HAPPY READING
NOVEL INI DIBUAT KARNA KEGABUTAN SEMATA, HARAP DIMAKLUMI ADA TYPO ATAUPUN KESALAHAN MENULIS LAINNYA
"Kadang-kadang, bertahan adalah bentuk perlawanan yang paling kuat."
Bab 5: Rutinitas dan Konflik Ringan
Hari-hari berikutnya berlalu dengan ritme yang nyaris sama. Rayhan semakin tenggelam dalam rutinitas sekolah yang membosankan, meskipun di balik wajah tenangnya, perasaan frustrasi terus bertambah. Setiap pagi ia bangun dengan dorongan kuat untuk melawan, tapi saat tiba di sekolah, ia selalu menahan diri.
Di kelas, Ardi dan gengnya tetap menjadi bayangan yang selalu mengintai. Meskipun tidak ada insiden besar yang terjadi setelah kejadian di lapangan, Rayhan tahu bahwa itu hanya soal waktu sebelum Ardi kembali menguji kesabarannya. Namun, untuk saat ini, Rayhan berhasil bertahan dengan menjaga jarak dan tidak membiarkan mereka terlalu dekat.
Kabar baiknya, Rayhan mulai merasa lebih nyaman dengan kehadiran Nadia. Setiap kali suasana kelas terasa terlalu berat, Nadia selalu ada untuk mengajaknya berbicara atau sekadar tersenyum, membuat hari-hari di sekolah terasa sedikit lebih ringan. Mereka kini sering duduk bersama di kelas, meski pembicaraan mereka biasanya singkat.
"Bagaimana menurutmu sekolah ini?" tanya Nadia suatu pagi saat jam pelajaran baru saja dimulai.
Rayhan berpikir sejenak sebelum menjawab. "Berbeda dari sekolah lamaku," katanya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Di sini, segalanya terasa lebih... intens."
Nadia mengangguk, memahami. "Memang. Di sini, kamu harus selalu siap. Kalau nggak kuat, ya tersisih."
"Dan aku sepertinya belum masuk kategori kuat," Rayhan menambahkan dengan nada sedikit bercanda, meski ada kebenaran di balik kata-katanya.
"Belum," kata Nadia sambil tersenyum tipis. "Tapi aku tahu kamu bisa, Rayhan. Kamu cuma belum menunjukkannya."
Rayhan menatap Nadia, merasa sejenak ada sesuatu yang dipahami gadis itu tentang dirinya yang mungkin bahkan ia sendiri tidak sadari. Tapi sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, guru masuk ke kelas, dan percakapan mereka terputus.
***
Di waktu istirahat, Rayhan menyempatkan diri untuk pergi ke perpustakaan lagi, tempat yang mulai menjadi tempat favoritnya untuk menghindari keramaian sekolah. Namun, saat ia memasuki perpustakaan, ia mendapati seseorang yang tak terduga sedang duduk di sana-Beni. Duduk sendirian di sudut, wajah Beni terlihat tenang, meski jelas ada beban yang masih dipikulnya.
Rayhan menghampiri. "Beni," panggilnya pelan.
Beni mendongak dan tersenyum tipis. "Hei, Rayhan. Duduklah."
Rayhan duduk di seberang Beni, mereka berbagi keheningan sejenak sebelum Rayhan membuka suara. "Gimana keadaanmu sekarang? Mereka masih gangguin kamu?"
Beni mengangkat bahu. "Masih, tapi nggak separah dulu. Mereka... mungkin sudah bosan."
Rayhan tahu bahwa itu hanya penyangkalan. "Mereka nggak akan benar-benar berhenti, Beni. Kamu tahu itu."
Beni menatap Rayhan dengan tatapan lelah. "Iya, aku tahu. Tapi aku nggak bisa melakukan apa-apa, Rayhan. Aku cuma... nggak sekuat itu."
"Belum kuat," Rayhan mengoreksi, mengingatkan kata-kata Nadia. "Kita bisa melawan mereka, tapi kita butuh waktu. Kita nggak harus melakukannya sekarang."
Beni tampak ragu. "Kamu benar-benar yakin bisa melawan mereka? Ardi dan gengnya-mereka berkuasa di sini."
Rayhan menatap lurus ke mata Beni, meyakinkannya. "Iya. Suatu hari nanti. Aku nggak tahu kapan, tapi aku tahu aku nggak bisa terus diam. Dan kamu juga nggak harus menghadapi mereka sendirian."
Beni menundukkan kepala, tersentuh oleh kata-kata Rayhan. "Terima kasih. Aku... nggak pernah punya teman yang benar-benar peduli kayak kamu."
Rayhan tersenyum tipis. "Kita harus saling jaga, Ben."
Percakapan itu memperdalam persahabatan mereka. Beni, yang sebelumnya merasa terisolasi, kini menemukan teman yang siap mendukungnya. Bagi Rayhan, ini adalah langkah kecil, tapi penting-ia tahu bahwa kekuatan bukan hanya soal fisik, melainkan juga dukungan moral dari orang-orang di sekitar kita.
***
Sore itu, Rayhan memutuskan untuk berjalan sendirian di sekitar halaman sekolah sebelum pulang. Dia butuh waktu untuk berpikir. Rasanya semakin hari, beban yang ia rasakan semakin besar. Dia tahu ia harus melindungi Beni dan juga dirinya sendiri, tapi ia tidak tahu kapan atau bagaimana seharusnya ia bertindak.
Saat langkah kakinya membawanya ke lapangan basket yang sepi, Rayhan berhenti sejenak, menikmati kesunyian. Namun, keheningan itu tak bertahan lama. Dari kejauhan, ia melihat beberapa siswa berkumpul, dan instingnya langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Tepat seperti yang ia duga, salah satu dari siswa yang berkumpul adalah Ardi. Bersama dua temannya, ia tampak sedang mengepung seorang siswa lain. Rayhan tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang dipojokkan, tapi dari gerak-gerik tubuh siswa itu, jelas ia sedang ketakutan.
"Tidak lagi," pikir Rayhan. "Aku nggak bisa terus diam."
Rayhan mendekati kerumunan itu, meski langkahnya terasa berat. Kali ini, ia tidak akan mundur begitu saja. Dia tahu risiko yang akan dihadapinya, tapi keinginan untuk melawan perlakuan seperti ini semakin kuat dalam dirinya.
Ketika Rayhan sudah cukup dekat, ia akhirnya bisa melihat siapa yang sedang menjadi korban perundungan kali ini-Fajar, seorang siswa kelas sebelah yang dikenal pendiam dan selalu menghindari konflik. Fajar terlihat ketakutan, dan Ardi serta teman-temannya semakin mendesaknya.
Rayhan tidak bisa lagi menahan diri. "Ardi!" teriaknya, suaranya lebih keras dari yang ia duga.
Ardi menoleh dengan ekspresi terkejut. Namun, ketika ia melihat bahwa yang berteriak adalah Rayhan, senyum sinis itu kembali menghiasi wajahnya. "Oh, si anak baru datang lagi," cibirnya. "Mau ikut campur, hah?"
Rayhan berdiri tegak, mencoba menahan rasa gemetar di tubuhnya. "Aku cuma mau tahu kenapa kamu terus-terusan gangguin orang lain."
Ardi mendekat, tubuhnya yang lebih besar membuat bayangannya jatuh di atas Rayhan. "Kamu pikir ini urusanmu?" tanyanya dengan nada rendah namun mengancam.
Rayhan menatap lurus ke mata Ardi, meski dalam hati ada sedikit ketakutan. "Iya. Kalau kamu terus begini, ya ini jadi urusanku."
Kerumunan mulai berbisik. Mereka tidak menyangka bahwa Rayhan, yang selama ini selalu diam, akhirnya berbicara menentang Ardi. Ardi sendiri tampak terkejut, tapi dia tidak mau terlihat lemah di depan teman-temannya.
"Berani juga kamu, ya," Ardi mendesis, mencoba mempertahankan dominasinya. "Tapi ingat, Rayhan. Di sini, yang berkuasa cuma yang kuat. Kamu pikir kamu kuat?"
Rayhan menarik napas dalam-dalam. Dia tahu Ardi bisa dengan mudah menyerangnya sekarang, tapi Rayhan juga tahu satu hal-dia tidak akan melawan, tidak sekarang. "Aku mungkin nggak sekuat kamu," ucap Rayhan, tetap tenang. "Tapi aku nggak akan biarin kamu terus nindas orang lain."
Tatapan Ardi berubah, sedikit marah, namun ia tidak segera menyerang. Ada jeda yang cukup panjang sebelum akhirnya Ardi melambaikan tangannya ke teman-temannya. "Sudahlah, kita pergi."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Ardi dan dua temannya berjalan pergi, meninggalkan Fajar yang masih terdiam di tempatnya, dan Rayhan yang menatap mereka hingga mereka benar-benar menghilang dari pandangan.
Rayhan menghela napas panjang. "Ini baru permulaan," pikirnya. Ardi mungkin mundur kali ini, tapi itu tidak berarti masalah ini selesai. Namun, setidaknya untuk sekarang, Rayhan merasa bahwa ia telah membuat langkah pertama-ia tidak lagi hanya menjadi penonton.
Fajar akhirnya menatap Rayhan, masih terlihat bingung. "Terima kasih," ucapnya pelan.
Rayhan tersenyum kecil. "Sama-sama, Fajar. Kalau mereka ganggu kamu lagi, jangan ragu buat bilang ke aku."
Fajar mengangguk, lalu pergi meninggalkan lapangan. Rayhan berdiri di sana sebentar, merenungkan apa yang baru saja terjadi. Ini bukan kemenangan besar, tapi ini adalah sesuatu. Langkah kecil yang ia ambil untuk mulai melawan. Dan meskipun ia tahu konsekuensi yang akan datang, Rayhan merasa lebih siap dari sebelumnya.
"Semua ini belum berakhir," pikirnya. "Tapi aku juga belum selesai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Wajah Reyhan
Novela JuvenilRayhan Devano Alvarendra, seorang siswa pindahan yang pendiam dan kutu buku, terjebak di sekolah baru yang dikuasai oleh kekuatan fisik dan status sosial. Di balik penampilannya yang culun, Rayhan sebenarnya adalah seorang atlet Muay Thai nasional y...