18

29 4 3
                                    

Tetaplah tenang disetiap kondisi, agar tak satupun orang tahu bahwa dirimu sedang tidak baik baik saja.

___Alasya Putri___

Selamat membaca📖

Gadis itu begitu kuat, buktinya sampai saat ini ia masih tersadar, walaupun tubuhnya terasa panas dan perih. Dengan kondisi yang memperihatinkan, sebisa mungkin ditahannya rasa sakit pada seluruh tubuhnya. Karena terkunci disana ia hanya bisa duduk diatas lantai nan dingin, dengan menyenderkan punggungnya pada pintu kamar mandi.

Tak berselang lama, didengarnya suara deru mobil dari luar. Seperti dugaannya, suara tersebut berasal dari mobil yang dikendarai oleh papanya. Itu artinya ia akan diminta untuk membersihkan diri dan tetap diam di kamarnya.

"Ternyata kamu masih sadar, saya kira kamu sudah pingsan." ejekan yang berasal dari suara wanita yang telah mengurungnya.

"Kenapa dibuka? Takut ketahuan ya?!" sindir gadis yang baru saja bangkit dari duduknya.

"Diam kamu! Sekarang cepat ke kamar mu!" perintahnya.

Gadis yang diperintahnya tersenyum miring, dan pergi dari sana setelah mengumpat padanya. "Dasar mak lampir!"

"Apa!" geramnya, marah tentu saja, namun di tahannya karena mendengar  langkah kaki yang mendekat.

Untung saja si bungsu sudah pergi dari sana, jika tidak bisa ketangkap basah dirinya karena telah menghukum gadis kecil itu, hingga kedinginan dan pucat bak mayat hidup.

"Papa baru pulang?" pertanyaan retoris yang dilontarkannya tak mendapatkan respon sama sekali. Setelahnya mereka pergi dari sana.

Sedangkan gadis yang tadi disuruhnya untuk membersihkan diri, hanya mengganti pakaiannya saja. Bukannya mengobati memar ditubuhnya, kini ia malah asik dengan novel dan cemilan yang ada di depennya.

Emang ya orang-orang ga bisa ngebiarin dia tenang menikmati waktu luangnya, buktinya belum juga lima belas menit ia membaca, sudah diganggu oleh dering headphonenya sendiri. "Aishhh! Baru juga tenang dah diganggu." decaknya begitu menerima telpon tersebut.

"Bisa-bisanya lo tenang? Setelah di hukum sama nyokap lo." dasar bocah aneh, tubuh dah pada memar kek gitu bukannya diobatin, ini malah dibiarin.

"Yeee, serah gue dong, lagian ini juga gapapa kok." sudah ia duga, pasti ni cowo nelpon cuma mau nanyain hal itu doang. Bagusnya tadi dibiarin aja tu headphone mati biar ga ada yang ganggu waktu santaiinya.

"Harus ya gue suruh dulu, baru lo obatin tu luka?"

"Tanpa lo suruh juga, gue bakalan obatin sendiri, ini cuma lagi malas aja sih." ungkapnya, mending baca novel dari pada ngobatin memar ditubuhnya.
'Ntar paling sembuh sendiri' begitulah pikirnya.

"Dasar bocah aneh!" cibir cowo diseberang sana.

"Biarin!" karena kesal ia langsung sematikan sambungan telpon itu tanpa meminta persetujuan dari si penelepon.

Dan kini ia kembali fokus pada novelnya, setelah menon-aktifkan headphonenya. Paling nanti tinggal mengabaikan panggilan dari penghuni rumah, atau ga pura-pura tidur aja pas di cek ke kamarnya.

Sudah lama rasanya ia tak menyentuh novel, apalagi membuka dan membacanya. Sikapnya emang sedikit berlebihan sih, jika menyangkut hal-hal yang disukainya. Padahal baru seminggu ia tak membaca novel karena  lebih mengedepankan nilainya, tapi hanya ketika waktu ujian, beda lagi kalau saat belajar.

Satu novel sudah selesai ia baca, ketika ingin membaca novel berikutnya, terdengar suara azan. Petanda waktu magrib telah tiba. Segera ia barwudhu' lalu melaksanakan sholat, dzikr dan mencurahkan apa yang dirasanya pada sang pencipta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang