Keesokan harinya, Nugraha benar-benar telat. Semalam, dia terus memikirkan Hani, membuatnya sulit tidur. Saat akhirnya terbangun, Nugraha panik, cepat-cepat mengambil sepeda motornya dan langsung melaju ke rumah Hani. Dalam pikirannya, dia yakin Hani sudah berangkat duluan ke sekolah karena ia terlambat.
Namun, dari kejauhan, Nugraha terkejut melihat sosok Hani yang berdiri di depan rumah, sudah lengkap dengan helm di tangan, menunggunya dengan tenang. Hati Nugraha berdesir melihat kesabaran Hani.
"Haduhh, maaf aku telat" ucap Nugraha dengan wajah menyesal, "Aku tadi malem gak bisa tidur"
Hani tersenyum, tanpa menunjukkan tanda-tanda kesal. "Iya, gak apa-apa kok kak. Yuk, buruan ke sekolah, sebentar lagi bel"
Mendengar Hani berbicara begitu lembut, Nugraha semakin heran. Jarang sekali ada perempuan yang rela menunggu dengan sabar, apalagi hanya karena janji sederhana.
"Kamu kenapa gak naik angkutan umum aja?" tanya Nugraha, masih merasa bersalah.
"Kan katanya kakak mau jemput, jadi aku tunggu deh" jawab Hani, polos.
Jawaban itu membuat Nugraha semakin merasa bersalah. Perempuan yang baru ia kenal sehari ini rela menunggunya, padahal ia sendiri telat. Nugraha tidak bisa membayangkan ada orang yang begitu sabar seperti Hani.
Setibanya di depan sekolah, kenyataan pahit langsung menyambut mereka, gerbang sekolah sudah tertutup rapat. Nugraha merasa semakin bersalah. Hani yang tak ada hubungannya dengan keterlambatan ini harus terkena imbasnya.
"Yahh, aku minta maaf banget, Hani. Karena aku telat, jadinya kamu gak bisa masuk. Maaf ya, aku memang cowok yang ceroboh" ujar Nugraha dengan nada penuh penyesalan, sambil menundukkan kepala, terlalu malu untuk menatap Hani.
Namun, reaksi Hani sungguh di luar dugaan Nugraha. "Ya Allah, gak apa-apa kak. Santai aja, aku belum pernah bolos kok. Lagian kita kan bolos berdua, bukan sendiri. Mending kita pergi jalan-jalan aja"
Nugraha tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia benar-benar terheran-heran. Bagaimana bisa Hani begitu santai, padahal teman-temannya yang lain mungkin sudah marah besar kalau berada di posisi yang sama? Jika saja Riki yang telat, Nugraha pasti sudah mendengar ocehannya sepanjang hari.
"Aku tetep gak enak sama kamu. Maaf, aku gak baik sama kamu, dan gara-gara aku, kamu jadi telat" ujar Nugraha sekali lagi, masih merasa bersalah.
Namun, Hani hanya tertawa kecil. "Haduhh kak... gak apa-apa, kan aku udah bilang. Kaka baik kok, dan aku gak marah sama kamu"
Nugraha merasa sangat bersyukur. "Terima kasih, Tuhan" batinnya, "karena telah memberikanku kesempatan untuk mengenal perempuan yang begitu pengertian seperti Hani" Dengan perasaan lega, Nugraha akhirnya tersenyum. Mungkin, bolos sehari tak akan jadi masalah besar, terutama kalau ia bisa menghabiskan waktu bersama Hani.
***
Setelah meninggalkan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat, Nugraha terus memacu motornya dengan perasaan campur aduk. Pikirannya dipenuhi rasa bersalah karena telah membuat Hani terlambat dan harus bolos untuk pertama kalinya. Nugraha terdiam sepanjang perjalanan, tidak tahu harus pergi ke mana. Namun, di tengah kegelisahannya, Hani dengan santai memberikan petunjuk.
"Kak, biasanya kalau telat gini, kakak kemana?" tanya Hani, memecah keheningan di antara mereka. Suaranya terdengar ringan, seolah keterlambatan mereka bukan masalah besar.
Nugraha terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab pelan, "Biasanya ke basecamp" jawabnya singkat, masih merasakan rasa bersalah yang berat di dadanya.
"Wih, basecamp? Ya udah, yuk ke sana aja" jawab Hani dengan penuh semangat, tanpa menunjukkan sedikit pun tanda kesal.
Nugraha menoleh sedikit, melihat ke arah Hani dari kaca spion. "Kamu yakin?" tanyanya, masih ragu.
"Iya, yakin kok" Hani menegaskan dengan senyuman yang membuat Nugraha sedikit lega. Ia pun menancapkan gas lebih kuat, membawa mereka menuju basecamp.
Basecamp Nugraha bukanlah tempat yang mewah, hanya sebuah warung kecil di ujung jalan yang dikelola oleh Bi Imas. Namun, bagi Nugraha, tempat itu sudah seperti rumah kedua, dan Bi Imas sudah dianggap seperti ibu sendiri. Ketika mereka tiba, Nugraha memarkir motor dan masih saja berdiam diri di atasnya, memikirkan kejadian tadi pagi. Bi Imas yang sedang di depan warung langsung keluar menghampiri mereka, dengan senyuman hangatnya.
"Loh, Nug? Tumben-tumbenan datang sama cewek? Telat berdua, ya?" ledek Bi Imas, mengangkat alisnya sambil tertawa kecil.
Hani, yang tak ingin suasana menjadi canggung, segera melangkah ke depan dan memperkenalkan diri. "Halo, Bi. Iya, aku sama Nugraha telat, jadinya kami ke sini deh. Kenalin, aku Hani," ucapnya dengan senyum ramah.
"Oh, iya, salam kenal, Hani, panggil saya Bi Imas" jawab Bi Imas dengan senyum hangat. "Silahkan, silahkan, duduk dulu"
Nugraha yang masih terpaku di motornya akhirnya turun dengan ragu, tapi ia tak berani menatap Hani langsung. Ia masih merasa bersalah. "Bi, pesan teh manis anget satu, ya" katanya pelan.
"Siap, Nug!" jawab Bi Imas riang, lalu berbalik ke dapur.
"Saya juga sama, teh manis anget, ya, Bi," tambah Hani.
Nugraha dan Hani duduk di salah satu bangku di depan warung, sementara Nugraha masih asik dengan pikirannya, menyeruput teh manis yang baru saja diantarkan. Hani, yang memperhatikan sikap Nugraha yang diam dan kadang melamun, memutuskan untuk membuka percakapan.
"Sekarang teh manis anget, Kak?" tanya Hani sambil menatapnya, mencoba memecah keheningan.
Nugraha menoleh sedikit dengan senyum tipis, mencoba menggombal meski suasana hatinya masih sedikit kacau. "Iya, karena hari ini aku gak berani natap kamu" jawabnya, berharap bisa membuat suasana sedikit lebih santai.
Hani tertawa kecil. "Dasar, gombal terus! Tapi gak apa-apa, aku udah izin kok tadi sama temen-temen. Besok tinggal kasih surat aja" ucapnya, mencoba menenangkan Nugraha yang terlihat masih khawatir.
Mendengar itu, Nugraha merasa sedikit lega. "Oh, syukurlah kalau gitu. Aku tadi takut kamu kena masalah gara-gara aku" jawabnya dengan nada lebih tenang.
Waktu terus berjalan, dan matahari mulai semakin tinggi. Perut Nugraha tiba-tiba berbunyi, dan ia menahan malu sambil tertawa kecil. "Udah jam sepuluh nih, Hani. Makan bubur yuk? Perutku udah mulai minta makan" ucapnya, menawarkan.
Hani yang juga merasakan lapar tersenyum. "Yaudah yuk, kebetulan aku juga laper"
Mereka berdua meninggalkan basecamp dan menuju tempat bubur favorit Nugraha. Lokasinya tidak jauh, hanya beberapa gang dari warung Bi Imas. Saat mereka tiba di tempat tersebut, Nugraha langsung memesan.
"Ini tempat bubur favorit aku, murah dan enak. Kamu harus coba!" kata Nugraha dengan bangga.
"Wah, beneran ya? Coba kita buktikan" balas Hani dengan semangat.
Mereka menikmati bubur sambil berbicara santai. Nugraha merasa lebih nyaman setelah beberapa saat, apalagi setelah mendengar tawa Hani dan melihat senyumannya yang tulus. Setelah selesai makan, Nugraha mengusulkan sesuatu yang lain.
"Habis ini kita main ke Timezone, gimana?" tanya Nugraha dengan mata berbinar, tak sabar ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Hani.
Hani tersenyum dan tanpa ragu menjawab, "Boleh!" Ia terlihat antusias, tak kalah bersemangat dari Nugraha.
Nugraha kemudian mengambil motor dan mereka berdua meluncur menuju mall terdekat. Hani yang duduk di belakang Nugraha memegang erat jaketnya, angin yang bertiup sejuk membuat perjalanan terasa menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Merelakan
RomanceNugraha, mulai menjalin hubungan dengan seorang gadis bernama Hani. Dari pertemuan pertama yang tidak disengaja di angkutan umum hingga interaksi yang lebih intens lewat chat dan pertemuan tatap muka, hubungan mereka tumbuh secara perlahan namun pas...