Bagian 10

7 1 0
                                    

Hari keberangkatan Hani adalah salah satu hari yang paling berat bagi Nugraha. Sudah seminggu sejak dia mendengar kabar bahwa ayah Hani akan dipindah tugaskan ke kota lain, dan itu berarti mereka akan menjalani hubungan jarak jauh. Meskipun Hani terus meyakinkan bahwa mereka akan baik-baik saja, Nugraha tak bisa menghindari rasa sedih yang menghantui.

Selama hubungan mereka, ada satu benda yang selalu memiliki arti khusus bagi Hani, yaitu sweater kesayangan Nugraha. Sweater itu sudah menjadi simbol dari kehangatan dan kasih sayang Nugraha. Setiap kali mereka pergi jalan-jalan malam atau ketika Hani merasa kedinginan, Nugraha tak pernah ragu untuk meminjamkan sweater itu padanya. Hani selalu merasa nyaman saat mengenakan sweater itu, seolah kehadiran Nugraha selalu ada di sekitarnya.

Saat mereka duduk di pinggir jalan menikmati malam di angkringan atau berjalan bersama seusai sekolah, Hani sering kali mengenakan sweater itu. "Kamu keliatan lucu banget pakai sweater aku" goda Nugraha sambil menatap Hani yang tampak manis dalam balutan sweater yang sedikit kebesaran di tubuhnya.

Hani hanya tersenyum malu-malu. "Aku suka pakai ini, soalnya hangat... kayak kamu" ucap Hani pelan, membuat Nugraha tersenyum lebar dan meraih tangan Hani, menggenggamnya erat.

Malam sebelum keberangkatan Hani ke kota lain, Nugraha dengan sengaja memberikan sweater itu kepadanya sebagai kenangan. Sweater itu telah menjadi bagian dari kebersamaan mereka selama ini, dan Nugraha ingin memastikan Hani membawanya, seolah dengan sweater itu, Nugraha selalu ada di dekatnya.

"Ini, aku mau kamu bawa sweater ini. Biar kamu ingat aku, dan kalau kamu kangen, tinggal pakai aja, ya" ucap Nugraha sambil menyerahkan sweater tersebut.

Hani tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Iya, pasti aku bakal pakai ini terus, sayang. Makasih, ya"

Sebagai bentuk kenangan terakhir sebelum Hani pergi, Nugraha juga mengajaknya untuk photobooth lagi, sesuatu yang selalu mereka lakukan selama ini.

"Kita photobooth lagi yuk yang banyak" pinta Nugraha sambil merengek seperti anak kecil.

"Ihh, kita udah banyak tau, sayangg" jawab Hani sambil tertawa.

"Ayoo, buat sayang" kata Nugraha, masih dengan wajah memelas.

"Yaudah, yuk" kata Hani akhirnya menyerah, karena apa yang dilakukan Nugraha selalu berhasil membuatnya senang.

Malam itu terasa begitu berkesan bagi mereka. Hani terus mengenakan sweater Nugraha sepanjang waktu, seolah tak ingin melepaskannya.


***

Hari berikutnya, hari perpisahan akhirnya tiba. Nugraha mengantar Hani ke bandara. Mereka tidak banyak berbicara selama perjalanan, hanya sesekali Hani menggenggam tangan Nugraha dengan erat, seolah tak ingin melepaskannya. Nugraha pun tak bisa menyembunyikan kesedihannya.

Sesampainya di bandara, suasana hati semakin berat. Nugraha tau ini bukan perpisahan selamanya, tetapi tetap saja, ada sesuatu yang membuatnya merasa kehilangan. Orang tua Hani sudah lebih dulu di bandara, sementara Hani baru bisa pergi setelah menyelesaikan urusan sekolah dan ujian.

"Kita gak apa-apa, kan, LDR? Yang penting kita saling percaya dan komunikasi lancar terus, ya" ucap Nugraha, mencoba terdengar kuat meski hatinya rapuh.

Hani menatap Nugraha dengan mata yang berkaca-kaca. "Iya, sayang. Itu pasti kok. Aku janji, kita bakal baik-baik aja" Suaranya mulai bergetar, dan air mata pun jatuh, tak bisa ditahan lagi.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Nugraha menarik Hani ke dalam pelukan yang erat. Mereka berpelukan lama sekali, seakan-akan ini adalah pelukan terakhir mereka. Nugraha berusaha menahan air matanya, namun sulit baginya untuk tidak menangis. Setelah beberapa saat, Nugraha melepas pelukannya perlahan dan mengecup kening Hani, lembut.

"Udah, pergi sana. Takut nanti ketinggalan pesawat" kata Nugraha dengan nada tercekik, mencoba bersikap kuat di depan Hani.

Hani menangis lebih keras, tapi dia mengangguk dan berkata, "Iya, aku pergi ya. Jaga diri baik-baik" Dia melangkah menjauh, dan sebelum benar-benar pergi, dia berbalik, tersenyum dengan air mata yang masih membasahi pipinya. "Jangan lupa kabarin aku kalau kamu udah sampai rumah, ya"

"Iya, sayang. Kamu juga ya, kabarin aku kalo udah sampai sana"

"Jangan lupa kabarin kalau udah sampai ya, sayang"

"Iya, sayang"

Hani kemudian membalikkan badan, berjalan menuju pintu keberangkatan. Nugraha melihatnya hingga sosok Hani menghilang dari pandangannya. Dengan berat hati, Nugraha pulang.

Sesampainya di rumah, Nugraha merasa kelelahan, baik fisik maupun emosional. Dia melemparkan tubuhnya ke sofa, tanpa sengaja tertidur. Ketika terbangun, waktu sudah menunjukkan pukul 15.00. Nugraha segera membuka ponselnya, berharap ada kabar dari Hani bahwa dia sudah sampai dengan selamat. Namun, yang dia temukan adalah puluhan missed call dan pesan dari Riki. Nugraha membuka salah satu pesan yang menggetarkan dunianya.

Riki: "Nug, gua gak tau harus gimana bilangnya, tapi gua barusan liat berita... pesawat Air One yang Hani naikin, hilang kontak sejak jam 14.00 tadi"

Nugraha tidak percaya apa yang dibaca. Tangannya bergetar, hatinya hancur seketika. Dia langsung menyalakan televisi, berharap itu semua hanya kabar salah. Tapi yang dia lihat hanya memperkuat ketakutannya. Berita utama di layar menunjukkan bahwa pesawat Air One telah hilang kontak. Waktu terakhir mereka terhubung adalah pukul 14.00, tepat setelah lepas landas.

Nugraha merasakan dadanya sesak. Air matanya jatuh tak terkendali. Rasanya dunia seakan runtuh di hadapannya. Tanpa sadar, tangannya membuka obrolan terakhir dengan Hani di ponselnya. Pesan terakhir dari Hani masuk beberapa menit sebelum pesawat berangkat, dan itu adalah sebuah foto.

Foto Hani tersenyum, mengenakan sweater kesayangan Nugraha yang dia berikan sebelum Hani pergi. Di bawah foto itu, ada sebuah pesan yang menghancurkan hati Nugraha.

"Aku sayang kamu, jaga diri baik-baik ya. Tunggu aku. Sampai bertemu di lain hari"

Pesan itu seakan menjadi ucapan perpisahan terakhir yang tak pernah ia harapkan. Nugraha terisak, memegang erat ponselnya seolah itu adalah satu-satunya cara untuk merasakan kehadiran Hani. Sweater yang pernah dia kenakan kini menjadi kenangan terakhir yang nyata.

Nugraha merasa seluruh dunianya runtuh. Di dalam hatinya, hanya bisa berharap semua ini adalah mimpi buruk, berharap dia bisa mendengar suara Hani lagi, melihat senyumnya, dan merasakan pelukannya. Tapi kenyataan telah merenggut itu semua. Nugraha berharap bahwa suatu hari, entah kapan, mereka akan bertemu lagi, meski mungkin tidak di dunia ini.

"Aku berterima kasih pada semesta karena pernah mempertemukan kita. Meski kini kita tak lagi bersama, cintamu selalu menjadi alasan untuk aku terus melangkah dan merelakan"

Tentang MerelakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang