Bab 10 : Lisbeth

164 24 9
                                    

        Benar tidak ada batasan umur?

Iya.

Lisbeth berulang kali membaca jawaban Bryan yang dikirim lewat pesan. Tidak ada batasan umur untuk jadi pegawai magang di Bubbly Tea! Lisbeth sadar di Indonesia, selain berjuang dengan lingkungan yang belum ramah disabilitas, Tuli banyak mengalami kesulitan karena batas usia.

Salah satu adik kelas Lisbeth, Danar, tertarik. Namun, Danar punya masalah yang jamak ditemui di kalangan Tuli yang belajar di era 90an, masa mereka sekolah panjang sekali. Lama pendidikan SD SLB 8 tahun. Akibatnya, Danar lulus SMA dengan usia sudah hampir 20 tahun. Danar tak sendiri, Lisbeth punya kakak kelas lain yang baru lulus kuliah umur 30 tahun. Akibatnya, dia kelimpungan mencari pekerjaan karena kebanyakan lowongan pekerjaan untuk orang di atas usia 30 tahun mengharuskan punya pengalaman kerja.

Jika untung orang dengar, batas usia melamar pekerjaan merepotkan, bagi banyak teman Tuli, batas usia menambah panjang kesulitan mereka mencari pekerjaan.

Lisbeth bergegas menghubungi Bu Euis dan Danar memberitahukan berita gembira ini. Dia menutup percakapannya dengan Bryan.

                            Terima kasih banyak, Bryan.    

Pesan yang hanya dibaca tanpa dibalas. Namun, Lisbeth tak peduli. Hatinya terlalu gembira. Ketika kembali ke Indonesia, Lisbeth menyadari betapa sulitnya teman-temannya mencari pekerjaan. Ada yang sengaja tidak memberitahu dia Tuli hingga wawancara face to face, karena takut jika diberitahu sejak awal, dirinya langsung tidak dihubungi lagi.

Banyak pula yang berusaha mengirimkan ratusan lamaran tanpa menerima satupun balasan. Teman-teman Tulinya juga berusaha meminta rekomendasi dari teman orang tua, teman-teman di tempat ibadah, hasilnya nihil. Tak heran banyak Tuli yang kemudian berusaha bekerja sendiri, membuka salon, menerima pesanan, tetapi itu juga tidak mudah.

Ketika di Australia, Lisbeth terkejut melihat pemerintah berusaha membantu mencarikan pekerjaan untuk Warga negara Australia yang Tuli. Mereka bisa mendaftar di beberapa lembaga yang lalu membantu mencarikan pekerjaan untuk mereka. Ada teman Tuli yang mendapat pekerjaan sebagai asisten baker, maupun stockist di supermarket lokal dengan bantuan lembaga tersebut.

Lembaga tersebut membantu memoles CV, menemani ketika wawancara, ketika mereka membutuhkan barang-barang tertentu untuk tes pekerjaan, seperti sepatu khusus, jaket, barang tersebut dibelikan oleh lembaga. Di masa-masa awal penyesuaian, lembaga membantu memediasi antara teman-temannya dan atasan mereka sehingga masa adaptasi lancar bagi kedua belah pihak.

Lisbeth bangga melihat temannya, masuk di iklan supermarket yang ditayangkan TV lokal, temannya orang Indonesia yang kini menjadi warga negara Australia, tanpa malu menggunakan bahasa isyarat menceritakan kisahnya bekerja di supermarket tersebut. Bahkan atasan mereka juga mengadakan kelas Auslan (Australian Sign Language) untuk rekan-rekan kerjanya yang ingin belajar sehingga memperlancar komunikasi. 

Lembaga itu tidak hanya mengurus Tuli melainkan juga disabilitas lain. Bahkan ternyata ada dana dari pemerintah untuk melakukan renovasi tempat kerja jika dibutuhkan untuk memfasilitasi pekerja yang menggunakan kursi roda. Pemerintah Australia menyediakan dana khusu untuk membuat jalan menuju kantor yang ramah bagi pengguna kursi roda.

Mimpi Lisbeth, suatu hari nanti, ada lembaga seperti itu juga di Indonesia.

Ah banyak sekali mimpiku, gumam Lisbeth sambil mendesah. Mari mulai dengan Danar.

***

Hari Rabu seminggu kemudian, Lisbeth dan Danar sudah tiba pagi-pagi sekali di depan kedai Bubly Tea yang masih terkunci. Senyum gugup terpasang di wajah Danar.

Dunia LisbethWhere stories live. Discover now