Seminggu setelah kejadian di kantin itu, Oci sama sekali belum diperbolehkan masuk sekolah oleh kakak dan bundanya.Pertemanan Oci dengan pentolan sekolah itu juga jadi dibatasi, terlebih dengan Jarrel. Langit melarang keras Oci untuk dekat-dekat dengan cowok itu. Namun berbeda dengan Jeffrey, cowo itu rutin mengunjungi Oci setiap pulang sekolah.
Seperti saat ini, Jeffrey baru saja pulang sekolah membawa bungkus makanan berisi sate ayam yang langsung ia berikan kepada bunda Oci agar disiapkan untuk makan malam. "Padahal ngga usah repot-repot nak. Bunda juga masak banyak."
"Ngga repot kok bunda. Jeffrey izin ke kamar Oci ya."
Kalian ngga salah baca kok, Jeffrey emang manggil ibu Oci dengan sebutan 'bunda' karena permintaan wanita itu sendiri terlebih hubungan Jeffrey dan keluarga Oci sudah sangat dekat.
tok tok tok
"Oci ini saya, Jeffrey."
"Masuk Jeff!"
Jeffrey melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar bernuansa merah jambu, matanya menatap sekeliling kamar itu yang cukup berantakan tidak seperti biasanya.
"Kamu sedang apa? Kenapa kamarnya berantakan begini?"
Oci menggeser tubuhnya yang sedang baring di atas ranjang, mengajak Jeffrey untuk duduk di atas sana.
"Senin besok kata bunda Oci udah bisa sekolah loh! Jadi Oci siapin barang-barang untuk sekolah deh, sekarang Oci lagi nulis semua tugas yang kemarin ketinggalan."
"Tau ada tugas dari siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan Elisa, temen Oci 'kan cuman dia," jawab Oci dengan senyuman menampilkan giginya. Jeffrey yang melihat senyuman itu entah kenapa hatinya merasa sakit.
"Jadi kamu anggap saya apa?"
"Jeff juga teman, teman dekat Oci tapi beda sama Elisa," jawab Oci sekenanya tanpa ada maksud lain. Berbeda dengan Jeffrey yang menangkap maksud lain dari kalimat itu.
Jeffrey berdehem segera menghapus pikiran anehnya, ia harus menjaga perasaan sahabatnya. Jelas-jelas sahabatnya itu menyimpan rasa pada gadis di depannya ini.
"Mengerjakan tugasnya sambil duduk Ci, kasian mata kamu." Tangan besarnya ia gunakan untuk mengusap surai pirang Oci sesekali ia mainkan rambut gadis itu dengan cara dililitkan ke jarinya lalu ia lepaskan, begitu terus secara berulang.
"Iya Jeff, sebentar lagi selesai kok. Habis ini kita jalan-jalan ya?"
"Sekarang aja, tugas kamu biar nanti saya yang selesaikan."
"Serius? Yeay terimakasih Jeff!"
Hati Jeffrey menghangat melihat Oci yang tersenyum senang ke arahnya begitu juga dengan Oci yang selalu bereaksi seperti ini jika Jeffrey sudah mengeluarkan kata-kata yang akan mengambil alih tugas gadis itu.
Seminggu dekat dengan Jeffrey benar-benar membuat Oci jauh lebih mengenal Jeffrey. Cowo itu sangat baik, dan Oci sayang dengan temannya itu!
"Badan kamu sudah enakkan?" Oci mengangguk.
"Serius?" Jeffrey kembali bertanya, ia kurang puas dengan jawaban gadis itu.
"Astaga Oci udah baikkan Jeff. Jeffrey udah nanya lebih dari sepuluh kali setiap kita ketemu. Lihat nih Oci bisa loncat-loncat!" Benar saja Oci mempraktekkan hal tersebut yang mana membuat Jeffrey meringis kemudian langsung mendudukkan Oci di bangku taman komplek.
Cowo dengan lesung pipi itu memang bisa mengulang lebih dari sepuluh kali pertanyaan yang sama untuk benar-benar memastikan keadaan Oci.
"Oci," panggil Jeffrey.
"Umm?" Kalau Oci udah ketemu makanan pasti sibuk sendiri, kayak sekarang, dia sibuk makan crepes yang tadi Jeffrey beli.
"Jeff mau nanya apa?" tanya Oci saat tak kunjung mendapat balasan, gadis itu sudah menaruh atensi penuh pada cowo di sebelahnya.
Jeffrey menarik napas panjang sebelum akhirnya mengungkapkan apa yang selama ini mengganggu pikirannya.
"Jika ke depannya, ternyata saya tidak bisa mengontrol perasaan saya dan berujung menyimpan rasa yang sama seperti teman-teman saya ke kamu. Siapa yang akan kamu pilih?" --Jeffrey menjada sebentar sebelum kembali menyelesaikan pertanyaannya--
"Saya, Elvan, Jarrel atau Miguel?"
🦋🦋🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
SMA : SAMA RASA
Fanfiction"Oci membelah diri jadi empat aja, dari pada kalian berantem terus. Pusing pala Oci." harsh words.