" Apakah kamu benar-benar tidak pernah menyukaiku? " Tanya Hani pelan. " Aku selalu penasaran jika memang kamu tidak pernah ada rasa padaku kenapa waktu itu kamu hampir hueeeekkk!!" Kalimat Hani terpotong karena muntah yang sudah tidak bisa ia tahan lagi.
Mata Lief melotot menatap kemejanya yang sudah penuh dengan isian cernaan perut Hani. " Perutku sakit sekali. " Lirih Hani pelan sebelum tertidur lagi.
Lief tersenyum kecil, " Wajar saja perutmu sakit, semua makanan tadi kamu sumbatkan ke perut kecil ini. " Lief memencet pin apartementnya. " Dan untungnya kau muntah saat kita sudah sampai bisa gawat jika muntah didalam lift. "
Lief meletakkan Hani dengan pelan di sofa miliknya, " Aku lupa jika bajunya juga terkena muntah, bagaimana aku harus menggantinya? " Lief memijat belakang lehernya bingung. " Sebaiknya aku mengganti bajuku dulu. "
Setelah mengganti pakaiannya, Lief dengan cepat mengambil ponsel Hani, " Aku harus cepat menelpon temannya jika tidak pemabuk ini akan kedinginan. " Lief mencoba membuka sandi ponsel Hani, " Apa sandinya? Aakhh ini membuatku gila padahal aku saja belum mandi. "
Lief berjalan mondar-mandir memikirkan sandi ponsel Hani, ini sudah dua kali dia salah mengira sandi ponsel. " Jika sandinya bukan tanggal ulang tahun Hani dan ibu. " Lief menggeleng tidak yakin, " Jangan bilang itu tanggal lahirku? " Lief mencoba tanggal lahirnya namun hasilnya tetap salah. " Aku salah sudah percaya diri. "
Lief menjentikkan jarinya, " Kenapa tidak pakai sidik jari saja. " Ponsel Hani terbuka, Lief langsung mencari kontak Rossie. " Ketemu. " Lief langsung menelfonnya.
" Honneeyy... Kenapa?? Apa kamu kesepian?? Atau terganggu dengan pria cinta pertama itu? " Celoteh Rossie
Lief menggaruk belakang lehernya canggung, " Maaf, aku Lief tetangga sebelah Hani. Aku menelfon karena Hani mabuk. Pakaiannya terkena muntah, dia tidak mau bangun dan aku juga tidak mungkin mengganti pakaiannya, bisakah kamu... " Perkataan Lief langsung dipotong.
" Jangan sentuh dia. Aku akan datang sepuluh menit lagi tidak lima menit lagi. Ingat jangan sentuh. " Sambungan telepon langsung terputus.
Lief terdiam sejenak menatap Hani, " Cinta pertama? Apa mungkin itu aku? " Lirih Lief sambil membersihkan bekas muntah Hani yang berserakan di baju Hani dengan pelan.
Rossie langsung berlari begitu Lief membukakan pintu. " Honneeyy!! Apa yang kau lakukan? " Rossie menepuk punggung Hani agak keras.
" Awww, sakit sekali.. kamu siapa!! Jangan kasar padaku.." Rengek Hani.
" Kamu pantas mendapatkannya, kenapa malah mabuk dirumah suami orang, ayo.. " Rossie langsung membimbing Hani tapi langsung terduduk lagi di sofa karena Hani yang menolak untuk pergi.
" Hani..jangan begini..atau ketika sadar, kau akan malu sendiri. " Bisik Rossie.
" Biar aku gendong dia, kamu bukakan saja pintu apartement Hani. "
Rossie langsung menggeleng cepat, " NOO!! Meskipun ini hanya etika sopan santun, aku tidak mau sahabatku digendong suami orang. " Rossie kembali memapah Hani sambil menatap tajam Lief.
Alis mata Lief naik dengan cepat diambilnya tubuh Hani dari Rossie dan digendong. " Sepertinya ada salah paham diantara kita tapi aku akan sampingkan hal itu saat ini. Hani perlu tidur nyaman sekarang. " Kata Lief menatap Rossie.
Rossie mengangguk pelan, " Baiklah, ayo. " Rossie berjalan duluan dan membuka pintu kamar Hani. " Langsung keluar setelah meletakkannya, aku tidak ingin sahabatku terlibat gosip miring. " Rossie memutar matanya sambil bersidekap dada.
Lief meletakkan Hani perlahan di kasur lalu menatap Rossie, " Aku tidak bisa mengelak bahwa aku sempat akan menikah tapi saat ini aku tidak berstatus suami orang jadi tidak perlu khawatir. " Lief mengangguk dan segera berjalan keluar sambil menutup pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The First and The Last
RomanceJika diingat lagi, masa-masa jatuh cinta pertama kali itu sangat memalukan namun semuanya serba pertama kali yang selalu membuat jantung berdetak cepat tapi memberikan adiksi yang membahagiakan. Hani Carlsson tahun ini akan menginjak usia 30 tahun...