Bryan menatap ke luar jendela. Mobilnya tak lama keluar dari jalan besar dan mulai masuk ke jalan kecil. Di kanan-kiri banyak rumah berdempetan. Warung menjual makanan dan kudapan. Dimas sialan!
Dua hari lalu, Anissa meneleponnya dengan nada super manis. Bryan langsung mengambil kuda-kuda, pasti Anissa ingin sesuatu!
"Bryan, Sabtu ini lo datang kan ke acara Lisbeth? Gue sama Dimas enggak bisa, ada acara sangjit adiknya Dimas. Lo yang pergi kan? Titip salam yaah."
Belum sempat menjawab Anissa sudah merepet lagi.
"Kesempatan bagus lu datang biar kenalan sama calon pegawai Bubly Tea!"
"Tahu dari mana?" sanggah Bryan.
Tawa Anissa melengking. "Ya tahu doonggg ... I think it's a good idea. Brilliant!"
"Dari Dimas?"
"Dimas, Ko Ben, Cik Julia, nyokap lo juga udah tahu."
Dimas brengsek! Sungguh Bryan lupa bagaimana kecepatan berita beredar di kalangan mereka. Dia pernah pergi dengan mantannya ke Singapura, dan baru mengambil bagasi, fotonya dengan gadis itu sudah tersebar di grup arisan Mama yang menyebabkan mama meneleponnya dan merepet panjang lebar. Sekarang semua tahu. Jika dia menolak, bisa dipastikan apa yang akan dikatakan semua orang di belakangnya.
Memang Bryan enggak bisa apa-apa.
Bryan mendesah. Mobil terus berjalan masuk. Rumah-rumah semakin jarang. Akhirnya mobil berhenti di gerbang pagar besi berwarna hitam. Di sekitarnya, dinding putih dengan cat terkelupas memagari tempat tersebut. Pintu pagar yang kira-kira cukup untuk dua mobil terbuka lebar.
Di dalamnya, terhampar lahan yang cukup luas. Ada dua bangunan berlantai dua di kanan-kiri mengapit lahan kosong yang dipergunakan sebagai tempat parkir. Ada lapangan basket dan juga jajaran kebun hidroponik. Suasana sepi. Hanya ada dua mobil lain di samping mobilnya.
Open house apaan? Sepi begini?
Bryan hampir membalikkan badan ketika seorang perempuan setengah berlari mendekatinya.
"Bryan!"
Crap! Bryan mengenali Lisbeth yang menyambutnya.
"Terima kasih ya sudah datang," sambut Lisbeth. Bryan mengatupkan bibirnya memaksakan sebuah senyum.
"Yuk, masuk," ajak Lisbeth.
"Selamat datang." Suara lembut seorang wanita mengagetkan Bryan. Wajahnya dibingkai kacamata tipis, tatapan matanya teduh.
"Selamat datang, dengan Bapak siapa?" sapa ibu itu ramah sambil menyodorkan tangan.
"Oh, eh ... Bryan." Bryan menyambut tangan wanita itu dengan canggung.
"Saya Ibu Euis." Suaranya lembut, penuh karisma.
"Bryan, anak teman Papi Mami," sambung Lisbeth.
Pemuda itu menyadari Lisbeth bicara dengan lancar, tidak tergagap seperti kapan hari di butik.
"Dimas dan Bryan yang memberi sumbangan untuk lapangan basket," lanjut Lisbeth.
"Terima kasih banyak, ya," tanggap Bu Euis hangat. Bryan hanya tersenyum. Ia tidak berniat berlama-lama di sini.
"Ayo lihat-lihat ke dalam dulu." Ibu Euis mempersilakan Bryan masuk.
"Bu Euis, titip Bryan, ya? Lisbeth masuk kelas dulu." Lisbeth pamit sambil melambaikan tangan. Bu Euis mengangguk. Bryan mengikuti bu Euis masuk ke bagian dalam gedung.
YOU ARE READING
Dunia Lisbeth
RomanceBagi Lisbeth, laki-laki dengar hanya akan membuatnya patah hati. Berkaca dari kegagalan percintaan di antara orang Tuli dan orang dengar yang ia lihat, Lisbeth bertekad hanya sudi membuka hati untuk pria Tuli. Lagi pula, dia sibuk mengejar mimpi mem...