Somi menghela napas. Ini sudah yang keempat kalinya dia ganti baju setelah Alia yang mengusulkan untuk mengubah seluruh penampilannya yang cupu mengatakan bahwa baju yang sebelum-sebelumnya kurang cocok. Kurang seksi sehingga tidak bisa membuat Somi mengeluarkan pesonanya dengan maksimal.
Somi keluar dari ruang ganti. Wajahnya lesu. Kalau kali ini Alia masih tidak suka, Somi mau cari baju sendiri. Mungkin beli baju yang bahannya sedikit dan agak transparan. Laki-laki mana, sih, yang tahan melihat perempuan yang tubuhnya bisa dilihat sesuka hati.
Tapi, tubuh Somi tidak semok. Apa dia harus beli bantalan agar bokong dan payudaranya terlihat besar? Somi segera menggeleng. Apa yang terlintas di pikirannya bukan ide yang bagus. Rasa malu pasti bakal menyelimuti dirinya saat Rangga yang nafsunya terpancing meremas bokong atau payudaranya dan mendapati setengah bagian tubuh itu ternyata busa.
“Gimana? Baju ini udah ba—”
Kalimat Somi tidak selesai. Perempuan yang mengenakan gaun dengan bahan satin dengan dada rendah dan potongan di atas lutut tersebut menoleh ke kanan dan kiri, mencari keberadaan Alia yang tidak ada di tempat sebelumnya.
Perempuan dengan rambut yang masih dikucir itu menyipitkan mata dan membenarkan kacamatanya, memfokuskan pandangan ke segala arah. Decapan terdengar keluar dari bibirnya saat mendapati perawan tua yang masih tidak bisa serius menjalin hubungan itu tengah menggoda SPB yang kelihatannya masih sangat muda. Mungkin awal dua puluhan.
Somi berjalan mendekat. Dia melipat tangan di depan dada dan sengaja berdiri di belakang Alia tanpa bersuara. Pemuda yang mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana bahan berwarna cokelat itu tersenyum manis pada Somi membuat Alia yang penasaran langsung ikut menoleh.
Senyuman lebar mengembang kala mendapati teman baiknya itu mengenakan pakaian yang cocok. Tubuh Somi ramping dan gaun berbahan satin yang pas di badan itu memperlihatkan lekuk tubuh kecilnya yang jarang terekspos.
“Nah, ini. Cocok buat lo. Bagus,” komentar Alia tanpa merasa bersalah. Dia mendekat dan mencoba merapikan beberapa bagian yang Alia rasa masih kurang rapi. “Kita ambil yang ini aja. Habis ini kita beli make up. Gue enggak habis pikir, kok bisa-bisanya make up lo kadaluwarsa semua.”
Alia menarik Somi menjauh, meninggalkan pemuda yang digoda tadi seolah mereka tidak pernah bertemu. Benar-benar perempuan andal. Pertemuan dan perpisahan terjadi begitu alami.
“Tapi bagian dadanya kependekan enggak, sih, Ya. Gue kok enggak nyaman, ya,” desis Somi sembari sesekali mencoba menaikkan bagian atas gaunnya.
Alia langsung menghentikan langkahnya dan berdiri di depan Somi. Perempuan yang tingginya sama itu memegang kedua pundak Somi dan menatap mata lawan bicara. Somi harus mendengarkan setiap ucapannya.
“Sama sekali enggak. Ingat! Misi lo tuh menggoda Rangga yang notabenenya suami lo sendiri. Yang segini mah enggak kependekan, cukup lah kalau buat menarik nafsu dia. Ingat yang gue bilang, sebagai perempuan lo harus utamain penampilan. Masa iya lo mau buat Rangga nafsu tapi pakaiannya tertutup? Yang benar aja, dong.”
“Tapi—”
Alia menempelkan telunjuknya di bibir Somi, membuat perempuan bermata bulat itu tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Kemudian, seolah mengetahui apa yang hendak Somi katakan, Alia menggeleng pelan.
“Enggak ada tapi-tapian. Memangnya lo enggak mau gitu kalau Rangga nafsu ke lo?” Alia mendekatkan tubuhnya dan memastikan sekitar tidak ada yang memerhatikan mereka seolah apa yang hendak dia katakan adalah sesuatu yang penting. “Sebagai perempuan normal, memangnya lo enggak pernah kepikiran buat dijamah Rangga? Lo enggak nafsu ke dia?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Husband (21+) (TAMAT)
عاطفية21+ "Fix, Rangga itu homo. Kalau enggak, setelah semua usaha lo, masa iya dia masih enggak mau jamah lo, sih?" *** Karena perjodohan yang tiba-tiba, Somi tidak terlalu memperhatikan kehidupan rumah tangganya. Baik dirinya dan Rangga, suaminya, sama...