CHAPTER III

45 13 7
                                    

Sc gambar: pinterest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sc gambar: pinterest

Wanita itu, Tuan Putri, menoleh padaku dengan senyum tipis di wajahnya. Mata kami bertemu, dan untuk pertama kalinya sejak aku terbangun di tempat ini, ada sesuatu yang membuatku sedikit tenang, meski aku tidak tahu kenapa.

Pria itu menurunkan pedangnya, menoleh padaku dengan raut wajah penuh amarah. "Aku mohon maaf atas tindakanku tadi, Yang Mulia," ucapnya sambil menunduk kepada Tuan Putri.

"Kenapa kau meminta maaf padanya, dasar orang gila. Orang yang tadi kau hunuskan pedang adalah aku, bukan dia, harusnya kau minta maaf padaku," kataku kesal.

Pria itu kembali menoleh ke arahku, matanya menyala dengan kemarahan yang tertahan. "Ma-maafkan aku," ucapnya dengan nada yang jelas tidak ikhlas.

"Kalian mau jeruk?" ucap Tuan Putri tiba-tiba, seakan tidak menyadari ketegangan di ruangan itu. Dia mengeluarkan jeruk dari keranjang dan mulai mengupasnya dengan cekatan namun sedikit ceroboh, beberapa kali hampir menjatuhkan jeruk yang dia pegang.

Aku menatapnya, bingung. Bagaimana mungkin seseorang bisa begitu... tak peduli? "Ayo silakan, aku membawa banyak buah-buahan segar di keranjang," katanya sambil memasukkan satu potongan jeruk ke mulutnya.

Tuan Putri kemudian mengalihkan perhatiannya kepada pria tadi. "Pastikan dia diperlakukan dengan baik, Davat," ucapnya, sebelum kembali mengunyah jeruk. "Sekarang pergilah, aku ingin bicara dengannya."

"Tapi, Yang Mulia, kita tidak tahu siapa dia. Mungkin saja dia adalah kiriman yang diutus untuk mencelakai Tuan Putri. Saya harus memastikan..."

"Cerewet! Pergilah, aku juga bisa menjaga diriku sendiri," pungkas Tuan Putri dengan nada kesal namun lucu. Gerakannya yang lincah saat mengusir Davat tampak bertolak belakang dengan otoritasnya sebagai seorang putri.

"Baik, Yang Mulia," jawab pria itu, suaranya jauh lebih tenang sekarang. Dia kemudian keluar dari ruangan, meninggalkan aku sendirian dengan Tuan Putri. Ketika pintu tertutup, suasana kembali hening, menyisakan hanya suara kunyahan Tuan Putri yang sedang memakan buah di keranjang tadi.

Aku memutuskan untuk menghadapi apa yang sedang terjadi. "Ka-kau, kau adalah orang yang kemarin meninggalkanku di hutan. Cih, tampangmu mungkin imut, tapi aku yakin kau adalah wanita berdarah dingin. Seharusnya sebagai manusia yang berperasaan, kau akan datang menolongku, bukannya malah meninggalkanku di sana untuk mati!" Ocehanku semakin panjang dan emosional, sampai akhirnya dia memotong dengan satu kalimat yang membuatku terdiam.

"Itu karena kau telanjang."

Kata-katanya meluncur dengan santai, seakan-akan itu adalah alasan yang paling masuk akal di dunia. Aku terdiam, kehilangan kata-kata. Tuan Putri menatapku sejenak, lalu tersenyum cerah, menawarkan sepotong jeruk kepadaku. "Mau?"

Bersambung....






Huaaa, terhura sama readers yang masih baca sampe sini🫠 Makasiiii....
Gimana nih ceritanya? Tambah menarik kan, ayo kasih tanggapan kalian di komentar. Jangan lupa di vote juga biar author makin semangat nulisnya.
Sampai jumpa di next chapter😇

OneironautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang