Kedua Puluh

1.5K 37 0
                                    

Danu tertawa terbahak-bahak. Tetapi hanya sebentar karena pengunjung kafe segera menjadikannya pusat perhatian. Setelah meminta maaf atas keributan yang dia buat, Danu kembali fokus pada Rangga.

Danu segera bangkit dari tempat duduknya dan menyeret lengan Rangga menuju ruangan yang dijadikan kantor di bagian belakang. Kemudian, Danu segera mendudukkan Rangga di sebuah kursi dengan sandaran dan Danu duduk di hadapannya dan dipisahkan dengan meja kerja yang biasa Rangga pakai.

Danu masih terlihat menahan tawa, sedangkan Rangga sesekali menatap teman dekatnya itu, lalu mendengkus kesal. Lebih kesal daripada insiden mantannya yang menolak gitu-gituan karena burung miliknya hanya 9 sentimeter itu.

“Kan udah gue bilang, mending jujur aja. Lihat. Semakin lama, Somi semakin brutal nebaknya,” ucap Rangga. “Waktu itu dia kira kita homo, sekarang dia pikir lo impoten. Gue enggak bisa bayangin habis ini dia bakal nebak apa. Bisa jadi, dia pikir lo transgender, makanya enggak mau gitu-gituan sama dia.”

Danu tertawa sepelan mungkin. Dia tidak mau suaranya mengganggu pelanggan dan membuat para pembelinya memberi ulasan negatif di Google Maps. Ekspresi Rangga masih sama. Terlihat kesal.

“Tapi, berdasar cerita lo, bukannya Somi kelihatan bakal menerima keadaan lo apa pun itu, ya. Dia malah kasih lo obat biar sembuh dari impoten.” Nada suara Danu yang sebelumnya terdengar meledek berubah menjadi serius. Tatapannya pun semakin dalam menyorot netra cokelat tua milik Rangga. “Dia aja berjuang sampai sejauh itu buat lo, Ga. Masa iya lo enggak mau ikut berjuang juga buat menjelaskan semuanya. Lo enggak mau Somi semakin salah paham, kan?”

Rangga masih tidak merespons. Dia terlihat berpikir keras. Keningnya mulai berkeringat. Pendingin ruangan yang dipasang tepat di atas kepalanya seolah tidak memberikan kedinginan apa pun.

Rangga pun bangkit. Dia berjalan ke luar ruangan kecil tersebut dengan Danu yang mengekor di belakang. Mereka melewati area kafe di mana pelanggan berada. Rangga keluar dari kafe, dia memilih duduk di bawah pohon kelengkeng yang tersedia empat kursi dan sebuah meja bundar.

Sementara itu, Danu berhenti sebentar di depan meja kasir. Dia meminta dibuatkan dua cangkir americano. Di saat seperti ini, kopi yang pahit adalah simultan yang tepat untuk merangsang mood yang sedang tidak menentu. Setelah itu, Danu menyusul Rangga ke area outdoor kafe dan duduk tepat di depan teman baiknya itu.

Semilir angin berembus lembut, menguarkan aroma kopi dari dua cangkir yang Danu bawa. Danu meletakkan satu cangkir untuk Rangga dan satu untuk dirinya sendiri.

“Enggak ada yang lebih baik daripada jujur. Somi enggak bakal berpikir aneh-aneh lagi dan lo sendiri jadi lega. Masalah rumah tangga kalian enggak bakal jadi serunyam ini kalau tahu titik permasalahannya dan kalian juga bisa cari solusi dari masalah ini, kan?”

Rangga menatap Danu sinis. Perkataan yang diucapkan lelaki di hadapannya ini memang terdengar lembut dan penuh perhatian, tetapi di saat bersamaan juga tegas. Ekspresi bahagia Somi pagi ini terlintas di kepala. Bagaimana senyuman itu muncul dengan alaminya, bagaimana interaksi keduanya yang terasa hangat, bagaimana besarnya kepedulian Somi akan dirinya.

Seperti sedang menunggu pengumuman lotre, detak jantung Rangga bertalu-talu begitu kuatnya. Perasaannya semakin tidak tenang. Dalam benaknya, Rangga sudah berencana untuk menjelaskan permasalahannya yang sebenarnya. Rangga tidak impoten, hanya ‘anu’ nya saja yang kecil.

Tapi, tetap saja. Lagi-lagi sebagian dirinya seolah masih menolak. Terus-menerus menguarkan kalimat buruk dan meracuni pemikirannya sendiri. “Yakin Somi bakal terima keadaan lo? Impoten itu bisa disembuhkan, Ga, tapi anu yang kecil, memangnya bisa?”

Danu menghela napas pelan, lalu menyesap americano-nya perlahan. Dia kembali menatap Rangga lembut, berusaha membuatnya tenang. “Gue akui, ukuran anu tuh memang cukup bagus, tapi bukan krusial. Artinya, enggak segala hal harus tergantung ukuran. Selama lo tahan lama dan mainnya enak, gue rasa istri lo enggak masalah. Sekarang, masalahnya ada di lo. Lo mainnya enak, enggak?”

Oh, My Husband (21+) (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang