Pukul 9 malam lewat 15 menit, keduanya sampai di lokasi, salah satu pantai di penghujung selatan DI Yogyakarta.
Jendra parkirkan mobil dengan posisikan belakang mobil pasti miliki pandangan atas indahnya pantai malam ini. Mesin mobil dimatikan Jendra, keduanya pun bergegas keluar. Namun, ternyata Jendra melangkah lebih dulu untuk bukakan bagasi mobil dan keluarkan sebuah selimut tipis berwarna putih bersih.
Ia lebarkan dan pasangkan menutupi seluruh permukaan bagasi mobil, dengan harapan agar keduanya bisa duduk di atasnya dengan nyaman dan pandangi langit serta pantai di malam sunyi.
Karena faktanya, Jendra sudah niatkan agenda ini sejak sebelum Hesya ajak dirinya bertemu.
"Lagi ngapain sih?" tanya Hesya setelah melihat kesibukan Jendra bergulat dengan selimut dan bagasi mobil sedari tadi.
"Ini, sini duduk." ajak Jendra setelah benar-benar posisikan tubuhnya menempati bagian kosong bagasi mobil.
"Kenapa duduk di situ? Gak langsung di pasirnya aja?" jawab Hesya sembari mengangkat jari telunjuknya merujuk pada tempat kosong yang sangat dekat dengan air dan ombak pantai.
"Oh, mau di situ?"
"Iya."
Jendra pun segera bangkit dari duduknya dan memilih untuk menutup pintu bagasi dan mengunci mobil.
"Ayo."
Maka, kini keduanya sudah dudukkan diri dengan manis di atas luasnya pasir bersih dan terima beribu hembusan angin malam dari Pantai Parangkusumo.
Tak ada konversasi, tak ada yang ingin legakan tenggorokan, tak ada yang ingin gunakan pita suara, keduanya setia tutup rapat belah bibir.
Hembusan angin tiup kencang tiap helai rambut keduanya, tak ada yang ingin palingkan netra untuk tatap wajah masing-masing.
Netra mereka konstan lihat indahnya tarian ombak pantai malam ini. Telinga mereka hanya fokus dengar desiran ombak pantai malam ini.
Sampai ketika, salah satunya memilih untuk membuka percakapan, dengan sebuah pengakuan.
"Aku cinta kamu, Hesa."
"To me, you're everything that exist, the reality of everything."
"You are that part of me I'll always need."
"You are the love that came without a warning, you had my heart before I could say no."
"I've never been good at telling people how I feel, but you make me want to try, Sa."
Ocehan Jendra ia utarakan tiada habisnya. Dada kedua insan ini memberat sejak detik pertama Jendra loloskan ucapan, sesak seperti terikat benang kusut. Tetapi, netra keduanya tetap setia pandangi lekukan ombak pantai.
Hembusan angin makin meredam suara Jendra yang setengah mati ia usaha tegarkan.
"My eyes only get lost in yours, kamu pusat segala kehidupanku, Hesya."
Ingin rasanya Hesya lepaskan dan teteskan butiran air yang sepertinya telah penuh menggelinang di kedua netranya, sudah mati-matian Hesya bendung dengan sekuat dinding pertahanannya agar tidak tumpah.
Namun, Jendra masih tetap di sana, tegar ucapkan tiap kalimat yang keluar dari pita suaranya.
"I didn't say I love you to hear it back, anyway. I said it to make sure you knew."
"Please, don't doubt my love for you, Hesa. It's the only thing I'm sure of."
"Jend—"
Putus ucapan Hesya ketika ia palingkan wajah ke sebelah kanannya dengan harapan ingin tatap si lawan bicara, tetapi sosok yang ia tuju terlampau lebih cepat dirikan tubuhnya dan langkahkan kakinya menuju kembali ke lokasi mobil terparkirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
At the End of the Day [JAYSEUNG]
Romancewill they make it, until this end of the day? jay x heeseung