•••
Hari itu dingin dan mendung, dengan kabut tipis yang melapisi jalanan Paris. Ethan yang baru saja pindah ke Paris untuk studi, merasa seolah-olah dia masih dalam tahap penyesuaian dengan kota yang megah dan bersejarah ini.Langkahnya terasa berat saat dia menelusuri trotoar yang becek, mencari sarapan di pagi hari pertama di kota ini.
Dia berhenti di sebuah toko roti kecil yang terletak di sudut jalan yang sepi. Toko itu memiliki jendela yang dihiasi dengan berbagai jenis roti dan pastry yang menggiurkan.
Aroma hangat dan harum dari roti yang baru dipanggang menyambutnya saat dia membuka pintu. Belum pernah Ethan merasakan aroma seperti itu sebelumnya—benar-benar berbeda dari apa yang dia temui di Amerika.
Di dalam toko roti, Ethan melihat seorang wanita muda yang berdiri di belakang konter. Dia tampak sibuk, namun senyum tulus selalu menghiasi wajahnya.
Wanita itu adalah Isabelle, yang saat ini sedang mempersiapkan berbagai roti untuk pelanggan. Sementara Isabelle sibuk dengan pekerjaannya, Ethan berdiri bingung di depan rak roti, tidak tahu harus memilih yang mana.
Isabelle mengangkat pandangannya dan melihat Ethan. Dengan aksen Prancis yang kental, dia menyapa, “Bonjour! Vous avez besoin d’aide?” (Selamat pagi! Apakah Anda membutuhkan bantuan?)
Ethan tersentak, tidak sepenuhnya memahami apa yang Isabelle katakan. “Euh, ouais... Je veux dire, bonjour ! Je suis... euh, je cherche quelque chose pour le petit-déjeuner." (Um, ya... Maksudku, halo! Aku... uh, sedang mencari sesuatu untuk sarapan.) jawabnya dengan canggung, sambil berusaha mengingat kata-kata Prancis yang dia pelajari.
Isabelle tersenyum lembut dan melangkah mendekat. “Ah, je comprends. Vous êtes nouveau ici?” (Ah, saya mengerti. Anda baru di sini?)
Isabelle akhirnya menggunakan bahasa Inggris sedikit untuk membantu Ethan merasa lebih nyaman. “We have many options. What do you like?”
“Uh, I’m not really sure... maybe something... traditional?” jawab Ethan, merasa sedikit malu karena keterbatasan bahasanya.
Isabelle memutuskan untuk membantunya dengan antusias. “Let me show you. This is a croissant, very typical of Paris. And this is a pain au chocolat, which is also delicious.” Dia menunjuk ke dua jenis pastry di etalase.
Ethan mengangguk, “Croissant sounds good. I’ll take one of those.”Isabelle menyiapkan croissant segar dan meletakkannya di atas meja. “It’s on the house for your first visit. Welcome to Paris.”
Ethan terkejut dan merasa sangat dihargai. “Oh, that’s really kind of you. Thank you!”
“Pas de problème,” Isabelle berkata sambil tersenyum. “Come by anytime. Maybe next time, we can practice some French together.”
Ethan merasa sedikit lebih percaya diri. “That sounds great. I could use some help with that.”
Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Ethan keluar dari toko roti dengan croissant hangat di tangannya. Roti itu terasa sangat lezat, dan dia merasa seolah-olah telah mendapatkan sedikit potongan dari keajaiban Paris.
🥐🥐🥐
Keesokan harinya, Ethan memutuskan untuk kembali ke toko roti Isabelle untuk sarapan lagi. Namun kali ini, dia membawa catatan kecil dengan beberapa frasa bahasa Prancis yang dia pelajari dari aplikasi bahasa di ponselnya.
Dia ingin membuat kesan yang lebih baik dan menunjukkan bahwa dia benar-benar berusaha belajar bahasa tersebut.Ketika dia masuk ke toko roti, Isabelle sedang membantu pelanggan lain. Ethan berdiri di sisi konter, menunggu giliran. Ketika Isabelle melihatnya, dia melambaikan tangan dengan ceria. “Ah, vous êtes de retour! What can I get for you today?” (Ah, kamu kembali! Apa yang bisa kuberikan untukmu hari ini?)
Ethan meraih catatannya dan membaca dengan agak ragu, “Je voudrais un croissant, s'il vous plaît.” (Saya ingin satu croissant, tolong.)
Isabelle terkejut dan kemudian tersenyum bangga. “Très bien! You’re getting better. Do you want to try something new today?”
“Sure, what do you recommend?” tanya Ethan, merasa sedikit lebih percaya diri.
Isabelle memperkenalkan beberapa jenis pastry baru. “This is a pain aux raisins. It’s a sweet roll with raisins. It’s very popular here.”
Ethan mencobanya dan merasa senang dengan rasa yang baru baginya. “This is delicious! Thank you for the recommendation.”
Isabelle mengangguk puas. “You’re welcome. I’m glad you like it. Maybe we can meet up later for a coffee and I can help you with more French?”
Ethan tersenyum, merasa antusias. “I’d love that. When are you free?”
Isabelle memeriksa jam kerjanya dan merespons dengan senyum. “I’m free after my shift. We could meet at the café down the street?”
Ethan setuju dan mereka berpisah dengan janji untuk bertemu di kafe setelah Isabelle selesai bekerja.
🥐🥐🥐
Ethan duduk di kafe kecil yang nyaman, menunggu Isabelle. Ketika Isabelle akhirnya tiba, mereka mulai berbicara tentang bahasa, budaya, dan kehidupan sehari-hari di Paris.
Percakapan mereka menjadi lebih akrab, dan Isabelle mulai membantu Ethan dengan frasa dan kosakata yang lebih kompleks. Mereka berbagi cerita dan tertawa tentang perbedaan antara budaya mereka, dan Ethan merasa semakin terhubung dengan kehidupan di Paris.
Saat mereka mengobrol, Isabelle mulai memahami betapa sulitnya bagi Ethan beradaptasi dengan kehidupan baru di kota ini. Dia merasa senang bisa membantu dan merasa semakin dekat dengan Ethan.
Hari itu, Ethan merasa tidak hanya mendapatkan teman baru tetapi juga sedikit lebih siap untuk menghadapi tantangan yang ada di depannya.
Dengan kedekatan yang baru terjalin dan janji untuk terus saling membantu, Ethan dan Isabelle memulai sebuah perjalanan yang akan membawa mereka melalui banyak pengalaman baru, baik dalam belajar bahasa, beradaptasi dengan budaya, dan mungkin, lebih dari sekadar persahabatan.
🥐🥐🥐
tbc.....
KAMU SEDANG MEMBACA
A Parisian Encounter | ANTON RIIZE [END]
FanfictionDi tengah hiruk-pikuk Paris, seorang pria berumur 21 tahun bernama Ethan baru saja tiba untuk melanjutkan studinya di sebuah universitas bergengsi. Menyadari betapa asingnya dia di kota yang penuh dengan keindahan dan bahasa yang belum sepenuhnya d...