HAPPY READING
NOVEL INI DIBUAT KARNA KEGABUTAN SEMATA, HARAP DIMAKLUMI ADA TYPO ATAUPUN KESALAHAN MENULIS LAINNYA
Keraguan adalah bayangan yang mengikuti setiap langkah menuju perubahan."
*
*
*Bab 29: Kegelisahan dan Keraguan
Keesokan harinya, saat Rayhan tiba di sekolah, perasaan tidak tenang menyelimuti dirinya. Meskipun sudah ada pemahaman baru dengan ayahnya, Rayhan tidak bisa sepenuhnya melepaskan kekhawatiran yang menghantui pikirannya. Ada banyak hal yang sedang dipertaruhkan, dan meskipun rencananya untuk mengungkap keburukan Ardi semakin mendekati kenyataan, Rayhan merasakan ketidakpastian yang semakin besar.
Begitu dia berjalan melewati lorong sekolah, dia bisa merasakan tatapan dari para siswa yang menatapnya dengan campuran rasa hormat dan ketakutan. Mereka semua tahu tentang pertarungannya dengan Ardi, tetapi belum semuanya yakin bahwa ini adalah akhir dari kekuasaan Ardi di sekolah. Mungkin mereka masih menunggu sesuatu yang lebih besar terjadi.
Di kelas, Rayhan duduk di tempatnya, merenung. Beni dan Nadia sudah berada di sampingnya, tetapi bahkan mereka tampak sedikit gelisah hari itu.
“Kamu kelihatan nggak tenang, Ray,” kata Nadia sambil menatap Rayhan dengan cemas. “Ada yang mengganggumu?”
Rayhan mengangguk pelan. "Aku nggak tahu, Nad. Aku merasa kita semakin dekat untuk menyelesaikan semuanya, tapi di sisi lain, aku merasa semakin banyak yang dipertaruhkan. Satu langkah salah, dan semua yang kita bangun bisa hancur."
Beni yang duduk di sebelah Rayhan menghela napas. "Aku ngerti, Ray. Aku juga merasa ini seperti titik balik. Kalau kita berhasil, Ardi nggak akan punya kekuatan lagi. Tapi kalau kita gagal..."
Rayhan memotong Beni dengan cepat. “Kita nggak boleh gagal, Ben. Kalau kita gagal, Ardi akan kembali, dan kali ini dia akan lebih kejam dari sebelumnya. Dia akan memastikan semua orang takut untuk melawan.”
Nadia menatap Rayhan dengan penuh empati. "Tapi kita nggak sendirian, Ray. Kita punya bukti, dan kita punya siswa-siswa lain yang mau membantu. Ardi mungkin masih punya beberapa pendukung, tapi kita lebih banyak. Ini bukan pertarungan yang hanya kamu jalani sendiri."
Rayhan tersenyum tipis, merasa sedikit terhibur oleh kata-kata Nadia. "Aku tahu, Nad. Tapi tetap saja, ada bagian dari diriku yang merasa ragu. Bagaimana kalau Ardi punya rencana lain yang belum kita tahu? Bagaimana kalau semuanya berantakan di saat terakhir?"
Nadia menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Kamu harus percaya pada dirimu sendiri, Ray. Selama ini kamu sudah melakukan hal yang benar. Dan siswa-siswa lain mulai melihat itu. Mereka nggak lagi takut seperti dulu."
Rayhan terdiam, merenungkan kata-kata Nadia. Memang benar, semakin banyak siswa yang sekarang berani berbicara dan berdiri melawan Ardi. Tapi di balik semua itu, ada kekhawatiran yang tidak bisa dia hilangkan. Apakah semua ini cukup? Apakah dia bisa benar-benar melawan pengaruh Ardi yang telah tertanam begitu lama?
***
Di tengah-tengah kegelisahan itu, muncul sebuah masalah baru. Beberapa siswa yang dulu mendukung Rayhan, kini tampak mulai meragukan langkah mereka. Mereka merasa bahwa meskipun Rayhan menang secara fisik, situasi di sekolah belum berubah banyak. Ketakutan masih ada, dan beberapa dari mereka mulai meragukan apakah melawan Ardi adalah keputusan yang benar sejak awal.
Siang itu, saat Rayhan dan teman-temannya sedang duduk di kantin, Doni datang dengan wajah murung. Dia duduk di depan Rayhan dan menghela napas panjang.
“Ada apa, Doni?” tanya Rayhan dengan nada prihatin.
Doni menunduk, seolah-olah enggan untuk berbicara. “Beberapa teman kita... mereka mulai ragu, Ray. Mereka bilang kalau apa yang kita lakukan malah memperburuk keadaan. Mereka takut kalau Ardi akan balas dendam.”
Rayhan terdiam, merasakan perasaan berat menyelimuti dadanya. "Mereka ragu karena takut Ardi akan kembali berkuasa?"
Doni mengangguk. “Iya. Mereka takut kalau kamu gagal mengungkap semua bukti, Ardi akan lebih berbahaya dari sebelumnya. Mereka nggak yakin kita bisa menang.”
