03. Anggis Malu!

200 39 2
                                    

Hari ini, tepat dua minggu Anggis menyibukkan diri menjadi penjual nasi uduk. Dan sampai detik ini, jualannya semakin ramai dengan pelanggan yang semakin bertambah. Walau lelah, tapi ia bahagia. Rasanya semenyenangkan itu bisa mengumpulkan sedikit demi sedikit penghasilannya untuk ditabung.

Banyak hal yang ia pikirkan, terutama tentang Athar yang sebentar lagi akan bersekolah. Ia sadar, anaknya tidak banyak merasakan pendidikan untuk anak seusianya. Tapi tidak merasakan itu bukan berarti Athar belum bisa apa pun.

Suara derit pagar yang dibuka, membuat Anggis menoleh. Ia melihat sosok lelaki yang baru saja membuka pagar dan menyeberangi jalan. Dan ia tahu akan ke mana lelaki itu.

"Nggis, nasi uduknya masih ada?"

"Ada Pak."

"Tolong bungkusin lima, ya. Teman saya pada nitip soalnya." 

Anggis mengangguk, dan langsung membuatkan pesanan Pak Rama. Iya, lelaki yang baru saja berbicara padanya itu adalah Pak Rama. Lelaki mapan yang terlihat tampan dengan batik yang ia kenakan. Begitu pun dengan wangi parfum yang terasa nyaman untuk dihirup.

Suasana hening benar - benar tak nyaman untuk Anggis. Lelaki ini datang di saat pembeli lain sudah pergi, menyisakan kecanggungan karena sesuatu.

Tak ada yang aneh sebenarnya, kalau saja tidak ada cerita sebelumnya di antara mereka. Dan Anggis berharap, hanya mereka yang tahu.

Anggis bertemu kembali dengan lelaki ini empat hari yang lalu. Bertemu ketika lelaki itu datang untuk membeli nasi uduk. Terkejut? Tentu saja. Tapi mereka adalah manusia yang bisa mengontrol semuanya dengan baik. Dan seperti inilah akhirnya, mereka menjadi dua orang yang saling kenal tapi tak mengenal dengan baik.

***

Anggis berbalik setelah menutup pintu kontrakannya. Ia merentangkan tangan untuk menghalau rasa lelah yang masih terasa. Di jam yang baru menunjukkan pukul sepuluh pagi, nasi uduknya sudah habis tak bersisa. Dan pembeli terakhir yang ia layani adalah lelaki itu.

Pak Rama? Kenapa Anggis tak pernah berpikir lelaki itu adalah dia.

Abirama Pranadipta adalah nama lelaki yang dulu menjadi kakak kelas sekaligus kekasih Anggis selama tiga tahun di Sekolah Menengah Atas. Anggis yang menjadi murid baru, menjalin kasih dengan Rama yang saat itu sudah berada di kelas dua belas. Hubungan mereka baik - baik saja, bahkan sampai Rama lulus. Tapi perubahan itu mulai terasa saat Anggis lulus dan memilih tak melanjutkan pendidikannya.

"Tungguin aku sampai lulus kuliah ya. Nanti kalau aku sudah lulus dan dapat kerja, aku bakal biayain kuliah kamu setelahnya kita menikah. Gimana, kamu mau kan?"

"Aku nggak bisa," ucap Anggis lirih. Teringat jawaban menyakitkan yang ia berikan dulu. Ia terpaksa menolak karena harus menuruti keinginan orang tuanya. "Kejadian itu sudah tujuh tahun yang lalu. Aku harap kamu sudah nggak sakit hati dengan perbuatanku. Saat itu, aku hanya berpikir tentang kehidupan kami. Tentang aku yang bisa membantu orang tua dan juga adik - adikku."

Anggis tersenyum, mengingat raut wajah lelaki itu empat hari yang lalu. Wajahnya terkejut tapi setelahnya baik - baik saja. Sedangkan Anggis? Jujur, ia malu. Rasanya terlalu memalukan ketika harus bertemu dengan mantan kekasih dalam kondisi seperti ini. Seperti langit dan bumi, terlihat berbeda dan membuatnya tak percaya diri. 

Anggis menyadari ia terlihat lusuh. Dan lelaki itu, terlihat rapi dalam hal apa pun.

Apakah dulu Rama menyumpahinya hingga hidupnya seperti ini?

Bersambung

Permintaan Maaf Anggis [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang