Hari mulai beranjak sore saat regu Rian tiba di kaki bukit yang harus mereka daki. Matahari yang mulai condong ke barat memberi cahaya keemasan yang indah, tetapi juga menandakan bahwa mereka harus cepat bergerak sebelum gelap. Mereka berhenti sejenak untuk memeriksa perbekalan dan mempersiapkan diri untuk pendakian yang menantang.
“Ini akan jadi pendakian yang sulit,” kata Nadya sambil memeriksa peta dan mencatat posisi mereka. “Tapi kita harus bisa melaluinya. Di peta, ada tanda yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang penting di puncak bukit.”
Alvin memeriksa kompasnya, memastikan arah mereka benar. “Kita harus berhati-hati. Jalur ini tampaknya cukup terjal dan berbatu. Pastikan semua tetap berpegang pada tali dan jangan mengambil risiko yang tidak perlu.”
Gilang, yang sudah memeriksa keadaan sekitar, mengangguk. “Aku sudah melihat beberapa jejak di sini. Kita harus berhati-hati dengan batu-batu licin dan mungkin juga binatang liar.”
Regu mulai mendaki bukit dengan hati-hati. Jalur yang mereka tempuh semakin curam dan sempit, membuat mereka harus bekerja sama lebih erat. Rian memimpin di depan, memastikan setiap langkah diambil dengan penuh perhatian. Tika dan Bagas, dengan kekuatan mereka, membantu menjaga keseimbangan kelompok saat mereka mendaki.
Setelah beberapa jam, mereka tiba di sebuah platform datar di tengah pendakian. Mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak, menikmati pemandangan indah di sekitar mereka. Dari ketinggian, mereka bisa melihat lembah yang telah mereka lewati dan hutan yang mengelilingi mereka. Keindahan alam sejenak mengalihkan perhatian dari kelelahan fisik mereka.
“Ini pemandangan yang menakjubkan,” kata Tika sambil mengambil napas dalam-dalam. “Tapi kita harus ingat, kita belum sampai di puncak.”
Alvin mengeluarkan peta dan membandingkannya dengan pemandangan di depan mereka. “Puncak bukit harusnya sudah dekat. Tapi kita perlu melewati jalur berbatu yang tampaknya cukup berbahaya.”
Mereka melanjutkan pendakian, melewati jalur berbatu yang terjal dan licin. Rian memimpin, menandai jalur yang aman dan membantu teman-temannya melangkah dengan hati-hati. Mereka tiba di sebuah titik di mana jalur semakin sempit dan penuh dengan batu-batu besar yang harus dipanjat.
Saat mereka mendaki, tiba-tiba terdengar suara gemerisik dari semak-semak di dekat mereka. Regu berhenti sejenak, siap dengan alat-alat mereka. Dari balik semak-semak, muncul seekor ular berbisa yang menatap mereka dengan mata tajam. Nadya menahan napas, sementara Bagas berusaha mengalihkan perhatian ular itu dengan menggunakan batu kecil.
“Jangan panik!” seru Rian. “Bagas, lemparkan batu itu ke arah lain.”
Dengan hati-hati, Bagas melemparkan batu ke arah lain, membuat ular itu menjauh. Regu bernafas lega saat ular itu hilang dari pandangan mereka. Mereka melanjutkan pendakian, berhati-hati agar tidak menempuh jalur yang terlalu berbahaya.
Akhirnya, mereka tiba di puncak bukit saat matahari mulai terbenam. Puncaknya dikelilingi oleh beberapa batu besar yang disusun membentuk lingkaran. Di tengah lingkaran batu, terdapat sebuah altar kecil dengan ukiran yang sama seperti simbol yang mereka temukan di lembah.
Rian, dengan hati-hati, mendekati altar dan meletakkan kunci yang mereka temukan sebelumnya di atas altar. Tidak ada reaksi langsung, tetapi tiba-tiba terdengar suara lembut dari batu-batu di sekitar mereka.
“Selamat datang di puncak,” suara itu terdengar seperti bisikan angin. “Kalian telah melewati banyak ujian dan menunjukkan keberanian serta persahabatan. Namun, masih ada satu ujian terakhir sebelum harta karun bisa ditemukan.”
Sebuah pintu rahasia di bawah altar mulai terbuka perlahan, menampakkan sebuah lorong gelap di dalam bukit. “Ini pasti jalur menuju harta karun,” kata Alvin, sambil memeriksa alat penerangan mereka.
Regu mempersiapkan diri dan memasuki lorong dengan hati-hati. Lorong tersebut sempit dan gelap, dengan dinding-dinding batu yang basah. Suara langkah kaki mereka menggema di seluruh ruangan. Mereka harus menggunakan senter untuk menerangi jalan mereka, dan suasana di dalam lorong terasa semakin misterius.
Saat mereka melanjutkan perjalanan di lorong, mereka menemukan beberapa teka-teki dan rintangan yang harus dipecahkan untuk melanjutkan perjalanan. Setiap teka-teki memerlukan kerja sama dan kreativitas, menguji seberapa baik mereka mengenal satu sama lain dan bagaimana mereka dapat mengatasi masalah bersama.
“Ini seperti ujian terakhir,” kata Tika. “Jika kita bisa melewatinya, kita mungkin bisa menemukan apa yang kita cari.”
Regu Rian melanjutkan perjalanan dengan tekad dan semangat. Mereka tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir, dan masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi sebelum mereka bisa menemukan harta karun yang mereka cari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Di Bumi Pramuka [ SEGERA TERBIT]
AdventureDi Bumi Perkemahan Nasional, regu pramuka yang terdiri dari Rian, Nadya, Alvin, Tika, Bagas, Gilang, dan Naufal menemukan petunjuk menuju harta karun bersejarah. Menghadapi alam liar, cuaca ekstrem, dan regu saingan, mereka harus bekerja sama dan me...