Beni, yang mendengarkan, meninju meja dengan frustrasi. “Ini konyol! Mereka tahu betapa jahatnya Ardi, kenapa sekarang mereka mundur?”
Doni tampak ragu untuk menjawab, tetapi akhirnya dia berkata, “Mereka bukan mundur karena nggak percaya pada kamu, Ray. Mereka cuma takut. Selama bertahun-tahun, Ardi selalu menang, selalu membuat semua orang takut. Meskipun kita punya bukti, mereka nggak yakin itu cukup untuk menghancurkan pengaruh Ardi.”
Rayhan terdiam, merenungkan kata-kata Doni. Ini adalah masalah yang lebih dalam daripada sekadar kekuatan fisik. Pengaruh Ardi selama bertahun-tahun tidak hanya berdasarkan kekerasan, tetapi juga pada rasa takut yang dia tanamkan dalam diri para siswa. Menghancurkan ketakutan itu tidak semudah yang dia bayangkan.
Nadia menatap Rayhan dengan tatapan penuh empati. “Kita nggak bisa paksa mereka, Ray. Tapi kita juga nggak bisa menyerah. Kamu harus ingat, perubahan besar butuh waktu.”
Rayhan menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. "Aku tahu, Nad. Tapi kalau kita kehilangan dukungan mereka sekarang, semua yang kita rencanakan bisa berantakan. Bukti saja mungkin nggak cukup."
Doni mengangkat kepalanya, tatapannya penuh dengan rasa khawatir. “Apa yang akan kita lakukan sekarang, Ray? Kalau kita gagal mendapatkan dukungan dari mereka, Ardi akan kembali dan memperparah segalanya.”
Rayhan terdiam sejenak, pikirannya berputar. Dia merasakan keraguan yang semakin besar, tetapi dia tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan. Mereka sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang.
“Kita harus tunjukkan bahwa mereka salah,” kata Rayhan akhirnya, suaranya tegas meskipun dalam hatinya masih ada keraguan. “Kita nggak bisa membiarkan ketakutan menguasai mereka lagi. Kalau mereka ragu, kita harus yakinkan mereka dengan tindakan. Bukan hanya dengan bukti, tapi juga dengan menunjukkan bahwa kita bisa melawan Ardi tanpa menjadi seperti dia.”
Nadia tersenyum tipis. “Kamu benar, Ray. Kita harus memberikan contoh. Kalau kita takut, kita akan kalah.”
Beni menatap Rayhan dengan kagum, meskipun dia tahu bahwa ini tidak akan mudah. “Jadi, kita terus maju?”
Rayhan mengangguk, matanya penuh dengan tekad. “Ya, kita terus maju. Kita buktikan pada semua orang bahwa perubahan bisa terjadi, meskipun itu sulit. Ardi mungkin masih punya pengaruh, tapi kita akan menghancurkannya dengan kebenaran dan keberanian.”
***
Hari-hari berikutnya, Rayhan dan teman-temannya bekerja lebih keras dari sebelumnya. Mereka mulai mendekati siswa-siswa yang ragu, mencoba meyakinkan mereka bahwa perjuangan ini adalah untuk kebaikan semua orang. Mereka menunjukkan bukti-bukti yang telah mereka kumpulkan—pesan ancaman, cerita dari siswa-siswa yang pernah diintimidasi, dan semua hal buruk yang telah dilakukan Ardi dan kelompoknya.
Meskipun masih ada siswa yang ragu, perlahan-lahan dukungan mulai tumbuh lagi. Siswa-siswa yang dulunya takut pada Ardi mulai melihat bahwa ada harapan untuk perubahan. Mereka mulai percaya bahwa Rayhan dan teman-temannya benar-benar bisa mengubah keadaan, dan bahwa Ardi bukanlah sosok yang tidak terkalahkan.
Namun, di balik semua itu, Rayhan masih merasakan kegelisahan yang sulit dijelaskan. Dia tahu bahwa ini adalah langkah besar, tapi dia juga tahu bahwa Ardi tidak akan menyerah begitu saja. Apa rencana Ardi selanjutnya? pikir Rayhan. Dia bisa merasakan bahwa sesuatu yang lebih besar mungkin sedang direncanakan oleh Ardi, dan itu membuatnya tetap waspada.
Meskipun demikian, Rayhan bertekad untuk terus maju. Dia telah berhasil membawa perubahan sejauh ini, dan dia tidak akan membiarkan rasa takut menghalanginya sekarang. Dengan dukungan Nadia, Beni, dan teman-teman lainnya, dia tahu bahwa mereka bisa menghadapi apa pun yang akan datang.
Dan ketika saatnya tiba, Rayhan siap untuk melawan, bukan dengan kekerasan, tetapi dengan keberanian, kebenaran, dan ketenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Wajah Reyhan
Teen FictionRayhan Devano Alvarendra, seorang siswa pindahan yang pendiam dan kutu buku, terjebak di sekolah baru yang dikuasai oleh kekuatan fisik dan status sosial. Di balik penampilannya yang culun, Rayhan sebenarnya adalah seorang atlet Muay Thai nasional y...