Bab 10 - Escalation

12 3 0
                                    

Pintu ruangan supervisi terbuka lebar. Aku yang mendorongnya.

"Astagfirullahuladzim!" Arif yang pertama bereaksi, melotot ke arahku dan Rendra yang berdiri di depan pintu. "Waalaikumsalam, Ryo."

"Datang juga kalian." Ayu menggerutu. "Kok lama?"

"Kelamaan ya?" Rendra menggaruk kepalanya yang ketombean.

Ayu yang tidak sabaran berpose seperti hendak melempar tabletnya ke kepala Rendra. "Pake nanya!"

Rendra menjulurkan lidahnya mengejek.

Aku langsung berlari mendekati Daisuke di meja supervisi, dimana dia sedang melihat salah satu monitor di hadapannya.

"Kenapa kau?" Daisuke - aku tidak sadar dia masih duduk di tempat yang sama, di atas meja - bertanya penasaran.

Bukannya menjawab, aku bertanya balik padanya, "Jam berapa insiden itu terjadi?"

"Eh?" Pria usia tiga puluh dua tahun itu mengerutkan dahi. "Kau sama aku ada disana detik-detik sebelum bom itu berjatuhan."

"Iya. Tapi aku tidak melihat jam."

Daisuke terdiam sebentar, jari-jarinya bergerak seakan sedang menghitung.

"Tiga kurang sepuluh menit."

Arif nyengir. "Mas Daisuke ingat gitu."

"Mas Daisuke emang ahli kalo soal ngitung waktu mah." Ayu melambaikan tangannya, memutar matanya. "Kemaren aja kami ketemuan, dia bilang gua telat persis delapan detik. Delapan detik aja lho."

Daisuke hanya bergumam pada dirinya sendiri. "Time is an important point of everything."

Gerakan tanganku yang memakai mouse komputer datar untuk monitor di hadapanku terhenti.

"Waktu adalah hal yang sangat penting," gumamku, mengulang perkataan Daisuke.

Yah, aku setuju dengan pria itu kali ini. Terkadang takdir berbanding terbalik dengan keinginan, dan waktu adalah saksi bisunya, mencatat dengan jelas apa saja yang terjadi setiap detiknya.

Aku menelan ludah, tiba-tiba teringat akan Reiko yang malang, terjebak di dunia maya yang semu dan bisa lenyap sepenuhnya kapan saja. Dia pernah mengatakan hal yang sama kepadaku sebelum aku masuk ke sekolah hukum.

Kugelenggkan kepalaku, mencoba melupakannya sebentar. Segera setelah aku mendapatkan cara lain masuk ke Elysium, aku akan dengan senang hati menerima apapun resikonya.

Aku kembali fokus menatap layar monitor di depanku, mencari file kamera pengawas untuk pukul dua siang dan di atas jam itu.

"Fokus banget, Mas." Rendra menyeletuk.

Ayu, Arif dan Daisuke - bahkan aku sendiri tidak menyangkanya - menoleh secara bersamaan ke arah Rendra, meletakkan jari di bibir mereka, intinya tanda agar dia tetap diam.

"Jangan keras-keras, Dra. Ryo lagi ada di mode detektif-nya."

"Maksud lu, Yu?"

"Maksudnya, dia gak bakal bisa diganggu kalo udah serius banget. Dia sering begini kok."

Aku tidak menghiraukan mereka, mataku masih tertuju pada file-file di monitor.

Ada yang aneh.

"Daisuke, tiga kurang sepuluh menit, 'kan?"

Daisuke menatapku malas. "Iya, sayang."

"Dih, najis." Itu suara Arif. Meski aku dan Daisuke sebenarnya terhitung sedang berbisik, dia masih bisa mendengar kami.

Cybernetica: Embrace The Future [IN REVISION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang