⚠️ Perhatian : Kata-kata atau perilaku kasar yang terdapat dalam cerita ini untuk penegasan karakter, bukan untuk ditiru
****
Zia tak menceritakan kejadian kemarin pada siapapun, termasuk Fiona. Zia sampai stress sendiri memikirkannya. Belum lagi soal ayahnya yang tak pulang-pulang.
Meskipun begitu, di sisi lain dia dan Radit semakin akrab, bahkan Zia juga diterima di keluarga Radit, Zia merasa Radit semakin perhatian padanya setelah dari rumahnya waktu itu. Dalam hatinya Zia yakin Radit sudah menyukainya, tetapi Radit belum juga membicarakan hal lebih soal hubungan mereka.
"Lo kenapa sih, dari kemarin banyak diam ngelamun gitu?" tanya Fiona.
"Fi, gue ngerasa udah gak tahan terus diam gini. Gue paling gak sanggup HTS," jawab Zia sambil menatap Radit yang nampak berbincang dengan Bagas dan teman-teman cowok yang lain.
"Radit, ya?"
Zia mengangguk. "Gue yakin dia punya perasaan yang sama, tapi kenapa dia terus pura-pura gak ngerti setiap gue ngode?"
"Gue pernah denger, katanya Radit itu gak pernah pacaran, dia gak mau pacaran selama masih sekolah," jawab Fiona dengan nada agak ragu-ragu.
Zia Menatap Fiona serius. "Lo tau darimana?"
"Gue gak sengaja denger cewek-cewek kelas sebelah ngegosipin Radit. Gue juga gak tau mereka tau darimana. Tapi jujur aja gue percaya sih."
Zia tak senang mendengarnya. "Gak bisa terus gini. Gue perlu ngomong sama dia."
"Ngomong apa?"
"Gue bakal jujur duluan soal perasaan gue."
Fiona membulatkan matanya. "Zia, lo beneran yakin? Gimana kalo Radit gak punya perasaan yang sama?"
"Gak mungkin lah, dia sebaik dan seperhatian itu, mana mungkin gak ada rasa."
"Tapi dia friendly, Zia. Dia baik ke semua orang. Pertimbangkan baik-baik."
Zia tak menjawab, dia nampak berpikir.
****
"Radit, gue mau ngomong sama lo," ucap Zia menghampiri Radit yang tengah berbincang dengan Bagas.
"Iya, ngomong aja," jawabnya menatap Zia, siap mendengarkan.
"Gak bisa di sini, ikut gue keluar bentar, ya?"
Zia mengajak Radit ke rooftop perpustakaan. Radit berdecak kagum, dia tidak tahu kalau perpustakaan sekolah akan memiliki rooftop yang dijadikan tempat baca, proses pembangunannya hampir jadi, beberapa bagian sudah di cat dan bisa didatangi.
"Ini beneran gakpapa ke sini?" tanya Radit.
"Gakpapa lah. Ini udah lama kayak gini, hampir selesai, tapi gak dilanjutin, gue gak tau juga kenapa. Tapi bukan cuma gue, yang lain juga kadang-kadang ke sini buat nenangin diri, atau nikmatin udara, karena gak rame kan. Cuma masalahnya kalo lagi terik, di sini panas banget," jelas Zia sambil berjalan menuju tepian rooftop, melipat tangannya pada tembok pembatas. Radit mengikutinya dan berdiri di sebelah kiri Zia, mereka menatap orang-orang yang bermain futsal di bawah.
"Jadi, lo mau ngomong apa?"
"Em..." Zia mempertimbangkan dulu untuk memulai dari mana. Entah kenapa rasanya dia tiba-tiba kehabisan kata. Zia jadi kikuk karena Radit menatap matanya saat menunggunya bicara. Zia menggigit bibir bawahnya dan berkata dengan ragu, "Apa ya makanan kesukaan Pak Hadi?"
Radit bingung. Zia juga terkejut, mulutnya melantur tidak jelas karena sangat gugup.
"Pak Hadi siapa?" tanya Bagas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Jatuh Cinta (TAMAT)
Teen Fiction#karya 3 "Mengapa cinta bagiku justru berlawanan dari maknanya?" Sahabat Kanzia bunuh diri gara-gara depresi diputuskan pacarnya. Tak lama setelahnya, pacar Kanzia justru kepergok menyelingkuhinya. Awalnya Kanzia berpikir untuk menyusul saja sang sa...