11. NINI & LILI

779 65 8
                                    

Lisa berada di rumahnya yang megah di Beverly Hills, sebuah mansion modern dengan pemandangan kota Los Angeles yang memukau dari kejauhan.

Dikelilingi oleh dinding kaca besar, rumah ini memberikan privasi sekaligus keindahan alam sekitarnya. Di ruang tamu yang elegan, dengan sofa putih dan meja kopi minimalis, Lisa duduk termenung sambil memandangi ponselnya.

Tangannya gemetar ringan saat ia menatap layar ponselnya, menampilkan kontak Jennie yang ia simpan sebagai "Nini 🖤."

Sudah beberapa menit berlalu, tetapi Lisa masih belum menemukan keberanian untuk menekan tombol panggil. Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan dan keraguan, seakan terperangkap dalam labirin perasaan yang membingungkan.

Ia menghela napas panjang, memejamkan mata sejenak, mencoba mengumpulkan kekuatan.

Di dalam hatinya, ia tahu bahwa ia harus berbicara dengan Jennie, tetapi rasa takut akan reaksi Jennie dan ketidakpastian masa depan mereka membuatnya ragu.

"Apa yang harus aku katakan padanya?" bisik Lisa pada dirinya sendiri, suaranya terdengar pelan di dalam ruang yang sepi. "Bagaimana kalau dia tidak mau mendengar penjelasanku? Bagaimana kalau ini semua sudah terlambat?"

Lisa membuka matanya kembali, menatap foto Jennie yang muncul di layar ponselnya. Sebuah senyum manis yang ia kenal begitu baik, namun kini terasa begitu jauh. Lisa menarik napas dalam-dalam, berusaha menguatkan hatinya.

Namun, sebelum ia sempat mengambil keputusan, sebuah suara lembut dan hangat terdengar di belakangnya. "Kau baik-baik saja, Lisa?"

Lisa menoleh dan melihat Alice, asistennya, berdiri di ambang pintu ruang tamu dengan ekspresi penuh perhatian.

Alice, yang telah mendampingi Lisa selama bertahun-tahun, bisa merasakan keraguan dan kebingungan yang sedang dialami oleh artis tersebut.

Lisa hanya mengangguk pelan, namun tidak mengatakan apa-apa. Alice menghampiri dan duduk di sampingnya, menatap Lisa dengan penuh empati.

"Jika kau merasa harus menghubunginya, lakukanlah, Lisa. Kau tidak akan tahu apa yang terjadi jika tidak mencobanya."

Lisa memandangi Alice sejenak, sebelum kembali menatap ponselnya. "Aku hanya takut, Alice. Aku takut semuanya sudah terlalu berantakan."

Alice tersenyum lembut dan menepuk bahu Lisa dengan penuh pengertian. "Hubungan kalian sudah melalui banyak hal. Percayalah, Jennie pasti akan mendengarkanmu. Kau hanya perlu mengambil langkah pertama."

Lisa mengangguk perlahan, merasakan sedikit keberanian tumbuh di dalam dirinya. Dengan tangan yang masih sedikit gemetar, ia akhirnya memutuskan untuk menekan tombol panggil.

Panggilan itu pun terhubung, dan Lisa menunggu dengan hati yang berdebar, berharap Jennie akan mengangkatnya.

|||

Jennie sedang berada di studio saat itu, sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk keberangkatannya ke Italia dalam rangka syuting variety show terbarunya.

Di sekitar Jennie, para kru sibuk dengan perlengkapan kamera, alat-alat pencahayaan, dan persiapan teknis lainnya.

Namun, perhatian Jennie tertuju pada percakapan serius dengan produser acara, seorang pria berambut gelap dengan senyum ramah.

"I'm thrilled that you'll be joining us on this journey to Italy," ujar PD-Nim, suaranya penuh semangat.

"Kami akan mengeksplorasi beberapa tempat yang menakjubkan, dan aku yakin ini akan menjadi pengalaman yang luar biasa bagi para penonton untuk melihat sisi lain dari dirimu."

THEY DON'T KNOW ABOUT US | JENLISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang