Chapter 08: Jejak Hilang di Hutan Berkabut

86 69 44
                                    

Pagi itu, regu Rian melanjutkan perjalanan mereka menuju pos selanjutnya. Mereka telah menyelesaikan tantangan di danau, tetapi mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih jauh dari selesai. Kabut tebal menyelimuti hutan yang harus mereka lalui, membuat suasana menjadi lebih mencekam.

"Nggak ada yang boleh jauh-jauh. Kita tetap harus kompak dan terus berkomunikasi," ujar Nadya, mengingatkan teman-temannya. Kabut yang pekat membuat jarak pandang terbatas, dan suara-suara hutan terdengar samar, seperti bisikan yang menggema di antara pepohonan.

Rian mengambil posisi di depan, dengan Alvin di belakangnya membawa kompas. Mereka berusaha mengikuti peta, namun kabut seolah-olah mengubah arah setiap kali mereka mencoba menavigasi. Gilang, yang biasanya paling percaya diri dengan arah, mulai merasa gelisah.

"Harusnya kita sudah dekat dengan tanda batu besar yang ada di peta, tapi aku nggak bisa lihat apa-apa," kata Gilang sambil memandangi sekeliling. Ia berusaha mengingat jalan yang sudah mereka lalui, namun kabut membuat semuanya terlihat sama.

Ketegangan semakin terasa ketika Naufal, yang berada di belakang, tiba-tiba berhenti. "Guys, kita nggak bisa lanjut kalau begini terus. Kita mungkin tersesat," ucapnya dengan nada cemas.

Rian mencoba menenangkan regunya. "Kita istirahat sebentar, sambil cari tanda-tanda lain. Jangan panik, kabut ini pasti akan hilang."

Namun, ketegangan bertambah saat mereka menyadari bahwa Nadya, yang tadi berada di samping Gilang, sudah tidak terlihat. Semua langsung berbalik, memanggil-manggil nama Nadya, namun yang terdengar hanya gema suara mereka yang hilang ditelan kabut.

"Kita nggak boleh terpisah lagi!" kata Rian tegas. Ia berusaha tetap tenang, meski perasaan khawatir mulai menyelimuti. "Ayo kita cari Nadya, tapi tetap dalam jarak pandang yang dekat."

Mereka mulai bergerak perlahan, mencari jejak Nadya. Hati mereka berdebar kencang. Dalam kabut itu, setiap bayangan pohon terlihat seperti siluet manusia, membuat mereka beberapa kali salah mengira telah menemukan Nadya.

Di tengah pencarian, Alvin melihat jejak kaki kecil yang samar di tanah basah. "Ini kayaknya jejak Nadya," kata Alvin sambil menunjuk jejak tersebut. "Kita harus ikuti jejak ini."

Mereka mengikuti jejak itu hingga tiba di sebuah area yang tampak sedikit terbuka, masih diselimuti kabut, tetapi cukup untuk melihat sedikit lebih jauh. Di sana, mereka menemukan Nadya sedang duduk di atas batu besar, menatap ke arah pepohonan dengan ekspresi bingung.

"Nadya!" teriak Rian lega. Nadya menoleh dan terlihat bingung kenapa ia bisa sampai terpisah. "Aku nggak tau gimana caranya aku bisa sampai di sini. Tadi rasanya aku masih ada di dekat Gilang."

Setelah berkumpul kembali, mereka beristirahat sebentar untuk menenangkan diri. Nadya menceritakan bahwa ia sempat merasa ada yang memanggil namanya dari arah hutan, dan tanpa sadar ia mengikuti suara itu. Namun, saat ia menyadari bahwa dirinya terpisah, kabut sudah terlalu tebal untuk kembali ke regunya.

"Jangan-jangan, suara itu cuma perasaanmu aja, atau bisa jadi ini bagian dari ujian yang kita harus hadapi," kata Gilang, mencoba menganalisis situasi. "Yang jelas, kita harus tetap bersama."

Mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati, kini memastikan tidak ada yang tertinggal atau terpisah lagi. Kabut mulai perlahan menipis, dan mereka melihat tanda batu besar yang sesuai dengan peta.

"Yes, kita ada di jalan yang benar!" seru Naufal dengan semangat baru. Mereka terus maju, akhirnya keluar dari hutan berkabut dan tiba di pos selanjutnya. Kak Bima yang sudah menunggu di sana tersenyum melihat mereka datang.

"Kalian mengalami pengalaman yang cukup menegangkan ya?" tanya Kak Bima setelah mendengar cerita mereka. "Kalian belajar satu hal penting hari ini, tetap kompak dan jangan mudah terpancing oleh hal-hal yang tidak jelas. Hutan ini kadang memberi ujian yang tidak kita duga."

Regu Rian mengangguk paham. Mereka belajar bahwa di alam, ketenangan dan kebersamaan adalah kunci untuk melewati rintangan. Pengalaman tersesat di kabut itu memberi mereka pelajaran berharga yang tidak akan mereka lupakan.

Saat mereka beristirahat di pos, Nadya berkata, "Aku beneran bersyukur kita bisa tetap kompak. Rasanya baru kali ini aku benar-benar merasakan makna dari semangat persatuan dalam pramuka."

Rian menepuk bahu Nadya dengan senyum. "Iya, ini perjalanan yang luar biasa, dan kita masih akan menghadapi banyak hal lain. Yang penting, kita tetap bersama."

Mereka tahu bahwa tantangan di bumi pramuka ini belum berakhir, tetapi dengan setiap langkah yang mereka ambil bersama, mereka semakin yakin bahwa tidak ada hal yang tidak bisa mereka hadapi sebagai sebuah regu. Petualangan masih panjang, dan persahabatan mereka adalah senjata terkuat yang mereka miliki.

Petualangan Di Bumi Pramuka [ SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang