CHAPTER XII

24 7 3
                                    

Sc gambar: pinterest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sc gambar: pinterest


Aku menceritakan pertemuanku dengan makhluk itu, melewatkan bagian bisikan halus darinya yang mengetahui bahwa aku bukan dari dunia ini.

"Jadi, kau merasa bahwa Ograk yang tersesat, Firvulf yang menjadi ganas, dan Ograk yang tiba-tiba mengamuk semuanya adalah ulah makhluk hitam itu?" Davat menatapku tajam, suaranya berat dengan keseriusan. Aku hanya bisa mengangguk, merasa berat untuk menjelaskan lebih jauh. Jantungku berdebar lebih kencang setiap kali membicarakan makhluk itu.

"Hanya ada satu cara untuk bisa memanipulasi Firvulf dan raksasa, dan itu adalah sesuatu yang sudah lama dilarang dan dimusnahkan di dunia ini..." tutur Davat, suaranya tercekat. Udara di sekitarku mendadak terasa lebih dingin, seolah bayangan kelam dari masa lalu yang tak kukenal menyelimuti kami semua.

"Mu-mungkinkah..." gumam Tuan Putri, suaranya nyaris hilang dalam kepanikan.

"Sihir..." Almos dan Gael saling berpandangan, wajah mereka pucat, kegelisahan jelas terlihat di mata mereka. Seolah kata itu memiliki kekuatan tersendiri yang menggetarkan hati mereka.

"Ta-tapi itu mustahil, sihir sudah lama dilarang, dan hal apapun tentang sihir sudah dimusnahkan. Yang tersisa dari sihir hanya ada pada senjata dan baju zirah," Tuan Putri menolak untuk mempercayai hal itu, meski nada suaranya mengisyaratkan keraguan.

"Yang Mulia benar, sihir sekarang memang hanya ada pada senjata dan baju zirah. Tapi jika yang dikatakan oleh Avis itu benar, maka masih ada makhluk yang bisa menggunakan sihir," Kakek tabib menambahkan dengan suara gemetar. Wajahnya yang sudah tua tampak semakin letih, seolah kenangan akan sihir membawa beban yang tak terucapkan.

"Bu-bukankah orang terakhir yang masih bisa menggunakan sihir adalah..." Almos melanjutkan dengan keringat dingin mengalir di wajahnya. "Ti-tidak, orang itu hanya ada pada legenda. Itu tidak mungkin nyata," lanjut Gael, lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri. Namun, nada suaranya yang bergetar menunjukkan bahwa dia sebenarnya meragukan apa yang diucapkannya.

"Untuk sekarang kita harus cepat-cepat kembali dan melaporkan ini kepada Komandan. Jika benar makhluk itu adalah sosok yang ada pada legenda, maka dia adalah musuh yang sangat berbahaya," ujar Davat, menguatkan keputusan. "Tuan Putri, sekarang hari sudah semakin terang, setelah Tuan Putri siap, maka kita akan berangkat."

"Kau benar, kita harus segera bergegas, tapi... bagaimana dengan Ograk?" Nada suara Tuan Putri cemas, menatap ke arah raksasa yang terlihat lemah. Matanya yang biasanya tenang kini dipenuhi oleh kekhawatiran yang dalam.

"Ograk... akan... sembuh..." gumam Ograk, suaranya serak dan lemah. "Ograk... raksasa... kuat..." lanjutnya, berusaha meyakinkan kami meskipun dari raut wajahnya, terlihat bahwa dia tengah berjuang melawan rasa sakitnya.

"Tapi..." Tuan Putri masih terlihat ragu, tatapan matanya tak lepas dari tubuh besar Ograk yang terluka.

"Pergi...! Ograk... marah...!" Ograk mengangkat suaranya, meski ada kelembutan dalam nada marahnya. Kami tahu bahwa dia ingin kami aman, meskipun harus berpisah dengannya.

Dengan hati yang berat, akhirnya Tuan Putri mengerti. Dia menundukkan kepala, memberikan wewenang kepada kami untuk bergegas. "Aku mengerti, baiklah semuanya, kita akan bergegas sekarang," ucapnya dengan tegas, meski ada nada kesedihan yang samar di dalamnya.

Kami mulai berjalan, meninggalkan Ograk yang sendirian di tengah hutan. Sebelum kami benar-benar pergi, Ograk menundukkan tubuhnya sedikit dan berbisik kepadaku.

"Kerdil... hati-hati..." bisiknya dengan suara serak.

Dengan tenaga yang masih tersisa, Ograk melambai pada kami sambil tersenyum hangat, senyum yang mencerminkan kebaikan hatinya. Tapi di balik senyumnya yang hangat, ada kesedihan yang tak dapat disembunyikan. Sebuah perasaan yang tidak ingin dia sampaikan dengan kata-kata.

 Sebuah perasaan yang tidak ingin dia sampaikan dengan kata-kata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sc gambar: pinterest

"Ograk! Ketahuilah, ini bukan perpisahan, aku berjanji akan kembali!" teriakku dengan suara lantang, berharap bisa memberikan semangat padanya. Ograk hanya tersenyum, meski lemah, tapi penuh ketulusan.

"Benar, aku juga akan sering mampir!" Gael menambahkan dengan suara yang penuh harapan. "Tentu saja aku juga sama!" lanjut Almos, air mata mulai mengalir di wajahnya.

Tidak ada yang berkomentar tentang air mata Almos, karena kami semua merasakan hal yang sama. Ada sesuatu tentang Ograk, raksasa yang terlihat menyeramkan itu, yang kini terasa begitu dekat di hati kami.

Tuan Putri, meskipun diam sejak tadi, aku tahu dia juga merasa berat meninggalkan Ograk. Wajahnya menunjukkan kesedihan yang mendalam. Begitu juga dengan kakek tabib, bahkan Davat. Aku melihatnya tersenyum kecil saat aku berteriak tadi, seolah menahan emosinya sendiri.

~~~

Perjalanan kami menyusuri hutan pun dimulai kembali. Kali ini, kami hanya bisa berharap tidak ada lagi bahaya yang menanti di depan. Dengan perasaan sedih, takut, dan penuh ketidakpastian, hutan ini terasa lebih berwarna, meski dihiasi oleh bayangan-bayangan kelam yang tak bisa kami hilangkan.

Saat kami berjalan semakin jauh, aku menoleh ke belakang, melihat Ograk yang semakin mengecil di kejauhan. Hatiku terasa berat, seolah ada yang tertinggal di sana. Bukan hanya seorang teman, tapi juga perasaan bahwa petualangan kami bersamanya telah berakhir. Tapi di sisi lain, perasaan aneh yang menggantung di udara membuatku tetap gelisah.

Sudah setengah jalan kami menyusuri hutan, aku bisa melihat jalan yang telah kami lalui kemarin, perjalanan pulang terasa lebih cepat. Namun, ada sesuatu yang tak bisa kutepiskan. Seolah ada sesuatu yang masih ingin dikatakan Ograk, sesuatu yang terlalu menyakitkan untuk diucapkan.

"Kau tahu, Gael, setelah apa yang terjadi, kurasa hutan ini tidak terlalu buruk," ucap Almos mencoba mencairkan suasana. "Ya, kau benar, tapi aku pernah mendengar dari seseorang bahwa dia tidak menyukai hutan ini?" Gael mengejek. "I-itu tidak benar, lagipula, kau juga awalnya berkata seperti itu!" Jawab Almos, dia terlihat malu.

Suasana kembali mencair, tapi meskipun begitu, ada hal yang membuatku terganggu. Sebenarnya, makhluk apa yang dibicarakan oleh mereka tadi? Lalu jika di dunia ini ada sihir, kenapa sekarang hal itu dilarang? Legenda apa sebenarnya yang mereka bicarakan? Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku, membuatku ingin mencari tahu segalanya tentang dunia ini. Dan yang paling penting, kenapa makhluk hitam itu bisa mengetahui bahwa aku bukan dari dunia ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu tidak memberiku jawaban, hanya perasaan takut dan penasaran yang terus berkembang. Tapi satu hal yang pasti, aku tahu bahwa perjalananku di dunia ini masih panjang. Dan apapun yang menanti di depan, aku harus siap untuk menghadapinya.

Bersambung....







Guys, mungkin ini jadi cerita terakhir minggu ini. Untuk beberapa hari/minggu kedepan, author mau hiatus dulu, ada beberapa urusan di rl.... So, makasi buat kalian yang udah baca dan nunggu selama seminggu ini. Author bakal balik lagi nanti dengan cerita selanjutnya yg pastinya lebih seru lagi, see u....

OneironautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang