Hawkwatch menatapku termangu. Percikan listrik terlihat jelas di baju zirah bagian dadanya yang tadi kupukul dengan sekuat tenaga.
Yah, entah kenapa aku mendadak berani. Sama seperti saat aku dan Daisuke terjebak di insiden bom glitch, ketika dia mati-matian berusaha mencapai Menara Garuda, aku refleks menembaki setiap bola-bola ungu itu tanpa berpikir dua kali.
Dan sekarang rasanya seperti déjà vu. Hanya saja dengan sensasi seperti diberikan tenaga baru, terisi kembali.
Aku berteriak kencang, merobek langit malam tanpa bintang-bintang. Kesiur angin sekali lagi terdengar kencang, udara disekitar kami terasa dingin. Perasaan baru ini tidak dapat dijelaskan. Mungkin penjelasan terbaiknya adalah, aku merasakan perubahan signifikan terjadi di dalam diriku.
Zap! Hawkwatch tiba-tiba muncul di depanku, syurikennya berputar kencang seperti siap menerkam tubuhku.
Aku mendengus, wajahku mengeras. Sepersekian detik, aku mencengkram lengannya, lalu mendorongnya paksa. Angin berhembus kencang bersamaan dengan gerakan tanganku yang menepis lengannya, melempar senjatanya hingga terlepas, berkelontangan menghantam atap bangunan.
Zap! Aku berteleportasi, tubuhku muncul di samping wanita itu. Menggertakkan gigi, tinjuku mengarah ke depan.
Ba-ding! Sebuah cahaya biru terang keluar dari kepalan tanganku, tidak menyakiti, tapi merusak sensor-sensor di baju zirah Hawkwatch untuk sesaat. Senjata syuriken satunya terjatuh ke lantai karena kehilangan kendali.
Hawkwatch yang kesal mengacungkan jarinya ke depan, berseru memanggil bala bantuan.
Kamera-kamera bersayap mulai memenuhi sekitar kami, dengan moncong senjata laser mereka mengarah kepadaku.
Dia akhirnya main keroyokan. Aku kembali mendengus.
Dor! Dor! Dor!
Puluhan sinar laser melesat menuju kearahku secara bersamaan. Aku tidak menghindar, hanya menjentikkan jari dua kali.
Ba-ding!
Seperti menghantam dinding transparan, semua serangan laser itu memantul ke segala arah. Beberapa kamera bersayap meledak hancur terkena tembakan mereka sendiri, sisanya terus menembakiku tanpa ampun.
Aku refleks menghindar. Tidak berteleportasi, hanya melompat. Lincah sekali bagaikan seekor kelinci - atau kangguru, tapi aku benci kangguru.
Tapi selama aku melayani kamera-kamera itu, aku jadi tidak sadar bahwa Hawkwatch diam-diam melarikan diri, kembali ke markas utama Voidwalkers.
Persis di lompatan terakhir, aku berteriak, meninju ke depan dengan kekuatan penuh.
Boom!
Suara berdentum terdengar memekakkan telinga. Semua kamera bersayap di dekatku hancur lebur, meledak bersama asap ungu dan efek distorsi ringan.
Mendarat dengan mulus di atap bangunan, aku menyeka peluh di dahiku, merapikan jas dan kemejaku yang tadi direnggut oleh Hawkwatch.
Oh, dia kabur. Aku baru sadar. Mendengus pelan, aku melangkah maju menuju tengah-tengah lantai.
Aku menatap sekitar tidak percaya. Aku baru saja melawan kamera-kamera itu tanpa pistol laserku, hanya tangan kosong dan kemampuan-kemampuan baru yang terbentuk di dalam diriku sepersekian detik sebelum aku diserang.
Aku pindah menatap kedua telapak tanganku. Cahaya biru samar memancar bersama dengan percikan listrik.
"Sugoi ne," gumamku pelan.
Yah, ini benar-benar mengagumkan. Tidak terbayangkan, aku dapat melakukan hal seperti itu. Nyaris seperti petarung dunia paralel- wow wow wow, hindarilah plagiarisme.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cybernetica: Embrace The Future [IN REVISION]
Science Fiction"Selamat datang. Yakin kau memiliki keberanian dan keyakinan untuk membaca karya ini? Kalau ya, persiapkan dirimu." 2056, Neo Tokarta. Jakarta semakin canggih saja. Sekarang bahkan berani memadukan canggihnya peradaban Tokyo, melahirkan Neo Tokarta...