Prologue

52 3 1
                                    


Paris, kota yang mengalir dengan sejarah dan romantisme, telah menjadi rumah sementara bagi Ethan, seorang mahasiswa berusia 21 tahun yang datang dari kota kecil di Amerika.

Dikelilingi oleh bahasa dan budaya yang sama sekali baru, Ethan sering merasa seperti ikan kecil di lautan besar. Di tengah rutinitasnya yang monoton—kelas, perpustakaan, dan apartemennya yang kecil—ia merindukan sesuatu yang lebih dari sekadar rutinitas sehari-hari.

Suatu pagi yang cerah di bulan September, Ethan memutuskan untuk menjelajahi bagian kota yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya.

Langkahnya membawanya ke sebuah toko roti kecil yang terletak di sudut jalan sempit, dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang tampak seperti melompat keluar dari kartu pos. Aroma roti segar dan pastry yang baru dipanggang mengisi udara, menariknya masuk.

Di dalam toko roti, suasana hangat dan ramah menyambutnya. Di balik meja kaca yang dipenuhi dengan croissant golden dan baguette renyah, berdiri seorang wanita muda dengan senyum yang tidak bisa tidak menarik perhatian. Isabelle, dengan apron putih yang bersih dan tangan yang kotor dari tepung, tampak seperti sosok yang sangat akrab dengan dunia yang dihadapi Ethan.

Ketika Ethan mendekati meja, dia mencoba memesan roti dalam bahasa Prancis yang terbata-bata.

Bonjour, je voudrais... um, bread, s'il vous plaît,” (Halo, saya mau… um, roti) ucapnya dengan gugup. Isabelle menatapnya sejenak, kemudian tersenyum lebar, mengerti bahwa Ethan adalah seorang pendatang baru yang berjuang dengan bahasa.

“Vous voulez dire une baguette, peut-être?”    tanyanya dengan lembut, mencoba membantu. Suara Isabelle terdengar seperti melodi di telinga Ethan, dan senyumannya seolah-olah menjadi cahaya di tengah kekelaman hari-harinya yang suram.

“Oui, c’est ça,” (Ya, itu dia) jawab Ethan, merasa sedikit lebih tenang dengan bantuan Isabelle. Dalam beberapa menit, mereka terlibat dalam percakapan kecil yang penuh dengan kesalahan bahasa, tertawa bersama atas kekacauan yang terjadi.

Pertemuan singkat itu ternyata lebih dari sekadar interaksi kasual. Saat Ethan melangkah keluar dari toko roti dengan roti segar di tangannya, ia merasa ada sesuatu yang istimewa tentang hari itu.

Tanpa disadari, Isabelle telah membuka jendela ke dalam dunia baru yang penuh dengan warna dan peluang, tempat di mana perbedaan budaya dapat dipahami dan dijalin menjadi hubungan yang mendalam.

Seiring waktu, Ethan menemukan bahwa toko roti Isabelle bukan hanya tempat untuk membeli roti, tetapi juga sebuah jembatan ke kehidupan yang lebih kaya dan beragam.

Melalui pertemuan yang tampaknya sederhana ini, perjalanan Ethan di Paris akan berubah menjadi sebuah eksplorasi yang penuh warna tentang cinta, bahasa, dan budaya, di mana setiap hari membawa pelajaran baru dan kesempatan untuk tumbuh bersama.





••••

Selamat datang di work ketiga ku 🥰

Siapa yang disini bucin nya dd anton???
Jangan lupa vote & komen ya

A Parisian Encounter | ANTON RIIZE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang