09. Malu-malu

931 127 82
                                    

Beberapa waktu sebelumnya.

Grep~

'Glek...

Asa menelan ludah susah payah, tangannya sedikit gemetaran setelah benda pada kedua tangan itu terjatuh begitu saja di samping tubuh akibat serangan tak terduga ini.

Dan di detik berikutnya, ia merasakan ada sesuatu yang seolah baru saja beterbangan di perutnya.
Menggelitik, namun mendebarkan perasaannya begitu tiba-tiba.

"Kakak hangat... Adek suka," Suara Chiquita yang lirih lebih ke manja dalam pendengarnya itu, benar-benar membuat jantungnya berdegup tidak normal.

"Oh my .. " Batin Asa dibuat tidak tenang.

Entah sadar atau tidak, ucapan Chiquita barusan memiliki dampak yang cukup besar bagi Asa. Tanpa perlu mengatakan apapun, Asa juga segera bergerak untuk membalas pelukan adik kelasnya itu penuh perhatian.

Asa juga sedikit terkejut, di saat seperti ini adik kelasnya ternyata sedikit lebih tinggi dirinya. Terbukti dari tubuh gadis itu yang kini begitu penuh mendekapnya.

Padahal ketika di sekolah, Asa yakin perbedaan tinggi mereka tidak terlalu jauh. Atau, karena sepatu? Sejujurnya Asa selalu mengenakan sepatu agak tinggi karena dia tidak suka jika di samakan dengan Ruka yang pendek beneran.

"Dek," Asa berdehem, suaranya kenapa jadi terdengar serak? Entahlah, hanya dia yang tau.

"Iya kak Asa?"

Chiquita masih setia mendekap kakak kelasnya dengan mata terpejam.
Dagu yang tertumpu pada bahu itu kini adalah posisi ternyaman yang pernah dia rasakan.

Asa memang bukan orang pertama yang pernah dia peluk, tapi entah mengapa rasanya bisa berbeda padahal ini pertama kalinya. Jika bersama Rora atau Bi Ratna, dia tak pernah merasa senyaman dan seaman ini.

"Are you oke, Canny?" Kali ini, suara lembut namun terdapat ke khawatiran dalam nadanya itu mampu membuat Chiquita membuka mata, apalagi saat kakak kelasnya itu memanggil nama panggilan masa kecilnya.

Dengan alami ia menarik tubuhnya mundur, menjauh, melepas pelukan hangat mereka agar bisa saling bertatapan dalam jarak dekat.

Bisa dilihat, Asa menyorotnya dengan tatapan lembut seperti biasanya, juga senyuman tipis itu mau tak mau membuat Chiquita ikut mengangkat sudut bibirnya menjadi sedikit naik.

"Kak... "

"Sekarang kak Asa disini, kamu bisa ceritain apapun ke kakak. Jangan ragu, ya sayang?" Asa berucap sembari mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Chiquita dan mengusap pelan kantung matanya yang tampak bengkak itu.

"Hmm." Chiquita memejamkan mata, menikmati usapan lembut pada wajahnya saat ini.

Asa mengigit bibir bawahnya pelan, wajah menggemaskan di hadapannya membuat dia ingin sekali melakukan sesuatu. Tapi tidak boleh, dia tak bisa merusak moment manis ini karena keinginannya.

Dan setelah cukup lama dalam posisi saling berhadapan yang membuat dada berdebar tak tertahan, Chiquita mulai meraih tangan kakak kelasnya, menuntun untuk ikut bersamanya duduk di ranjang besar miliknya.

Asa mengikuti, namun lebih dulu meraih barang bawaannya yang sebelumnya terjatuh. Dia tersenyum riang, mulai menggerakkan tangannya pada Chiquita. "Buat Canny, kakak beli jajan."

Hazel coklat terang itu terlihat bergetar samar, kala Asa memberikan sebuah kantong penuh oleh makanan pada tangannya yang bebas. "Buat aku semua?" Tanyanya tampak tak percaya.

"Iya dek, kak Asa gak tau apa yang kamu suka, jadi, kakak beli semuanya." Angguk Asa yang kemudian terkekeh sembari mengusap lehernya, gugup.

Chiquita tak bisa menyembunyikan rasa senangnya, dia segera membawa makanan yang banyak itu bersama Asa ke ranjangnya. Entahlah, dia merasa sangat bahagia saat ini. Terimakasih kepada Asa yang telah datang di waktu yang tepat.

BUCIN 99%   {ChiSa}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang