Bagian 4

8 1 0
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi, menandakan akhir dari hari yang panjang. Nugraha, seperti biasa, sudah menunggu di parkiran, duduk santai di atas motornya sambil melamun. Tak lama, Hani datang dengan langkah cepat, membawa semangat yang terlihat jelas dari senyumnya.

"Nungguin yaa?" ledek Hani, suaranya penuh canda.

"Iyaa nih, nungguin" balas Nugraha, menurunkan helm yang ia pegang lalu memakaikannya kepada Hani. Ia sengaja bersikap lebih manja, berharap bisa sedikit menggoda Hani. "Yaudah yuk, naik" lanjutnya.

Namun, sebelum mereka benar-benar melaju, Hani tiba-tiba ingat sesuatu. "Hmm... Kak, boleh mampir sebentar gak ke toko buku? Ada yang mau aku cari."

Mendengar permintaan itu, hati Nugraha langsung melompat senang. Itu seperti tawaran emas baginya, kesempatan untuk menghabiskan waktu lebih lama bersama Hani. "Ohh, boleh, boleh," jawabnya cepat. "Tapi habis itu sekalian ya temenin aku makan, katanya ada nasi goreng enak di deket sini." Sebenarnya, itu hanya akal-akalan Nugraha saja supaya bisa lebih lama bersama Hani.

"Iya, boleh kok" jawab Hani, senang. "Lagian aku juga jarang keluar rumah sejak pindah, jadi gak terlalu tahu tempat-tempat di Jakarta"

Sesampainya di toko buku, Hani langsung menuju rak yang berisi buku-buku terjemahan. Sementara itu, Nugraha mengikutinya dari belakang dengan senyuman lebar. Dia menikmati setiap detik kebersamaan ini.

"Kamu nyari buku apaan?" tanya Nugraha, memecah kesunyian yang nyaman.

"Aku nyari kamus Rusia sama novel Kata dari Rintik Sedu" jawab Hani sambil menelusuri deretan buku.

Nugraha langsung merasa sedikit khawatir mendengar "Rusia" "Kamu mau ke Rusia?" tanyanya dengan nada cemas, takut Hani akan pergi jauh.

"Rencana sih, mau kuliah di sana" jawab Hani dengan tenang. "Semoga aja bisa"

"Alhamdulillah masih lama, berarti" celetuk Nugraha dengan nada lega, lalu buru-buru menutup mulutnya, menyadari kalau ucapannya agak canggung. "Eh maksudnya, semoga sukses ya kuliahnya"

Hani hanya tertawa kecil, melihat wajah Nugraha yang tampak malu.

Waktu berjalan cepat, dan ketika mereka selesai mencari buku, langit sudah mulai gelap. Nugraha melihat ke luar jendela toko dan menghela napas. "Udah mulai gelap nih. Ayo makan dulu habis itu pulang, biar gak kemaleman" ajaknya.

"Yaudah yuk" jawab Hani.

Setelah membayar buku, mereka pun bergegas ke tempat nasi goreng. Nugraha sengaja memilih tempat yang tidak terlalu ramai, agar mereka bisa lebih nyaman.

Setelah memesan makanan, Nugraha menoleh ke arah Hani. "Kamu minumnya mau apa, Han?"

"Es teh manis aja deh"

"Oke. Mas, satu es teh manis, satu es teh tawar" ucap Nugraha kepada penjual nasi goreng.

"Kamu gak suka minuman manis ya, Kak?" tanya Hani penasaran.

Nugraha tersenyum jahil. "Aku suka sih, tapi kalau sekarang aku minum yang manis-manis, nanti es teh-nya malah tambah manis gara-gara deket kamu" katanya sambil menggoda.

Hani langsung merona, mukanya merah dan senyum malu-malu terulas di wajahnya. "Ih dasar gombal" jawab Hani, menutupi wajahnya dengan tangan.

Ketika nasi goreng tiba, Nugraha tak henti-hentinya menatap Hani, membuat Hani semakin salah tingkah.

"Kenapa sih, Kak, liatin aku terus? Jadi malu kan" ucap Hani, menunduk sambil memainkan sendok di tangannya.

"Kan biar es teh-ku makin manis" jawab Nugraha dengan senyum jahilnya.

Setelah selesai makan, Nugraha mengajak Hani berkeliling kota. Mereka menikmati malam yang penuh tawa dan canda, meskipun sesekali terjebak macet karena jam pulang kerja. Nugraha terus menggoda Hani, hingga di tengah perjalanan ia kembali meledek. "Kamu kalau capek, boleh kok peluk aku"

"Serius? Aku beneran boleh meluk Kakak dari belakang?" tanya Hani, suaranya sedikit malu-malu tapi terdengar tulus.

Nugraha tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. "Boleh kok, peluk aja. Aku malah seneng tau"

Akhirnya, Hani dengan malu-malu melingkarkan tangannya ke punggung Nugraha. Bagi Nugraha, ini adalah momen yang sempurna. Hani yang pemalu akhirnya memeluknya, dan dia merasa malam ini benar-benar miliknya.

Setelah beberapa saat, mereka tiba di depan rumah Hani. "Makasih ya, Kak, hari ini. Kalau udah sampai rumah, kabarin aku ya, hati-hati di jalan"

"Iya, makasih juga. Aku pasti kabarin. Jangan telat besok, aku jemput lagi ya" jawab Nugraha dengan senyum puas.

"Oke, siap, Kak" balas Hani sambil tersenyum malu sebelum masuk ke dalam rumah. Nugraha tak bisa berhenti tersenyum sepanjang perjalanan pulang, memikirkan hari terbaiknya bersama Hani.


***

Setelah sampai di rumah, Nugraha masih tidak bisa berhenti tersenyum. Hari ini terasa begitu sempurna baginya, mulai dari menjemput Hani di sekolah, pergi ke toko buku bersama, hingga menikmati momen makan malam yang penuh canda tawa. Nugraha bahkan masih bisa merasakan pelukan Hani saat mereka berkendara pulang, membuat perasaannya semakin melayang.

Dia melepas jaketnya, lalu duduk di atas ranjang sambil merebahkan diri sejenak. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar, tapi pikirannya masih terbayang-bayang wajah Hani. Setiap detail hari ini kembali berputar di benaknya, membuat dadanya terasa hangat.

"Kenapa ya, gua seneng banget hari ini?" Nugraha bertanya pada dirinya sendiri. Ia tahu jawabannya. Hari ini adalah hari di mana dia bisa lebih dekat dengan Hani, dan itu lebih dari cukup untuk membuatnya tersenyum lebar sepanjang malam.

Ponselnya bergetar di meja, tanda ada pesan masuk. Nugraha segera meraihnya dan membuka aplikasi chat. Pesan dari Hani.

Hani: "Kak, makasih ya hari ini. Aku seneng banget bisa jalan sama kakak. Hati-hati di jalan, ya. Jangan lupa kabarin kalo udah sampai rumah"

Nugraha tersenyum kecil membaca pesan, dan jari-jarinya langsung bergerak mengetik balasan.

Nugraha: "Aku juga seneng banget hari ini. Baru aja sampe rumah. Kamu udah istirahat belum?"

Tak lama, Hani membalas.

Hani: "Udah mau istirahat, kok. Kakak jangan begadang ya, besok masih harus jemput aku lagi kan? 😁"

Nugraha tertawa kecil membaca pesan. Sepertinya Hani juga menikmati waktu mereka bersama, dan semakin membuatnya senang.

Nugraha: "Tenang aja, besok pasti jemput. Kamu tidur yang nyenyak, ya" 

Setelah mengirim pesan, Nugraha meletakkan ponselnya di samping dan merebahkan dirinya lagi. Dia merasa lebih bersemangat untuk hari esok. Mungkin, ini awal dari sesuatu yang lebih besar antara dia dan Hani. Nugraha tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi, tapi satu hal yang jelas, ia sangat menikmati setiap momen yang ia habiskan bersama Hani.

Dengan senyuman yang masih terlukis di wajahnya, Nugraha perlahan terlelap, membiarkan pikirannya dipenuhi oleh bayangan indah tentang hari ini dan harapan-harapan untuk hari esok.

Tentang MerelakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang