Berbeda satu tahun tingkatan kelas cukup membuat Jendra kesal. Pasalnya, si lebih tua sudah lebih dulu lulus dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, ketika ia masih harus berkutat sendirian di tahun terakhirnya di sekolah menengah pertama yang tiap harinya ia damba agar cepat menuju hari kelulusan.
Faktanya, Jendra mengejar si lebih tua, dan seisi rumah sudah mengetahuinya. Jendra ingin lanjut ke sekolah atas yang sama dengan Hesya.
SMAN 8 Yogyakarta, yang masuknya sulit bak ujian masuk perguruan tinggi. Peminatnya banyak, sekolah favorit, dan Hesya berhasil menerobos masuk. Jendra ketar-ketir walaupun seharusnya, nilainya masih berada di atas kata aman. Tapi Jendra tetap takut, takut kalau tidak bisa bersekolah di tempat yang sama dengan Hesya.
Entah mengapa, beberapa hari belakangan, Jendra merasa sedikit aneh. Ia kerap sulit menatap Hesya dengan benar, ketika si lebih tua juga sudah benar-benar berubah, mengganti panggilan antara keduanya menjadi gue-elo, tidak terkecuali pada teman seusianya.
Walau sepertinya aneh, panggilan gue-elo di lingkungan Kota Yogyakarta? Mungkin Hesya bertemu dengan teman yang berasal dari Jakarta atau sekitarnya, dan membuat Hesya terjerat cara berbicara yang sama? Jendra tidak tahu menahu, tetapi ia pun tetap mengikuti. Malu kalau tidak, katanya.
Walaupun begitu, pertemuan keduanya tetap masih terjalin dengan lancar. Jendra kerap kali mengunjungi rumah Hesya sebelum berakhir pulang ke rumahnya larut malam. Bunda pun dengan senang hati selalu menerima Jendra.
Kegiatan mereka monoton, bermain game console di kamar Hesya, atau menonton film di ruang tengah, atau bernyanyi karaoke, atau apa pun yang bisa keduanya lakukan bersama. Sempai ketika, Hesya memajukan diri terlampau dekat dengan Jendra, ketika Hesya dengan berapi-api mununjukkan ponselnya di depan wajah Jendra, ternyata salah satu game kecintaannya sedang ada diskon di platform steam. Jendra kaget bukan main, reflek berdiri, menatap Hesya yang kebingungan, lalu pergi begitu saja meninggalkan Hesya di kamarnya.
Jendra bingung, ada apa sebenarnya? Kenapa jantungnya lagi-lagi berdegup dengan kencang? Jendra benar-benar merasa aneh.
Belakangan ini, memang Jendra merasa ada yang berubah dengannya, Hesya, dan hubungan keduanya. Akibat jadwal kesibukan keduanya yang berbeda, mereka memutuskan untuk sedikit mengurangi pertemuan, karena lelah dan memilih untuk beristirahat saja di rumah masing-masing.
Akibat itu, Jendra menjadi sangat mendambakan hari kelulusan dan masuk ke sekolah atas yang sama dengan Hesya. Ia tidak mau berlama-lama lagi sendirian seperti ini.
- - -
25 Juli 2018, hari kelulusan siswa tahun akhir sekolah menengah pertama, hari yang paling ditunggu Jendra. Kepalang bahagia, ia mengajak Hesya untuk datang berfoto di lapangan sekolah, seperti dulu. Tapi Hesya bilang ia sepertinya akan datang terlambat, karena ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolahnya.
Jendra merasa sedikit kecewa, bagaimana kalau Hesya tidak bisa datang? Namun, dalam sepersekian detik, pikiran itu dihilangkan oleh sosok nyata Hesya yang datang tepat di depannya saat ini.
"Maafff, kelamaan nunggunya gak? Tadi gue ganti baju dulu soalnya takut bau keringet."
Cantik.-- Lagi-lagi, Jendra langsung membuang pikiran itu.
"Sama ini, tadi gue lewat toko bunga, sekalian aja beliin lo buket. Selamat akhirnya gak jadi anak SMP lagi!" kata Hesya sambil menyerahkan sebuket bunga cantik, yang cantiknya menyamai si pemberi.
"Makasih. Buruan, foto." balas Jendra seraya menerima buket dan memberi isyarat pada Hesya untuk segera berdiri di sampingnya dan melakukan sesi foto.
Dan lagi-lagi momen ini akan diabadikan ke dalam kotak memori di otak Jendra, tanpa tahu, foto itu akan lagi-lagi tercetak rapi dan tertempel pada dinding hias di kamarnya.
- - -
12 Agustus 2018, hari penerimaan siswa baru SMAN 8 Yogyakarta, yang mana terdapat Jendra di dalamnya, sedang mengikuti upacara penerimaan masuk yang akan dilanjutkan dengan berbagai kegiatan orientasi siswa.
Jendra kepalang bahagia, apa lagi ketika netranya mendapati sosok Hesya yang berdiri kokoh menggunakan jas almamater sekolah sedang sibuk mengatur barisan siswa baru.
Oh, ternyata Hesya panitia.
Jendra jadi mengetahui satu hal krusial dalam hidupnya, bahwasannya orang itu, orang yang sedang ia tatap, telah menjadi salah satu orang yang paling disegani di sekolah ini. Dengan paras yang begitu menawan, etika yang baik, aktif kesiswaan, tidak dapat dipungkiri, pengagum Hesya sangat membludak.
Jendra merasa... aneh. Saat ini, sangat aneh. Ia sangat ingin menyapa Hesya, tapi tidak bisa. Sesuatu menahannya.
- - -
Selama di sekolah, mereka kerap kali sering berpapasan di sela-sela jam istirahat. Sulit, menurut Jendra, untuk menjadi seperti dulu, dengan dunia Hesya yang sudah sangat berbeda dengan milik Jendra, yang masih terpusat pada satu orang pemilik rambut hitam pekat sedikit magenta.
Mereka masih tetap bertukar sapa, tapi untuk seorang kakak kelas yang dekat dengan adik kelasnya, menurut Jendra itu sedikit mustahil, meskipun Jendra sangat menginginkan itu.
Namun, sepulang sekolah, ternyata mereka tetap bertemu di halaman rumah keduanya, Hesya senantiasa mengajak Jendra untuk tetap datang dan bermain ke rumahnya, agar tetap dekat, katanya.
Ya, Jendra sangat menyukai ide itu. Hesya pun bilang,
"Kalo di sekolah gak usah jaga jarak anjir? biasa ajaa kayak kalo lagi di rumah gini aja, okee? santai kalo mau ajak gue makan siang bareng juga."
"Ohh, oke, kalau gitu."
![](https://img.wattpad.com/cover/376348618-288-k419551.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
At the End of the Day [JAYSEUNG]
Romancewill they make it, until this end of the day? jay x heeseung