Matahari Tenggelam

11 10 0
                                    

Sepulang sekolah nanti, Nesya akan menonton Darel tanding futsal. Sudah dua hari mereka tidak saling bertemu, dan hari ini saatnya mereka melepas rasa rindu. Padahal hanya dua hari, tetapi Nesya tetap tidak sabar bertemu dengan darel.

Nesya menatap ponsel yang sedari tadi digenggamnya, menunggu Darel yang belum membalas pesannya. Nesya mengalihkannya dengan membaca novel yang ia beli beberapa minggu lalu. Bukannya Darel yang muncul di layar ponselnya, melainkan Skala yang menanyakan kabar Nesya.

'Halo Ca.'

'Kenapa lagi? Aku lagi sekolah, jangan diganggu dulu.'

'Nanya kabar mantan sendiri aja masa ga boleh?'

'Ga jelas lo makin lama.' Nesya lalu menutup sambungan teleponnya dengan Skala. Ia baru ingat kalau di kehidupannya saat ini ia sedang berkomitmen dengan mantannya, Skala.

Nesya sejujurnya rindu dengan kehidupannya yang asli, tetapi ia tidak tau caranya untuk kembali ke tahun dimana ia baru saja terbangun setelah operasi hari itu. Ia juga masih berusaha mengingat apa saja yang akan ia ubah kehidupannya setelah kembali ke hari ini.

***

Nesya sudah siap dan rapi, tinggal menunggu Darel untuk menjemputnya. Kebetulan Darel tanding di jam tiga sore, jadi ia bisa mengajak Nesya untuk menontonnya bermain.

"Eca!" terdengar suara Darel yang memanggilnya dari luar. Nesya dengan cepat merapikan hijab yang dari tadi berantakan dan berlari kecil keluar rumah. Mereka berdua berbicara sepanjang jalan dan melepas rasa rindu setelah dua hari tidak bertemu karena kesibukan masing-masing.

Jalan seakan milik mereka berdua, sesekali Nesya memeluk agar tidak jatuh dari motor alasannya. Saat baru sampai lapangan pun Nesya tidak melepaskan genggamannya dari Darel.

"Giama tadi disekolah? Seru?" Darel menatap kearah Nesya.

"Gitu-gitu aja ga ada yang menarik, kan yang menarik ada di depan aku." Nesya tersenyum lebar.

"Aku udah serius padahal," Darel meyenggol Nesya.

"Selesai aku main, kira-kira kita kemana?"

"Pantai!" Nesya menjawabnya dengan penuh semangat dan dijawab anggukan oleh Darel.

Sesuai permintaan Nesya, Darel mengajak Nesya ke pantai. Cuaca hari ini cukup cerah jadi bisa terlihat matahari yang tenggelam. Perjalanan yang ditempuh hanya setengah jam, jadi Nesya tidak bosan di perjalanan.

Ia sedikit mengingat dengan hari ini, dulu Nesya merengek untuk dibelikan gula kapas. Namun, sekarang Nesya meminta apapun dari Darel.

"Bagus ya langitnya," Darel lalu merangkul Nesya.

Nesya merindukan Darel yang seperti ini, yang sangat lembut dan tidak pernah membentaknya. Untung saja kehidupannya terulang.

"Aku yakin suatu hari ini kita akan seperti matahari tenggelam," Nesya menyenderkan bahunya ke arah Darel.

"Memangnya kenapa?

"Kita akan seperti matahari tenggelam, karena sejauh apapun matahari pergi saat sore hari marahari berjanji untuk kembali keesokan harinya dengan keindahan yang sama."

Nesya bangkit dari duduknya dan berlari ke arah ombak tenang yang berada didepannya.

"Mas, sini!" Darel lalu menyusul Nesya.

"Awas Ca, nanti basah!"

"Ga kok, dulu kita kan suka main dipantai kayak gini,"

"Kita?" Darel tampak kebingungan.

"Maksudnya, aku waktu kecil suka banget main air dipantai," Nesya keceplosan, untung saja Darel tidak curiga.

"Balik yuk Ca, anginnya udah mulai besar nanti Eca masuk angin." Nesya mengangguk.

Angin yang berhembus seakan menyambut mereka berdua. Perasaan berdebar yang dirasakan Nesya seakan mengutarakan semua perasaanya. Ombak yang tenang seperti isi hatinya.

Rasa nyaman yang masih sama dirasakan Nesya, belum ada sifat Darel yang harus Nesya hindari sampai saat ini, ia juga masih berusaha mengingat kejadian apa saja yang akan terjadi kedepannya karena Nesya tidak bisa mengingat semuanya dari awal.

Merayakan jatuh cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang