Satu minggu berlalu, Zia tidak pernah menduga semuanya akan berjalan selancar ini. Lancar di bagian jualan risolnya, bahkan lancar pula di bagian PDKT-nya. Radit sangat mendukung Zia, cowok itu bahkan ikut menemani Zia berkeliling menjual dagangannya, dia bilang sekalian biar lebih akrab dengan orang-orang di sekolah. Sesekali Zia juga iseng minta temani membeli bahan, dia tak berekspektasi lebih, tetapi Radit malah dengan senang hati mengantarkannya. Zia sampai bingung, kenapa Radit sebaik ini?
Fiona juga, dia bahkan bukan sekedar menemani Zia menjajakan dagangannya, Fiona terus ikut mempromosikan jualan risol Zia ke medsos sehingga pesanan pun semakin banyak.
Jujur saja, mengerjakan semuanya sendiri sangat melelahkan untuk Zia. Menyiapkan jualan setiap malam hari benar-benar menyita waktunya bermain sosmed, tetapi di sisi lain dia senang, sebab Radit semakin menghargainya dengan ini. Radit membuatnya merasa semakin banyak melakukan hal baik dan bermanfaat dalam hidup. Zia tidak pernah merasa dirinya akan sehebat ini, nilainya meningkat dalam pelajaran, bahkan nilai sosialnya juga meningkat di mata guru-guru. Yang tadinya dia diremehkan sebab memiliki ketenaran hanya bermodal cantik, kini orang-orang juga mulai mengakui kalau dirinya cantik luar dalam. Entah kenapa, pujian ke bagian hal-hal yang Zia hasilkan dari usahanya, jauh lebih menghangatkan hati ketimbang pujian soal cantik. Mungkin karena Zia sudah terbiasa, Zia juga tak begitu mengerti.
"Masih sepuluh, tawarin ke anak-anak basket yuk," ajak Fiona yang berjalan di samping kanan Zia.
"Mereka masih pada sibuk main, mending ke sana," sahut Radit yang ada di kiri Zia, cowok itu menunjuk sebuah ruangan berplat 'RUANG BK'.
Zia di tengah dengan membawa wadah risol itu menatap penuh pertimbangan. Dia jadi teringat saat dulu lumayan sering masuk ke ruangan itu, entah karena dimusuhi kakak kelas, ketahuan membawa make-up, sampai bertengkar dengan Selina.
"Gue malu," ucap Zia. "Ada Bu Daria."
"Memangnya kenapa?" tanya Radit yang tak tahu apa-apa.
"Iya, dulu Zia ser-Aw!"
Zia menginjak kaki Fiona. Dia tidak ingin Radit tahu masa lalu buruknya, mata Zia melotot mengancam Fiona, kemudian beralih menatap Radit. "Gakpapa kok," ujar Zia memasang senyum palsu.
Radit tiba-tiba menggandeng tangan Zia dengan semangat. "Yuk," ajaknya.
Zia sampai membeku, dia mengikuti cowok itu dengan hati yang berdebar-debar, melebihi debarannya saat akan bertemu Bu Daria.
Ketika mereka mengetuk pintu, benar saja, Bu Daria yang membukakan pintu, wanita paruh baya yang khas dengan kacamatanya itu menatap Zia dari atas sampai bawah.
"Kanzia?"
Zia menelan ludahnya, kemudian tersenyum kikuk. "Assalamualaikum, Bu, lama gak ketemu."
"Wa'alaikumussalam. Ada apa? Apa yang kamu bawa itu?" tanya Bu Daria menatap selidik pada bawaan Zia.
"Ibu beneran belum tahu, ya? Wah kalo gitu Ibu harus cobain, ini risol terenak seantero sekolah, Zia bikin sendiri." Radit menjelaskan dengan semangat.
"Buat saya?" tanya wanita itu sambil memperhatikan lebih serius pada risol-risol yang Zia bawa.
"Iya, kalo Ibu mau beli," jawab Zia.
Bu Daria yang tadinya berwajah serius tiba-tiba terkekeh. "Oalah jualan, saya kira mau ngasih, hahaha... Eh, kamu beneran jualan? Kanzia jualan risol?" wajah santai itu berubah serius dalam waktu tiba-tiba.
"I-iya, Bu."
Bu Daria diam memperhatikan Zia selama beberapa saat. "Bagus, Ibu seneng lihat kamu begini. Yaudah, kalo gitu semuanya ini Ibu beli, buat yang lain juga di dalam."

KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Jatuh Cinta (TAMAT)
Teen Fiction#karya 3 "Mengapa cinta bagiku justru berlawanan dari maknanya?" Sahabat Kanzia bunuh diri gara-gara depresi diputuskan pacarnya. Tak lama setelahnya, pacar Kanzia justru kepergok menyelingkuhinya. Awalnya Kanzia berpikir untuk menyusul saja sang sa...