Bab 7 - An Aftermath

63 6 35
                                    

"Daisuke, tunggu." Aku berhenti sejenak, memegangi kedua lututku. Napasku tersengal.

Dari tadi aku berusaha mengejar Daisuke yang cepatnya bukan main. Saat dia sudah sampai di lift, aku masih seperempat jalannya. Mungkin ini pengaruh lingkungan kerjanya yang mengharuskannya untuk bergerak cepat setiap saat.

"Ayo, Ryo, cepatlah." Daisuke sudah menunggu di lift. Tangannya mengarah ke tombol lift, hendak menutup pintunya.

Sialnya, karena dia tidak sabaran, dia mulai menghitung mundur. Dengan bahasa Jepang.

"Go."

Aku langsung berlari secepat mungkin menuju lift.

"Shi."

"Shimizu Daisuke! Berhenti menghitung!" Aku berseru, hampir sampai di pintu lift.

"San." Daisuke tidak memedulikan seruanku, tangannya semakin dekat dengan tombol untuk menutup pintu lift.

Dan persis di hitungan terakhir, aku melompat masuk lift sebelum pintunya sempurna menutup, mendarat dengan wajahku menghadap lantai.

Daisuke hanya memutar matanya saat aku perlahan berdiri, badannya bersandar di dinding besi yang dingin.

"Bikin malu aja."

Aku menepuk-nepuk pakaianku untuk menyingkirkan debu, mendengus keras. "Kau yang jalannya cepat sekali."

"Tetap bikin malu. Kau yang lebih muda kalah cepat dibandingkan aku yang lebih tua." Daisuke menjilat bibirnya.

Aku menyipitkan mataku. Satu, dia sudah menyakiti sekujur tubuhku - bahu dan dadaku masih sakit karena dia pukul plus dorong saat masih di Menara Garuda tadi, sekarang rasa sakitnya kembali karena aku melompat masuk lift dan mendarat dengan perutku mencium lantai - dan dua, dia benar-benar menyebalkan. Mungkin tidak saat kami tiba-tiba kejatuhan hujan bom glitch tadi, tapi dia selalu kembali menjadi menyebalkan setelahnya.

"Ada apa dengan Daisuke yang dingin dan pelit senyum, hm?"

Setelah membenarkan dasinya, Daisuke menyeka bibirnya dengan satu ibu jari sambil berucap kepadaku, "Ryo, kau lebih suka aku yang misterius dan tidak banyak bicara...atau yang nakal dan sering ngoceh?"

Aku menelan ludah melihat ekspresi wajah Daisuke yang menyeramkan. "Kau menakutiku."

"Senang mengetahui kalau aku berhasil melakukannya." Daisuke meraih sesuatu dari dalam saku bajunya, sebuah koin. Dia jentikkan benda itu di jarinya, melambungkannya ke udara sambil tersenyum ke arahku.

"Perlu kau ingat, aku hanya akan bersikap seperti ini jika kau saja yang ada, dan tidak orang lain apalagi teman-teman kita yang melihat. Mengerti, Ryo?"

"Kalau kujawab tidak, apakah kau akan marah?"

Daisuke menjauhkan punggungnya dari dinding, menangkap koinnya yang melayang di udara, dan tanpa peringatan, dia merenggut salah satu sisi kerah bajuku dan menarikku agar mendekat padanya.

"Menurutmu?"

Aku segera menepis tangan Daisuke hingga melepas kerahku yang dia renggut. Enak saja dia main mata seperti itu padaku.

"Daisuke, aku pria yang menjunjung tinggi moralitas."

"Jadi?"

Aku mendengus, memperbaiki kerah kemeja hitamku."Kau tidak bisa sembarang melakukan hal itu kepadaku."

"Does it look like I care?"

"Tidak. Sekedar mengingatkanmu saja. Lagipula, kita sama-sama lelaki."

Cybernetica: Embrace The Future [IN REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang