16

11 7 0
                                    

Tak semua harus dibagi, dan tak semua harus diperjelas. Karena kita mempunyai versi bahagia dan luka masing-masing.

___Alasya Putri___

Selamat membaca📖

Hari terus berganti hari, tak terasa ujian yang tengah dilaksanakan sudah hampir selesai. Tinggal satu mapel yang akan diujiankan setelah jam istirahat usai, lalu menunggu waktu libur semester tiba. Hanya saja gadis itu harus bersabar dalam beberapa hari kedepan. Toh setahun saja jika dilalui tak akan terasa lama, apalagi ini paling hitungan hari atau mungkin minggu doang.

Waktu yang terus berjalan tanpa henti, tak jua membuat seorang gadis yang selalu dipandangnya mau berbicara sepatah katapun padanya. Kadang ia iri dengan cowo yang hampir setiap saat bisa bersama dengan gadis itu tanpa ada penolakan. Sedangkan dia hanya bisa memandangi atau sekedar melihat kedekatan diantara keduanya, ingin rasanya ia berada diposisi cowo itu. Bercerita, bercanda tawa, menenangkannya dikala ia sedih, mengobati bila terluka, atau sekedar menemaninya membaca novel itu pun tak apa, selagi ia ada disamping gadis tersebut.

Jam istirahat telah berakhir, siswa siswi sudah pada masuk ke kelasnya masing-masing. Alasya tetap setia dengan novelnya sedari tadi, tidak sedikit pun ia beranjak dari duduknya. Tadi Gravi sempat mengajaknya untuk ke kantin namun ditolaknya, jadilah cowo itu pergi sendiri.

"Ca kamu ga ke kantin?" tanya Angga, namun ia tetap diam karna fokusnya telah teralihkan pada novel yang ada ditangannya.

Tak lama setelah bel masuk berbunyi pengawas datang dengan se-onggok tumpukan kertas, yang akan diberikan pada murid-muridnya. Karna Alasya barada di bangku paling depan, jadilah ia yang diminta untuk membagikan lembaran jawaban pada teman sekelasnya. Ketika pembagian itu sampai pada tempat dimana bangku tersebut diduduki Angga, ia hanya menyerahkan lembaran itu tanpa menoleh sedikitpun pada orang didepannya. Hal itu membuat Angga mengabaikan kertas yang talah ia berikan tadi dan memilih memainkan hpnya.

'Ahh bodo lah, dia mau ujian apa ga terserah.' Alasya membatin, ketika melihat cowo itu lebih memilih memainkan hp, dari pada mengerjakan soal ujian yang telah tersedia di mejanya.

Ia begitu fokus pada lembaran soal, hingga tak ngengindahkan panggilan dari teman-temannya yang meminta jawaban padanya.

"Sya nomor tiga apaan?"

"Sya, nomor tujuh obsennya apa?

"Alasya, lo dah nyampe esay belum?"

Semua pertanyaan itu hanya didengarkannya saja, tanpa ada niat untuk menjawab. Toh mereka baik ke dia cuma karna ada maunya doang kan. Jadi buat apa diladeni? Ga guna bangat!

Karna tak mendapat respon sama sekali dari gadis itu, mereka memilih untuk diam. Kalau tetap bertanya juga tak akan dihiruakannya. Dan nanti malah ditegur guru pula.

Seperti biasa ia selesai lebih awal, tapi malas mengumpulkan soal beserta lembar jawaban yang sudah terisi semua. Jika dikumpulnya sekarang ia pasti akan tetap menunggu, karna dari minggu lalu sang papa tak mengizinkannya untuk menyetir, dan malah memaksanya agar mau pergi pulang, diantar oleh cowo rese pecinta kucing yang ditemuinya saat ditempat neneknya.

"Ck, lama kali si tu anak!" decak Alasya melipat tangan didepan dadanya.

"Marah-marah mulu lo? Ni minum!." ujar suara berat yang tak asing lagi ditelinganya.

"Hmm, makasi." Ia mengambil minum yang diberikan oleh sipemilik suara berat tadi.

"Lagi nungguin siapa sih? Sampe marah-marah gitu?" tanya suara itu lagi.

AlasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang