Celah antara kita

3 1 0
                                    

2006, Jam istirahat

Hani masuk ke kelas dengan nafas tersengal-sengal karena kelelahan berlari. Sudut mata Hani melirik Lief yang menatapnya dari samping. " Aku yang bodoh, kenapa meminta duduk sebangku lagi dengan Lief. Jika saja aku tidak satu kelas dan tidak sebangku mungkin akan mudah menjauhinya. " Bathin Hani memejamkan matanya.

" Kamu kemana pagi tadi? Padahal tasmu sudah ada di kelas. " Tanya Lief.

" Sebaiknya kamu urus saja masalahmu. " Jawab Hani datar.

" Kenapa kamu begini? Apa kamu marah padaku? " Tanya Lief lagi." Lalu kenapa potong rambut? Padahal rambut panjangmu bagus. "

Hani menatap lekat Lief, " Apa itu artinya aku jelek? Itu terserahmu karena aku juga tidak meminta pendapatmu. "

Lief mengepalkan tangannya, " Apa ada hal yang mengganggumu? Jika ada jangan lampiaskan padaku. " Lief bangkit dari kursinya dan keluar dari kelas.

Hani memijat pelipisnya, " Aku malah melampiaskannya pada Lief padahal bukan kesalahannya jika tidak menyukaiku. " Bathin Hani bersalah.

Jam pulang berdering kencang, Hani sudah bersiap untuk pulang tapi tangannya ditahan oleh Lief.  " Kenapa? Aku ingin pulang, lihat, hanya tinggal kita berdua di kelas. " Hani menatap sekeliling kelasnya yang sudah kosong karena hari ini adalah hari Sabtu semuanya bergegas pulang.

" Aku sudah memikirkannya dari tadi, tapi aku tidak kunjung menemukan hal apa yang membuatmu marah padaku tapi maafkan aku. Keadaan ini sungguh sangat canggung. " Lief meraih tangan Hani lembut, " Jika dihitung dari setahun yang lalu, waktu yang aku habiskan denganmu lebih banyak daripada keluargaku, kamu selalu tersenyum padaku jadi jangan seperti ini lagi, kita baikan ya? "

Hani menatap mata Lief yang memantulkan dirinya yang terdiam, jika diingat lagi memang sangat banyak kenangan Hani bersama dengan Lief. Aah, ada satu moment dimana Hani berpikiran Lief juga menyukainya. Itu terjadi dua bulan yang lalu. Hari itu, Hani harus menyelesaikan tugas les dan juga berlatih untuk olimpiade Sains. Sedangkan Lief yang memang tidak punya kegiatan di rumah menemani Hani disana meskipun semua siswa sudah pulang. Mereka berbicara dan bercanda seperti biasa hanya saja entah hawa sejuk dari angin sore atau godaan dari iblis, Hani tidak ingin berpikir panjang. Lief mendekati wajahnya hampir mencium bibir Hani. Jika saja bel pulang ekstrakurikuler tidak berbunyi mungkin Hani sudah berciuman dengan Lief.

Tapi sekarang itu semua hanya meninggalkan kenangan semu karena itu palsu. Semua itu hanya pembiasan perasaan. " Kamu berkata menyukai Shion tapi kenapa bisa menatapku sedalam ini. Jika begini aku bisa salah paham lagi. " Bathin Hani lalu tersenyum pada Lief dan mengalungkan tangannya di leher Lief. " Baiklah, aku maafkan lagipula aku juga lupa alasanku marah padamu. Tapi kau harus traktir aku spaghetti hari ini. "

Lief meraih pinggang Hani sebentar lalu mendorong tubuh Hani pelan kedepan, " Asalkan marahmu hilang akan kulakukan apapun, ayoo!! "

" Setidaknya sebelum kamu pacaran dengan Shion, aku akan mendekatimu juga. Masih ada kemungkinan 50% untukku. " Bathin Hani lalu beralih berjalan disamping Lief sambil menggandeng lengan Lief.

Tapi, lagi-lagi mimpi buruk menghantui Hani, ia ditolak oleh Lief. Entah keberanian darimana yang didapat oleh Hani hingga mampu mengucapkan kata-kata itu pada Lief yang baru saja ditolak oleh Shion. " Kamu tidak usah sedih, aku akan selalu bersamamu karena sejak pertama melihatmu, aku selalu menyukaimu, Lief. " Kata itu yang terucap di bibir mungil Hani.

" Maaf. " Jawab Lief pelan tanpa perlu berpikir terlebih dahulu. " Sepertinya kamu salah paham dengan kedekatan kita selama ini. Sejak awal aku hanya selalu menganggapmu temanku. "

Hani mengerjapkan matanya berkali-kali sambil meremas tangannya, " Aku tidak perlu jawabannya saat ini, kamu bisa menjawabku besok, Minggu depan bahkan tahun depan. Aku tidak memintamu untuk jadi pasanganku. Aku hanya mengutarakan bagaimana perasaanku. Hanya itu. "

Lief menggeleng, " Aku tidak ingin kamu terluka karena berpikir terlalu banyak, Hani. Kamu teman terbaikku. "

Hani menggigit bibir bawahnya lalu mengangguk, " Baiklah, aku akan segera lupakan perasaan ini dengan caraku. " Kata Hani pelan lalu pergi dari taman dengan menahan air mata.

Setelah kejadian itu, Hani tidak pernah lagi terlalu dekat dengan Lief. Bahkan untuk menghindari Lief juga meredakan rasa sakit di hatinya, Hani meminta pertukaran ke kelas olimpiade dengan alasan ingin lebih fokus. Hingga akhirnya waktu berjalan begitu cepat dan sampai di hari kelulusan SMA bahkan Hani tidak berani meminta berfoto dengan Lief. Harinya terasa begitu monoton setelah menyatakan perasaan itu.

" Seharusnya aku tetap berteman dengannya saat itu jika tahu setelah lulus, aku tidak pernah bertemu dengan Lief lagi. " Hani menyentuh buku tahunan SMA, " Bahkan aku juga tidak berani berfoto dengan Lief padahal susah payah aku mencairkan esnya dulu. Betapa bodohnya aku. "

Hani menutup kembali kotak kenangannya dan menatap langit yang mulai menjingga, " Mengenang masa lalu ternyata butuh waktu cukup banyak. " Hani bangkit dari duduknya dan berjalan kearah kulkas.

" Air biasa tidak akan mampu meredakan perasaanku yang sudah bergejolak karena kotak itu. Apa aku minum bir saja ya? " Hani berpikir sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli bir di bar bawah apartemen.

Hani memilih berbagai macam bir yang terasa menyegarkan di pikirannya, " Apa ini sudah cukup? "  Tanya Rian, sang bartender.

Hani sedikit berpikir, " Aku rasa itu saja. "

Rian memutar matanya, " Aku mohon minum saja minuman di bar ini jangan meminta aku menyiapkan bir kaleng dan botol disini. " Gerutu Rian yang hanya dibalas senyum lebar oleh Hani.

" Minumannya dibayar oleh Rossie besok ya, dia yang membuatku harus minum-minum hari ini. " Kesal Hani meraih kantong yang diberikan oleh Rian.

Alis kanan Rian naik, " Kali ini pria mana lagi? " .

Hani mengedikkan bahunya, " Entahlah, aku hanya ingat namanya Kevin. Baiklah, aku pulang dulu. " Pamit Hani keluar dari bar.

" Karena tadi pagi aku sudah lelah naik tangga, kali ini kita naik lift. " Kata Hani pelan sambil melihat ponselnya. " Waah, Rossie bahkan memposting kamar tidur pria itu. Dia memang maniak. "

TINGG!!
Pintu lift berdenting, Hani segera keluar dari lift sambil melihat ponsel. " Sore Hani. " Suara bariton mengejutkan Hani hingga ponsel Hani terjatuh ke lantai.

" Kamu tidak apa-apa? " Tanya Lief yang berjongkok mengambil ponsel Hani.

" Aku tidak apa-apa. " Lirih Hani meraih ponselnya di tangan Lief.

" Banyak sekali. Apa kamu akan minum itu semua ? " Tanya Lief melirik kantong plastik Hani yang sedikit terbuka. " Apa aku boleh minum bersamamu? Sekalian salam perkenalan kita sebagai tetangga. " Lief membuka pintu apartementnya. " Masuk saja dulu, aku akan memesan makanan. "

Hani termangu berusaha mencerna hal yang sedang terjadi, " Ayo masuk saja, jangan malu. Padahal kau dulu tidak pernah segan padaku. " Lief mendorong tubuh Hani masuk. " Duduk saja di sofa itu dulu. " Hani mengangguk pelan sambil menatap punggung Lief yang mulai sibuk di dapur.

Hani duduk di sofa dengan canggung sambil melihat sekeliling, " Ini gilaa!!! " Teriak Hani dalam hati. " Kenapa aku berakhir disini!! "

The First and The Last Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang