[Sudut pandang Ryoichi, tipe orang pertama.]
Aku menatap sekitarku lamat-lamat. Proses pengecekan sedang dilakukan, dan aku yang terakhir dipanggil - ini atas keinginan Kazumi.
"Aku sekalian ingin mengambil sampel DNA milikmu jika kau tidak keberatan, Shirogane," jelasnya.
Aku mengangguk pelan. Tidak masalah.
Setelah pemeriksaan, Kazumi merenggut tanganku secara paksa dan menyuntikkan semacam jarum medis - bukan suntikan biasa - yang dilengkapi sensor. Sayuri pernah memakai ini untuk mengumpulkan DNA masing-masing pasiennya sebagai jaga-jaga saja.
"Mau kau apakan itu, Kak?" Kohane bertanya penasaran.
"Nanti kau akan tahu sendiri." Kazumi merapikan rambutnya, menyeringai lebar. "Baiklah, Shirogane, keluar dari sana."
Aku hanya diam. Ada yang aneh. Lagi.
"Shirogane! Kau dengar tidak?"
Aku masih termangu. Satu tanganku memegangi kepala yang mulai berputar-putar. Ini perasaan sama yang melandaku saat terdesak oleh Hawkwatch dan saat Daisuke menabrakku di Menara Garuda.
Kohane tiba-tiba terbelalak. "Kak, lihat!"
Tanpa diberitahu dua kali, Kazumi sudah melihatnya, matanya membesar. Aku masih belum sadar, masih berusaha memerangi rasa sakit yang menusuk di kepalaku, menggeram.
Seluruh tubuhku mengeluarkan cahaya biru neon terang. Tanganku mengepal, jasku berkibar, dan geraman yang kukeluarkan menjadi lebih keras dan menyeramkan.
Yang aku tidak tahu, itu adalah efek samping dari kekuatan yang mengalir bebas di dalam tubuhku. Peningkatan energi yang terjadi secara spontan tidak bisa sepenuhnya direspon oleh otakku, menyebabkan rasa sakit berlebih - atau hanya berdenyut saja tergantung daya tahannya. Ini akan dijelaskan oleh orang lain nanti.
Masalahnya adalah, bagaimana sesuatu seperti itu bisa terjadi padaku?
Butuh lima sampai enam menit, tapi rasa pusing berputar-putar itu akhirnya hilang juga.
"Kau tidak apa-apa?" Kohane mendekatiku. Kepalan tanganku menumpu pada dinding di sampingku.
Aku menggeleng, kedua mataku bercahaya - bukan cahaya biru, hanya berkilat penuh rasa penasaran.
"Ini menarik. Jauh lebih menarik." Kazumi ikut mendekat. "Sekarang aku akan membutuhkan sampel darahmu juga."
Tanpa persetujuan dariku, Kazumi sekali lagi meraih kasar tanganku dan menyuntikkan jarum medis kepadaku, membuatku mengaduh pelan. Bukan yang sama, setiap jarum medis diperuntukkan untuk digunakan sekali dan hanya sekali.
"Jika aku bisa menebak, ini adalah efek dari sistem di tubuhmu." Kazumi berucap lagi. "Mungkin DNA? Atau kodon?"
"Kodon?"
"Kode genetik."
Aku ber-oh pelan.
Kazumi berjalan pergi ke meja di dekat scanner, menganalisa DNA dan darahku.
Aku menyandarkan punggungku ke dinding, melipat kedua tanganku.
"Apa yang terjadi padaku tadi, Kohane?" Aku menoleh ke arah gadis mungil itu, bertanya penasaran.
Kohane menelan ludah. "Kau tahu saat sebuah robot dinyalakan, semacam cahaya neon mengitarinya seakan sedang mengisi energi?"
Aku mengangguk.
"Yah, seperti itu."
Aku mengangguk lagi, lalu pindah menatap telapak tanganku. Seperti sebelumnya, cahaya biru samar memancar bersama dengan percikan listrik. Bedanya, listrik yang keluar merambat dua kali lebih cepat, berwarna kuning.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cybernetica: Embrace The Future [IN REVISION]
Science-Fiction"Selamat datang. Yakin kau memiliki keberanian dan keyakinan untuk membaca karya ini? Kalau ya, persiapkan dirimu." 2056, Neo Tokarta. Jakarta semakin canggih saja. Sekarang bahkan berani memadukan canggihnya peradaban Tokyo, melahirkan Neo Tokarta...