo sendiri lo lempar? Enggak waras memang, lo, ya!”
“Gue refleks, Dan.” Rangga membela diri. “Mana gue tahu kalau Somi bakal kepikiran buat tiba-tiba duduk di badan gue.”
Danu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Aroma kopi yang kuat di ruangan kafe sama sekali tidak bisa membuatnya tenang. Padahal, yang punya masalah itu Rangga, tapi seperti Danu yang tengah ada masalah rumah tangga.
“Terus, setelah Somi pergi, lo udah cari ke mana aja?” Danu menatap Rangga dalam.
Rangga menurunkan telapak tangannya dari wajah, dia kembali menatap teman dekatnya itu yang menghunus tatapan curiga, lalu menggeleng pelan. “Enggak ada,” ucapnya lesu. “Gue enggak cari Somi. Tapi, bukannya ini lebih baik, ya? Dengan kayak gini, seharusnya dia enggak bakal lakukan hal aneh lagi ke gue.”
Mata Danu kembali terbeliak. Teman baiknya ini benar-benar sesuatu. Apa perasaan trauma sejak terakhir pacaran dulu itu bukan hanya merusak harga dirinya, tetapi juga membuat otaknya berhenti bekerja?
Danu mengubah posisi duduknya. Kedua sikunya bertumpu di meja dan Danu ikut memijit pelipisnya. “Gue enggak bisa berkata-kata lagi. Lo udah benar-benar di luar nalar. Ya, gue tahu, tentang itu bagi laki-laki memang enggak gampang buat diterima. Apalagi kalau lo udah digitukan sama mantan lo dulu. Tapi, ini bukan alasan lo buat jadi pribadi yang kayak gini. Enggak semua perempuan kayak dia. Bisa aja kan Somi jadi salah satunya. Salah satu perempuan yang bisa terima lo dengan segala yang ada di diri lo apa adanya.”
Danu berhenti sejenak. Dia perlu mengatur pernapasannya yang terasa terlalu cepat karena ikut emosi perihal masalah rumah tangga orang lain. Pikirannya menjadi campur aduk. Di dalam kepalanya, hanya ada ratusan makian yang hendak dia lontarkan kepada teman yang sudah bersamanya sejak masa kuliah.
“Enggak gampang, Dan!” sanggah Rangga. “Lo enggak ada di posisi gue. Jadi, lo enggak pernah tahu gimana takutnya gue. Gimana kalau nanti gue ditinggalkan lagi. Yang dulu aja rasa malu gue belum hilang. Kalau reaksi Somi sama kayak mantan gue, gue mau sembunyi di mana lagi di muka bumi ini biar malu ini enggak merajalela?”
Danu menghela napas. Dia harus tenang. Harus bisa menguasai keadaan. Rangga yang keras kepala tidak akan bisa membuka pikirannya kalau Danu malah ikut emosi karena tindakan Rangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Husband (21+) (TAMAT)
Romance21+ "Fix, Rangga itu homo. Kalau enggak, setelah semua usaha lo, masa iya dia masih enggak mau jamah lo, sih?" *** Karena perjodohan yang tiba-tiba, Somi tidak terlalu memperhatikan kehidupan rumah tangganya. Baik dirinya dan Rangga, suaminya, sama...