Bab 5 : Lisbeth

257 49 13
                                    

Pendar-pendar lampu membuat Lisbeth menyadari ada tamu yang baru saja masuk ke dalam butiknya. Setengah berlari, Lisbeth menuruni tangga, meninggalkan gaun yang sedang dia kerjakan.

Semoga klien baru!

Di meja resepsionis, berdiri sosok pria tinggi dengan membawa buket mawar besar.

Wow, romantis sekali. Mengajak tunangannya ke bridal sambil membawa buket bunga!

Lisbeth langsung menoleh ke kanan kiri mencari gadis yang beruntung itu. Namun, tak ada perempuan lain selain resepsionisnya yang juga tampak kebingungan.

Biasanya para calon pengantin wanita yang datang ditemani ibu atau sahabat perempuannya, ini malah calon pengantin pria yang datang duluan.

"Se-lamat da-tang," sapa Lisbeth.

Tini, resepsionisnya, melambaikan tangan lalu berisyarat

[Ini teman Cici Lisbeth?]

Kening Lisbeth berkerut. Dia tak mengenali pria yang berdiri di depannya.

Tangan Tini bergerak lagi. [Datang S-O-F-T  L-A-U-N-C-H-I-N-G] Tini mengeja soft launching huruf per-huruf.

Pria itu melangkah maju dan menyodorkan buket kepadanya.

"Selamat.'

"Buat ... aku?" tanya Lisbeth makin heran. Kenapa pria tak dikenal ini tiba-tiba memberinya karangan bunga? Pria itu hanya mengangguk. Dari sela-sela bunga, Lisbeth melihat ada kartu ucapan

All the best,

Dimas, Anissa, Bryan

Benak Lisbeth mencocokkan ketiga nama itu dengan kenangan masa kecilnya. Dia tahu Dimas dan Anissa, jadi pria di depannya pasti ...

"Ahh! Ko Bryan? Ko Bryan anak Om Ah Liong?" tanya Lisbeth.

Dia tak menduga Bryan yang tidak membalas pesannya malah muncul di butiknya.

"Tidak .... Pa ... Ko." Bryan berbicara terlalu cepat sehingga Lisbeth kesulitan mengikuti. Lisbeth menurunkan buket bunga dan memberikannya kepada Tini.

"Ko Bryan mau naik ke atas? Melihat-lihat?" undang Lisbeth dengan antusias.

"Tidak ... usah ... pakai ... Ko," sanggah Bryan. Lisbeth menangkap kerutan di kening pemuda di hadapannya.

"Oh, maaf."

Pipinya terasa panas. Seingatnya Bryan seumuran Livi dan Anissa, karena itu otomatis Lisbeth menambahkan panggilan Ko supaya lebih sopan. Ingatannya kembali ke kejadian beberapa hari lalu, ketika dia mencoba memegang bahu tetapi malah ditepis oleh ibu bersasak.

"Maaf ..." ucap Lisbeth lagi.

Mengalihkan kekosongan, Lisbeth melirik ke arah Tini yang sedang menjerang air menggunakan teko listrik. Dia membuka kotak teh berwarna hijau dengan logo TWG, mengambil sejumput daun teh dan sekejap wangi Geisha Blossom memenuhi ruangan. Sambil tersenyum Lisbeth menyajikan cangkir teh kepada Bryan.

"Yuk, naik sambil minum teh." Lisbeth hanya bisa berharap secangkir teh bisa menghapus kesalahannya. Bryan terdiam sejenak sebelum mengikuti langkah Lisbeth menaiki tangga berlapis karpet.

Ketika merencanakan butiknya, Lisbeth memperhatikan semua detail, mulai dari korden, warna karpet, lighting hingga cangkir teh yang dipakai untuk menyajikan minuman. Semuanya harus elegan, mewah dan enak dilihat. Ketika mencari tempat, Lisbeth ingin tempat itu punya akses untuk sinar matahari, dan kalau bisa ada pepohonan hijau.

Napas Lisbeth nyaris berhenti ketika menemukan ruko ini. Ruko ini sempurna, di pinggir jalan besar, baru, dan dari lantai dua dia bisa melihat pohon-pohon hijau. Sempurna! Sekalipun harga sewanya lumayan mahal karena lokasinya strategis, Lisbeth tak ragu untuk mengambilnya.!

Dunia LisbethWhere stories live. Discover now