Bab 6: Bertemu di Bandara

19.2K 209 1
                                    

*****

Dengan terpaksa, Marina akhirnya menyerah dan ikut bersama Willem. Lelaki itu terus mengancam akan menggendongnya, namun Marina berusaha untuk tidak menarik perhatian orang-orang di sekeliling.

Akhirnya, Marina dengan patuh masuk ke dalam mobil Willem ketika lelaki itu membukakan pintu untuknya. Mereka pun meninggalkan bandara menuju Mansion Blaxton.

Tak lama setelah itu, ponsel Marina tiba-tiba berdering. Panggilan tersebut dari Ibunya, Janeeta.

Marina sejenak melirik Willem, yang fokus pada jalan di depan. Kemudian dengan suara lembut, Marina menjawab panggilan dari Janeeta, "Ya, Halo Mom."

"Sayang, apakah kamu sudah meninggalkan bandara? Lalu sudah dimana sekarang?" tanya Janeeta di ujung telepon.

"Aku dalam perjalanan menuju Mansion Blaxton, Mom," jawab Marina.

"Sama Willem kan, Nak?" Janeeta memastikan.

Marina melirik sebentar pada Willem, yang terlihat acuh. "Iya," jawabnya.

"Syukurlah. Tadi rencananya yang akan menjemput kamu adalah Rio, tapi dia dan Axel sedang pergi bersama istri dan anak-anak mereka. Katanya akan terlambat, makanya Mom meminta bantuan Willem untuk menjemput kamu," terang Janeeta panjang lebar menjelaskan pada putrinya.

Marina menghela napas, "Seharusnya Mom tidak usah repot minta bantuan orang lain. Kalau nggak ada yang bisa menjemput aku, aku bisa naik taksi, Mom. Wellington bukan tempat yang baru bagiku," ujarnya dengan rasa keberatan. Willem melirik sebentar, kebetulan Marina juga melihat ke arah yang sama sehingga lirikan mereka bertemu. Marina segera fokus ke arah lain.

"Ya sudah, lain kali tidak seperti itu lagi. Mommy tunggu ya, Nak. Kalian hati-hati di jalan," ucap Janeeta penuh perhatian.

Tersenyum simpul mendengar perhatian sang Ibu, Marina membalas, "Ya, Mom," sebelum kemudian menjauhkan ponsel dari telinga dan menyudahi panggilan telepon dengan sang Ibu. Marina menatap sejenak layar perangkat canggih tersebut sebelum mematikan layarnya dan menyimpannya ke dalam tas branded miliknya.

Marina menghela napas pelan, kemudian mengangkat wajah. Ia mengerutkan kening sambil melirik pada Willem ketika lelaki itu menepikan kendaraan.

"Ada apa? Kenapa kamu berhenti?" tanya Marina sambil menatap datar pada Willem.

Willem kemudian memiringkan wajah ke samping kanan, menatap serius pada Marina. Sejenak sorot matanya terpaku pada wajah cantik sang wanita. "Aku minta maaf," ucapnya. Suaranya terdengar tulus. Marina menyadari, namun berusaha menyangkal. Dia menepis segala yang dia rasakan tentang lelaki itu.

Marina menarik pandangan dari Willem. Dia menunduk sejenak sebelum kembali mengangkat pandangan, lurus ke depan, "Sudah kumaafkan. Jadi aku rasa tidak perlu dibahas lagi yang sudah berlalu," suaranya terdengar tenang, namun hatinya terasa getir. Marina ingin menangis namun berusaha menahannya.

Dengan tatapan lekat, Willem menelan ludah dengan kasar, sekedar melembabkan tenggorokan yang terasa kering. Ia mencoba memberanikan diri membawa sebelah tangan ke arah Marina, hendak meraih tangan wanita tersebut. Namun, Marina dengan sigap menghindar.

"Aku sangat menyesal, Marina," ucap Willem. Suaranya terdengar parau, mencerminkan penyesalan yang teramat sangat.

Marina membalas, "Semuanya sudah terjadi, lalu apa gunanya kamu menyesal?" setelah beralih menatap lelaki tersebut.

Menghembus napas kasar, Marina melanjutkan, "Permintaan maaf melalui surat yang kamu kirim, aku sudah memaafkan dan ... melupakan semuanya. Jadi, aku mohon, hargai keputusanku. Aku tidak ingin membahas hal ini lagi, Will."

Godaan Sang Mantan (21++)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang