CHAPTER XI

18 9 6
                                    

Setelah beberapa lama terlelap, aku kembali terbangun di kamarku yang biasa. Aku terbaring sambil merenungkan kejadian yang kualami di dunia itu. Meskipun berbahaya, ada sesuatu yang membuatku ingin kembali. Mungkin itu rasa petualangan, atau mungkin juga tanggung jawab yang kurasakan terhadap teman-teman baruku.

Pagi itu, aku menjalani rutinitasku di dunia ini dengan rasa was-was yang tak bisa kuhapuskan. Setiap langkah yang kuambil terasa disertai firasat buruk. Pikiran tentang dunia lain itu terus menghantuiku. Bahkan di kantor, saat Darren berbicara padaku, pikiranku terus melayang.

 Bahkan di kantor, saat Darren berbicara padaku, pikiranku terus melayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sc gambar: pinterest

Tiba-tiba, saat aku terlelap sebentar di mejaku, aku kembali ke dunia itu. Aku melihat Davat sedang melawan sesuatu, dan aku hanya bisa terbaring di sana, terombang-ambing di antara sadar dan tidak. Terdengar suara Tuan Putri yang berusaha membangunkanku, tetapi semua itu terasa kabur.

"Avis, bangunlah!" Suara Darren tiba-tiba membangunkanku di dunia nyata hanya untuk mengatakan bahwa sudah waktunya pulang.

Aku, yang merasa khawatir, segera pulang dengan tergesa-gesa. Aku tahu bahwa aku harus kembali ke dunia itu, teman-temanku, mereka mungkin sedang berada dalam bahaya. Setelah sampai di rumah, aku langsung berbaring di ranjang dan mencoba tidur secepat mungkin.

Ketika akhirnya aku tertidur, aku kembali menemukan diriku di dunia itu. Namun, pemandangan yang kutemui membuat jantungku seakan berhenti berdetak.

Raksasa itu, Ograk, terluka cukup parah, ia sedang diobati oleh kakek tua yang menolongku sebelumnya. Tuan Putri duduk di sampingnya, terlihat murung, sementara Davat, Almos, dan Gael juga terluka.

Davat menatapku dengan mata penuh kekecewaan, seolah-olah menyalahkanku atas apa yang telah terjadi. Aku yang baru terbangun di dunia ini, hanya bisa berdiri, merasa tercekik oleh rasa bersalah.

"Ke-kenapa ini, apa yang telah terjadi pada Ograk?" Tanyaku.

Semuanya hanya diam sambil menundukkan kepala. Terkecuali Davat, ia bertepuk tangan, "akhirnya kau bangun, Tuan Pulas," ucapnya dengan nada mengejek. "Dengan keributan yang terjadi tadi, bisa-bisanya kau masih bisa tertidur pulas. Atau mungkin kau yang menyebabkan semua ini, lalu berpura-pura tidur? Keparat!" Bentaknya.

Aku terdiam sejenak, "maksudmu Ograk terluka karena ulahku?" tanyaku sambil menundukkan kepala.

"Ti-tidak, Avis. Hanya saja, saat kami bertarung dengan Ograk, kau... kau tidak bangun," ucap Tuan Putri, suaranya terdengar cemas.

"Tunggu, apa maksudmu? Kenapa kalian bertarung dengan Ograk?" tanyaku.

"Saat kita semua terlelap, tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar. Semuanya terbangun dan pergi memastikan. Lalu, kami melihat Ograk yang sedang mengamuk. Saat kami menghampirinya, entah kenapa dia malah menyerang kami, setelah itu aku melihat..." ucap Kakek tabib yang kemudia terdiam sejenak. "Aku melihat matanya berubah menjadi merah. Sama seperti Firvulf yang menyerang kita," tuturnya.

"Ki-kita terpaksa melawan Ograk, dan saat pertarungan terjadi, tiba-tiba dia.." Almos berkata lalu terhenti. "Tiba-tiba dia menghentikan serangannya dan melukai dirinya sendiri," Gael melanjutkan.

"Ada sesuatu yang keluar dari mulut Ograk, sesuatu yang hitam," Tuan Putri berkata dengan suara pelan.

"Makhluk hitam dengan mata merah," Davat menambahkan, nadanya tegang. "Dan sekilas sebelum dia menghilang, dia menatap tajam ke arahmu." lanjutnya sambil melihat ke arahku.

Tiba-tiba suara rintihan terdengar, menghentikan percakapan kami.

"Menjauhlah... jahat..." Ograk yang sedang diobati berkata setengah sadar.

Kami semua menghampirinya, dan akhirnya dia terbangun.

"Ograk!" seruku penuh semangat, berharap dia baik-baik saja. "Kerdil..." ucapnya dengan lambat, suaranya terdengar lesu.

"Apa yang terjadi padamu, sobat?" tanyaku khawatir, rasa bersalah kembali menyelimutiku.

Ograk terdiam sebentar, dia terlihat memikirkan sesuatu yang membuatnya marah. "Hitam... jahat..." ucap Ograk sambil menggeram. "Hitam... kerdil..." lanjutnya, membuatku semakin bingung dan khawatir.

Semuanya terkejut, dan sebelum aku sempat menjawab, tiba-tiba Davat mencekikku dengan kasar. "Keparat! Kau pasti tahu sesuatu tentang makhluk itu, bukan?!" bentaknya, suaranya dipenuhi kemarahan.

Tuan Putri mencoba menghentikan Davat, "Apa yang kau lakukan, Davat!" suaranya terdengar panik.

Davat akhirnya melepaskanku, membuatku terjatuh. Aku mencoba mengatur napas sebelum akhirnya berkata, "Aku tidak tahu apa-apa tentang makhluk itu!" tegasku dengan suara yang masih terdengar sesak. "Tapi sebelumnya, aku memang pernah bertemu dengannya...."

"Apa?!" seru mereka serentak.



Bersambung....







Cerita minggu ini udah author upload semua ya, jangan bosen nunggu cerita2 selanjutnya minggu depan. See u.....

OneironautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang