Setelah berhasil melewati badai yang menggila, regu Rian merasa lega. Namun, mereka tahu bahwa perjalanan masih panjang dan penuh dengan tantangan yang belum terduga. Mereka sekarang berada di pos sepuluh, sebuah area yang dikelilingi oleh pepohonan tinggi dan rimbun. Udara terasa lebih sejuk, dan suasana menjadi lebih tenang setelah mereka berhasil melewati badai.
Di pos ini, Kak Bima menyampaikan tantangan berikutnya: mereka harus menemukan beberapa jejak tersembunyi yang akan membawa mereka ke titik akhir. Setiap jejak harus ditemukan dengan teliti, dan semua anggota regu harus bekerja sama agar tidak ada yang tertinggal.
“Jejak ini bukan sembarang jejak,” kata Kak Bima sambil menunjukkan peta kecil. “Kalian harus benar-benar jeli dan memahami petunjuk yang diberikan. Setiap jejak punya makna, dan ada kode yang harus kalian pecahkan.”
Rian mengamati peta dengan saksama. “Kita harus menemukan enam jejak, dan setiap jejak akan membawa kita lebih dekat ke pos terakhir.”
Alvin, yang memiliki kemampuan pengamatan yang tajam, langsung bersemangat. “Aku bisa membantu mencari jejak-jejak ini. Kita harus lebih teliti melihat di sekitar area ini.”
Regu mereka mulai bergerak dengan hati-hati, mencari jejak yang tersembunyi di antara dedaunan, bebatuan, dan di sepanjang jalan setapak. Gilang menemukan jejak pertama: sebuah tanda berbentuk anak panah kecil yang terukir di batang pohon.
“Ini dia jejak pertama!” seru Gilang dengan bangga. “Kita harus mengikuti arah panah ini.”
Mereka terus mengikuti arah yang ditunjukkan oleh jejak pertama, berjalan melalui jalur sempit yang hanya cukup dilewati satu orang. Sepanjang jalan, mereka menemukan berbagai petunjuk lainnya—seperti tanda di bebatuan, ranting yang tersusun rapi, dan beberapa tanda di tanah yang menunjukkan arah yang harus mereka tempuh.
Namun, di tengah perjalanan, mereka dihadapkan pada tantangan yang lebih sulit. Salah satu jejak yang harus ditemukan hilang di antara rimbunan semak-semak. Nadya berusaha mencari di sekitar, menggeser daun dan ranting, namun hasilnya nihil.
“Ini aneh,” ucap Nadya. “Seharusnya jejak selanjutnya ada di sini, tapi aku nggak melihatnya.”
Rian mencoba menenangkan regunya. “Kita nggak boleh panik. Ayo kita pikirkan baik-baik. Mungkin jejaknya tertutup atau tersembunyi lebih dalam.”
Naufal, yang biasanya lebih pendiam, tiba-tiba mengusulkan sesuatu. “Coba lihat dari sudut pandang berbeda. Kadang kita cuma perlu melihat dari sisi lain untuk menemukan yang kita cari.”
Mereka pun berpencar, melihat dari sudut yang berbeda. Setelah beberapa saat, Alvin berhasil menemukan jejak yang tersembunyi di balik akar pohon yang menonjol keluar dari tanah. Jejak itu berupa tanda kecil yang hampir tertutup oleh lumut.
“Ketemu!” Alvin berteriak senang. “Kita lanjut ke arah sini.”
Dengan semangat yang kembali, regu Rian terus bergerak maju. Setiap jejak yang mereka temukan semakin sulit, seolah dirancang untuk menguji ketelitian dan kesabaran mereka. Namun, mereka tidak menyerah. Setiap kali mereka menemui kesulitan, mereka berhenti sejenak, berpikir, dan berusaha menemukan solusinya bersama.
Pada akhirnya, mereka tiba di jejak terakhir, yang ternyata adalah sebuah peta kecil yang menggambarkan titik akhir perjalanan mereka: sebuah danau kecil yang terletak di tengah hutan.
“Akhirnya, ini dia!” seru Rian. “Tinggal sedikit lagi kita sampai di tujuan.”
Namun, sebelum mereka bisa bergegas menuju danau, mereka mendengar suara gemerisik di balik semak-semak. Semua anggota regu segera berhenti dan memperhatikan suara tersebut. Mereka mendekat dengan hati-hati, waspada terhadap apa pun yang mungkin muncul.
Ternyata, suara itu berasal dari seekor hewan kecil yang terjebak dalam jaring yang terlilit di semak-semak. Seekor kelinci hutan yang berusaha melepaskan diri, tapi malah semakin terjerat.
“Kita harus membantunya,” kata Nadya sambil mendekati kelinci itu dengan hati-hati. “Kita nggak boleh meninggalkan makhluk yang membutuhkan pertolongan.”
Dengan lembut, Rian dan Alvin bekerja sama untuk melepaskan kelinci tersebut. Mereka berhati-hati agar tidak membuat kelinci semakin panik. Akhirnya, kelinci itu berhasil bebas, dan segera melompat menjauh, menghilang di antara semak-semak.
“Ini juga pelajaran penting,” ucap Rian. “Kita nggak hanya fokus pada tujuan, tapi juga memperhatikan apa yang ada di sekitar kita dan siap menolong yang membutuhkan.”
Setelah kejadian itu, regu Rian melanjutkan perjalanan mereka ke danau. Saat mereka tiba, Kak Bima sudah menunggu di sana, menyambut mereka dengan senyum puas.
“Selamat, kalian berhasil menemukan semua jejak dan tiba di titik akhir,” kata Kak Bima. “Ini adalah bukti bahwa kalian bisa bekerja sama, mengatasi tantangan, dan tetap peduli pada lingkungan sekitar.”
Rian merasa bangga dengan regunya. Perjalanan ini bukan hanya soal menemukan jejak dan mencapai tujuan, tapi juga soal belajar tentang kepedulian, kerja sama, dan tidak pernah menyerah meskipun menghadapi tantangan yang sulit.
Mereka mengakhiri hari itu dengan duduk di tepi danau, menikmati ketenangan air yang tenang dan langit biru yang cerah. Petualangan mereka masih belum selesai, tapi regu Rian tahu bahwa mereka sudah lebih siap dari sebelumnya. Dengan setiap langkah yang mereka ambil, mereka menjadi lebih kuat, lebih berani, dan lebih peka terhadap lingkungan di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petualangan Di Bumi Pramuka [ SEGERA TERBIT]
MaceraDi Bumi Perkemahan Nasional, regu pramuka yang terdiri dari Rian, Nadya, Alvin, Tika, Bagas, Gilang, dan Naufal menemukan petunjuk menuju harta karun bersejarah. Menghadapi alam liar, cuaca ekstrem, dan regu saingan, mereka harus bekerja sama dan me...