Tanpa bertanya pun, Alia sudah tahu kalau usahanya menaklukkan Rangga masih tidak membuahkan hasil. Saat ini, mereka berdua ada di kafe langganan, tidak jauh dari kantor. Dengan dua cangkir cokelat panas yang masih terlihat mengepul, kedua perempuan tersebut berdiam-diaman.
Somi memijit pelipisnya yang terasa berdenyut, sedangkan Alia duduk dengan punggung menyandar pada sandaran kursi, matanya menatap lurus ke depan, ke arah Somi yang terlihat putus asa.
Suara helaan napas terdengar. Alia membenarkan posisi duduknya menjadi sedikit condong ke meja. Kedua tangannya di meja dan sorot matanya masih tidak berubah.“Mending lo terang-terangan aja sama Danu. Suruh dia jauhin Rangga” ucap Alia. “Kalau kayak gini terus, bisa-bisa lo yang tersingkir, Mi. Danu itu kayak benalu. Dan benalu bakal terus tumbuh subur selama inangnya belum mati.”
Somi beralih memijit pangkal hidungnya sejenak. Dia mengibaskan rambutnya yang terurai dan jatuh ke bagian dada ke belakang. Matanya sedikit bengkak. Meski sebentar, semalam Somi berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah.
Apa Somi benar-benar kalah dengan Danu?
Apa Rangga memang tidak akan menyukai Somi?
Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan dan sialnya, dari semua kemungkinan tersebut, tidak ada satu pun hal yang baik bagi dirinya. Semuanya hanya tentang kesia-siaan usahanya dan rumah tangga yang akan tetap seperti kutub utara. Dingin.“Mungkin itu cara satu-satunya yang bisa gue lakukan sekarang. Gue udah enggak peduli lagi. Lama-lama diperlakukan kayak gini buat gue benar-benar enggak sanggup lagi. Gue berasa enggak ada artinya. Yah, meskipun awalnya memang kayak gitu. Tapi sekarang, gue benar-benar merasa rendah. Masa gue kalah dari Danu, sih, Ya,” dengkus Somi. Sorot matanya menajam. Seolah, di hadapannya saat ini ada Danu yang tengah duduk.
Alia menjulurkan tangannya. Dia mengusap bagian pundak kanan Somi, berusaha menenangkannya. Kalau lelaki normal biasa, cara yang Alia sarankan sudah lebih dari cukup membuat lelaki tersebut buru-buru melepas baju dan celana, lalu lompat ke pelukan Somi.
Menggeragainya dan menikmati tubuh tersebut sampai pagi.
Namun, ini kasus yang berbeda dan Alia tidak punya cara untuk disarankan. Semua pengetahuannya sudah Alia beberkan, tetapi tidak satu pun dari cara-cara tersebut membawa perubahan. Jadi, yang bisa Alia lakukan sekarang hanya berusaha menenangkan Somi dan mengutarakan ide-ide acak yang terlintas di kepala.
Alia menelan ludah. Dia juga tidak habis pikir, kenapa laki-laki setampan dan segagah Rangga malah menjadi homo. Dunia ini benar-benar sudah tua. Banyak hal-hal aneh yang tidak seharusnya ada malah menjamur di atas tanah.
Somi menegakkan tubuhnya. Dia meraih cangkir dan menyeruput isinya sedikit. Setelah itu, tangannya yang mungil menepuk pipinya pelan, seolah sedang menyadarkan diri sendiri.
Bayangan Danu yang tertawa lebar sembari merangkul suaminya tercetak jelas. Seolah-olah posisinya yang kokoh berada di samping Rangga tidak bisa Somi goyahkan. Perempuan yang menggunakan kacamata itu menggeleng sedikit kuat, berusaha membuyarkan bayangan menjijikkan tersebut.
Dada Somi kembang kempis. Dia tidak terima. Dia marah. Dia murka. Dia ingin Danu menjauh dari Rangga sejauh-jauhnya.
Somi mengembuskan napas kuat, seolah sedang menguras semua beban dalam dadanya. Dia tidak boleh seperti ini. Dia tidak boleh menyerah di sini. Selama pernikahannya dengan Rangga belum berakhir, Somi akan mengeluarkan seribu, tidak, mungkin sejuta cara untuk merebut Rangga kembali.
“Gue harus tetap semangat. Gue enggak boleh biarin Rangga jatuh makin dalam. Dia suami gue dan harusnya dia jadi milik gue,” ucap Somi.Alia mengangguk dalam. Dia setuju dengan kalimat yang Somi ucapkan dan senang melihat semangat teman dekatnya itu kembali lagi. Ya, inilah Somi yang dia kenal. Somi yang tidak mudah menyerah seperti saat dia mengejar pelanggan untuk melakukan deal pembelian.
Alia meraih kedua tangan Somi di meja dan menggenggamnya erat, berusaha menyemangatinya. “Gue yakin lo pasti bisa, Mi. Semangat!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Husband (21+) (TAMAT)
Romantizm21+ "Fix, Rangga itu homo. Kalau enggak, setelah semua usaha lo, masa iya dia masih enggak mau jamah lo, sih?" *** Karena perjodohan yang tiba-tiba, Somi tidak terlalu memperhatikan kehidupan rumah tangganya. Baik dirinya dan Rangga, suaminya, sama...