Ophelia duduk di tepi kasur, masih dengan wajah memerah setelah membaca berita utama dari koran WENP.
Wajahnya terpampang jelas di setiap halaman, membuatnya merasa sedikit malu sekaligus khawatir.
Dengan pakaian tidurnya, ia memandang Shanks yang duduk di kasur, tertawa dengan riang tanpa beban.
Hanya mengenakan celana dan sandal, Shanks tampak tidak terganggu sama sekali oleh berita tersebut.
"Shanks!" seru Ophelia, matanya masih membara malu.
"Ini bukan hal yang bisa ditertawakan!"
Shanks menoleh ke arah istrinya, masih tersenyum lebar.
"Ophelia, cepat atau lambat dunia pasti akan tahu. Ini bukan sesuatu yang bisa kita sembunyikan selamanya."
Cale, yang duduk di sofa terdekat, menatap ibunya sambil memainkan sebuah buku di tangannya.
Ia tetap tenang, meskipun matanya memperhatikan setiap pergerakan di ruangan itu.
Di pojok ruangan, Benn menyender di dinding dengan tangan terlipat dan berseringai.
"Yah, pada akhirnya memang akan ada yang tahu," katanya tenang, nada suaranya penuh keyakinan.
"Tapi berita ini pasti menarik perhatian banyak pihak. Entah itu bajak laut, Marine, atau siapa pun yang punya hubungan dengan masa lalu Ophelia."
Yasopp, yang masih terlihat tercengang sambil memegang koran, akhirnya membuka suara.
"Tunggu... bukankah dulu kediaman Putri Ophelia dihancurkan dalam ledakan besar? Semua orang percaya bahwa dia telah tiada. Bagaimana kalau ada yang mulai menyambungkan titik-titik ini?"
Shanks, yang masih tertawa kecil, akhirnya menghentikan tawanya dan menatap Yasopp.
"Kau benar, Yasopp. Tapi seperti yang kukatakan tadi, cepat atau lambat, mereka akan tahu."
Ophelia menarik napas dalam, lalu menambahkan, "Ada dua kemungkinan. Pertama, kalau mereka benar-benar tidak peduli, mereka akan berpikir bahwa wanita di koran ini hanyalah seseorang yang mirip dengan Putri Ophelia. Orang yang kebetulan memiliki wajah yang sama."
Semua mata tertuju pada Ophelia yang kini lebih tenang, meskipun wajahnya masih sedikit merah.
"Dan kemungkinan kedua, jika ada yang masih peduli... mereka akan percaya bahwa aku memang Putri Ophelia yang sebenarnya."
Cale, yang sedari tadi diam, tiba-tiba berbicara dengan suara tenang.
"Setidaknya mereka tidak tahu tentang rambut dan mataku yang sebenarnya," gumamnya, sambil memainkan buku di tangannya.
"Merah dan merah tua. Itu masih rahasia kita."
Shanks tersenyum lebih lebar, menatap putranya dengan bangga.
"Benar, Cale. Mereka tidak tahu soal itu. Dan kita akan menjaga rahasia itu selama mungkin... Sampai waktu nya tiba."
Ophelia menghela napas panjang, akhirnya menerima kenyataan.
“Yah, tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu reaksi dunia.”
Shanks meraih tangan Ophelia dan mengecupnya dengan lembut, menenangkannya.
"Tenang saja. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama."
...
Ketukan pintu yang tiba-tiba terdengar, membuat percakapan di kamar berhenti seketika.
Shanks menoleh, lalu memanggil, "Masuk."
Pintu terbuka dan di ambang pintu berdirilah Bonk Punch, tampak serius seperti biasanya.
"Kapten, Benn, Yasopp. Ada sesuatu yang perlu kalian lihat. Bisa keluar sebentar?"
Shanks mengangguk dan melepaskan tangannya dari Ophelia.
"Tunggu sebentar," katanya lembut pada istrinya, lalu beranjak dari tempat tidur.
Benn dan Yasopp ikut keluar dari kamar, meninggalkan Ophelia yang masih beristirahat.
Di luar kamar, Bonk Punch membawa mereka ke ruangan kapten.
Setelah mereka semua masuk dan menutup pintu, Bonk Punch segera mengeluarkan sebuah surat dari dalam jaketnya dan menyerahkannya kepada Shanks.
"Ini baru saja kuterima dari salah satu bawahan kru," katanya dengan nada serius.
Shanks membuka surat itu dan mulai membacanya.
Dahinya mengerut seketika, lalu matanya menyipit membaca isi surat itu lebih dalam.
Benn dan Yasopp menatapnya penuh tanya.
"Apa isinya, Kapten?" tanya Benn sambil menghisap rokoknya.
Shanks mendesah panjang. "Kurohige," jawabnya sambil melipat surat itu kembali.
"Ternyata dia sudah jadi mantan kru Shirohige yang berkhianat. Dia melukai seseorang dari kru Shirohige. Dan lebih buruk lagi, Portgas D. Ace—kakaknya Luffy—sedang mengejar dia."
Yasopp terbelalak mendengar nama Ace.
"Ace? Anak itu... dia yang pernah kita temui di pulau dingin, kan? Kenapa dia mengejar Kurohige?"
Shanks mengangguk, meletakkan surat itu di meja kapten.
"Sepertinya Ace merasa bertanggung jawab dan ingin menyelesaikan masalah ini sendiri. Tapi aku merasa ini bisa jadi sangat berbahaya."
Benn, yang bersandar di dinding, mengangkat alis.
"Berbahaya bagaimana? Kurohige memang licik, tapi kau pikir dia lebih dari sekadar masalah biasa?"
Shanks menatap Benn serius.
"Kurohige bukan orang biasa, Benn. Aku sudah lama mencurigai dia. Orang seperti dia bisa membawa masalah besar ke seluruh dunia. Dan jika Ace menangkapnya atau malah terjebak dalam rencana Kurohige, itu bisa menyebabkan bencana."
Yasopp menggigit bibirnya, lalu menatap Shanks.
"Apa yang akan kita lakukan, Kapten?"
Shanks berpikir sejenak sebelum akhirnya memberi keputusan.
"Kita perlu memberi peringatan pada Shirohige. Dia harus tahu apa yang sedang terjadi dan menjaga kru serta Ace."
Ia lalu memanggil Rockstar, yang segera datang setelah dipanggil.
"Rockstar, aku punya tugas penting untukmu. Kau harus segera mengantar surat ini ke Shirohige. Jangan menunda, pergi secepat mungkin," perintah Shanks sambil menyerahkan surat baru yang akan ia tulis.
Rockstar mengangguk penuh semangat.
"Mengerti, Kapten! Aku akan berangkat sekarang juga!" katanya sebelum berlari keluar untuk bersiap.
Shanks menatap Benn dan Yasopp dengan serius.
"Kita harus berhati-hati. Aku punya firasat buruk tentang semua ini."
Benn hanya mengangguk dalam diam, sementara Yasopp memandang jauh, mengerti betapa pentingnya situasi ini.
Semua tahu bahwa Kurohige bukanlah musuh yang bisa dianggap remeh.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Shanks x Princess Reader
FanfictionDi suatu perairan luas Grand Line, terdapat sebuah kekaisaran di pulau yang besar. Di sebelah pantai utara, tinggal lah seorang Putri Pertama bernama Ophelia. Dia dikucilkan karena keluarga nya menganggap dia sebagai Putri jahat kepada adik angkatny...