Pagi itu, suasana di lapangan pramuka berbeda. Tidak ada tawa riang yang biasa terdengar, dan para anggota terlihat serius, bahkan sedikit tegang. Mereka bersiap untuk menghadapi tantangan terbesar mereka: ujian kenaikan tingkat. Ujian ini bukan hanya tentang pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga tentang ketahanan mental dan fisik yang selama ini mereka latih.
Rian, Gilang, Nadya, dan Naufal duduk di bawah pohon besar, mengatur napas mereka. Kak Bima mendekati mereka dengan senyuman, mencoba meredakan ketegangan yang jelas terpancar di wajah mereka.
“Kalian pasti bisa melewati ini. Ingat, ujian ini bukan tentang siapa yang tercepat atau terkuat, tapi siapa yang bisa menjaga semangat dan saling membantu,” kata Kak Bima dengan nada tegas namun hangat.
Rian mengangguk, mencoba menenangkan diri. Dia menatap ketiga temannya satu per satu, mencari kekuatan dalam tatapan mereka. “Kita sudah berlatih keras untuk ini. Apa pun yang terjadi, kita harus tetap bersama.”
Mereka semua sepakat dan berusaha menyingkirkan rasa ragu. Gilang, yang biasanya paling ceria, terlihat lebih pendiam hari itu. Nadya memegang tangan Naufal, memberikan dukungan tambahan. Ujian dimulai dengan tes navigasi, di mana mereka harus menemukan titik-titik tertentu di hutan dengan hanya menggunakan kompas dan peta.
“Ayo, kita fokus. Jangan lupa selalu cek peta, jangan sampai salah arah,” ujar Rian, memimpin timnya dengan tenang.
Mereka mulai bergerak, melangkah dengan hati-hati melalui jalur-jalur sempit yang kadang tertutup semak-semak tinggi. Gilang memegang kompas, mengarahkan mereka sesuai dengan petunjuk yang mereka pelajari. Nadya mencatat setiap pos yang mereka temui di peta kecil di tangannya. Semua berjalan lancar sampai mereka sampai di pos ketiga, di mana mereka harus menyeberangi sungai kecil dengan membuat rakit sederhana.
Naufal yang paling bersemangat kali ini, mengambil alih. “Biar aku yang ikat rakitnya! Kita pakai tali simpul yang kuat, biar aman.”
Rian dan yang lainnya membantu mengumpulkan kayu, menyusunnya menjadi rakit yang cukup kokoh untuk menyeberang. Namun, ketika mereka mencoba menyeberang, arus sungai yang tadinya tenang mendadak menguat. Rakit mereka mulai goyah.
“Pegangan yang kuat!” teriak Rian, mencoba menjaga keseimbangan.
Sayangnya, sebuah kayu besar terbawa arus dan menabrak rakit mereka, membuat Gilang terpental ke dalam sungai. Dengan sigap, Rian dan Nadya segera melompat untuk menyelamatkannya, sementara Naufal berusaha menahan rakit agar tidak hanyut.
Gilang berusaha tenang meski terpukul oleh dinginnya air sungai. Dia menggapai-gapai, mencoba meraih tangan Rian yang mengulurkan tali ke arahnya. Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa seperti seumur hidup, mereka berhasil menarik Gilang kembali ke rakit.
“Terima kasih, guys… aku gak tahu harus gimana kalau kalian gak ada,” kata Gilang, terengah-engah, air menetes dari seragam pramukanya.
Rian menepuk bahu Gilang dengan senyum. “Kita di sini buat satu sama lain. Gak usah takut.”
Setelah berhasil menyeberang, mereka melanjutkan perjalanan. Tantangan berikutnya adalah memanjat tebing rendah untuk mencapai pos terakhir. Namun, kondisi Gilang yang masih basah membuatnya kesulitan memanjat, dan Nadya juga mulai kelelahan.
“Kamu dulu aja, Rian. Kita menyusul,” kata Nadya, napasnya terdengar berat.
Rian menolak. “Kita gak ninggalin siapa pun. Ayo, kita bantuin Gilang dulu.”
Mereka bekerja sama, saling membantu untuk memanjat tebing tersebut. Rian yang pertama mencapai puncak, segera menarik Nadya, lalu Naufal, dan akhirnya Gilang. Mereka semua berhasil sampai dengan selamat, walaupun jelas terlihat lelah.
Ketika mereka mencapai pos terakhir, Kak Bima sudah menunggu di sana dengan senyuman lebar. “Kalian hebat. Kalian menunjukkan kerja sama yang luar biasa. Inilah esensi dari pramuka: saling mendukung di saat-saat sulit.”
Mereka diberi waktu istirahat sejenak sebelum ujian terakhir, yaitu presentasi tentang pengalaman mereka selama di Bumi Pramuka. Setiap tim diminta untuk berbagi cerita tentang momen yang paling berkesan dan apa yang mereka pelajari. Tim Rian memutuskan untuk menceritakan perjalanan mereka di hari itu, termasuk momen saat Gilang terjatuh ke sungai.
“Ujian ini benar-benar mengajarkan kita arti kerja sama dan keberanian. Meskipun kami mengalami kesulitan, kami tetap bersatu dan saling mendukung. Itu adalah pelajaran terbesar yang kami dapatkan dari pramuka,” kata Rian di akhir presentasinya.
Mata Kak Bima tampak berkaca-kaca. “Kalian semua telah lulus ujian dengan sangat baik. Ingatlah, pramuka bukan hanya tentang kemampuan fisik, tapi juga tentang hati dan jiwa yang kuat. Saya bangga dengan kalian.”
Selesai ujian, suasana kembali ceria. Mereka duduk bersama di bawah pohon besar, berbagi makanan dan tawa. Naufal memandang teman-temannya, merasa bersyukur bisa melalui semuanya bersama mereka. “Aku bangga jadi bagian dari tim ini. Kalian luar biasa.”
Mereka semua setuju dan tertawa bersama. Petualangan mereka di Bumi Pramuka mungkin tidak selalu mudah, tapi bersama, mereka telah melewati setiap tantangan dengan keberanian dan kekompakan. Rian menatap langit biru yang membentang di atas mereka, merasa damai dan puas.
“Ini baru permulaan, guys. Masih banyak petualangan lain yang menunggu,” kata Rian dengan senyum lebar.
Dengan semangat yang semakin kuat, mereka berjanji untuk terus bersama dan menjelajahi dunia pramuka dengan hati yang penuh keberanian dan persahabatan. Apa pun yang akan datang, mereka yakin bisa melewatinya selama mereka saling mendukung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Di Bumi Pramuka [ SEGERA TERBIT]
AventuraDi Bumi Perkemahan Nasional, regu pramuka yang terdiri dari Rian, Nadya, Alvin, Tika, Bagas, Gilang, dan Naufal menemukan petunjuk menuju harta karun bersejarah. Menghadapi alam liar, cuaca ekstrem, dan regu saingan, mereka harus bekerja sama dan me...