14

106 19 2
                                    

Setelah permintaan Athanaze diterima, Claude memutuskan untuk menguji keterampilan berpedang putranya di halaman belakang istana.

Hari itu, udara di halaman terasa tegang dan penuh semangat. Athanaze tiba dengan tekad menyala di matanya, tatapannya lebih dingin dibanding biasanya.

Claude sudah berdiri di tengah arena, memegang pedangnya dengan sikap santai namun penuh kewaspadaan.

Pedangnya berkilauan di bawah sinar matahari, menandakan keahlian dan pengalaman yang ia miliki.

Athanaze memeriksa pedangnya dengan teliti, memastikan kesiapan senjata untuk pertarungan yang akan datang.

“Baiklah, Naze,” kata Claude dengan nada serius, suaranya menggema di halaman yang tenang. “Mari kita lihat seberapa jauh keterampilanmu.”

Athanaze mengernyit sebentar ketika Claude memanggil namanya akrab, kemudian ia mengangguk pelan, mencoba membuang semua kekakuan dari tubuhnya.

Dia mulai memanaskan tubuh, menggerakkan lengan dan kaki, sementara Claude melakukan gerakan pemanasan yang elegan.

Ketika latihan dimulai, Claude mengayunkan pedangnya dengan cepat dan presisi, menyerang Athanaze dengan gerakan yang terukur namun mematikan.

"Benar, keterampilan ini yang membunuhku sebelumnya," pikir Athanaze, matanya menatap Claude penuh ambisi.

Setiap ayunan pedang Claude seolah membawa angin yang menyapu, menambah ketegangan dalam pertarungan.

Meskipun sudah memiliki keterampilan dasar, Athanaze harus bekerja keras untuk mengimbangi kecepatan dan teknik Claude dengan tubuhnya yang masih kecil dan belum terlatih untuk bertarung.

Setiap serangan dan pertahanan memperlihatkan intensitas dan keahlian yang membuat suasana semakin memanas.

Claude, dengan ekspresi datarnya, melihat bagaimana Athanaze berusaha keras untuk menanggapi setiap serangan dengan tepat, meskipun beberapa kali pedangnya nyaris mengenai Athanaze.

"Kali ini, aku yang akan menang," batin Athanaze, matanya menatap nyalang pada pedang Claude.

Dengan setiap gerakan, Athanaze merasakan gelora semangatnya semakin membara, mengisi setiap otot dan sarafnya.

“Bagus, kamu cukup berbakat,” kata Claude sambil menyudahi latihan dengan sebuah gerakan akhir yang elegan. “Namun, masih ada banyak yang perlu kamu pelajari.”

“Terima kasih, yang mulia,” balas Athanaze dengan nafsu yang membara, napasnya memburu. “Aku akan terus berlatih.”

Claude tersenyum tipis, ekspresi puas di wajahnya. “Aku akan melanjutkan latihan ini bersamamu. Jangan mengecewakanku, pangeran.”

"Yang mulia pangeran, anda sangat berbakat. Apakah anda pernah mengetahui dasar dalam berpedang?" Tanya Felix, pertanyaan itu diam-diam menarik perhatian Claude.

"Aku tau dasarnya" Jawab Athanaze singkat.

"Dari mana anda mengetahui dasarnya, yang mulia? apakah ada yang pernah mengajari anda berpedang?" tanya Felix.

"Aku hanya belajar lewat buku, kenapa?" tanya Athanaze, nada suaranya terdengar dingin.

Felix tersentak ketika mendengar nada Athanaze, ia merasa benar-benar melihat sosok Claude kecil.

"Anda sangat menakjubkan yang mulia putra mahkota, persis seperti yang mulia Kaisar" Ujar Felix sembari tersenyum.

Athanaze diam-diam mengepalkan tangannya ketika Felix mengatakan itu, tentunya ia tidak terima jika disamakan dengan Claude yang ia benci.

crown prince's revenge(wmmap x male Readers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang