Keesokan harinya, matahari pagi mulai menyelinap melalui celah-celah tirai yang berat di ruangan gue. Gue terbangun dari tidur yang gelisah, tubuh gue masih terasa kaku dan tidak nyaman dengan pakaian wanita yang gue kenakan. Cermin di sudut ruangan memantulkan gambar gue yang tampaknya semakin tidak seperti diri gue yang sebenarnya. Gue berdiri dengan perlahan, mencoba menstabilkan diri setelah semalaman yang penuh ketegangan dan kebingungan.
Pintu terbuka dengan lembut, dan wanita yang sama dengan topeng masuk, kali ini tanpa membawa barang apa pun. Dia melihat gue dengan tatapan yang tidak bisa ditebak. "Selamat pagi, Adela," ucapnya dengan nada datar. "Bagaimana perasaanmu hari ini?"
Gue mencoba untuk menenangkan diri meskipun jantung gue berdegup kencang. "Kenapa lo terus memanggil gue Adela? Gue tetap Andra, dan gue ingin tahu apa yang sebenarnya kalian inginkan dari gue."
Wanita itu tidak menunjukkan ekspresi emosional. "Kami ingin memastikan bahwa kamu benar-benar siap untuk apa yang akan datang. Pakaian ini adalah bagian dari persiapan. Kamu harus beradaptasi dengan peranmu jika ingin keluar dari sini."
Gue merasakan kemarahan dan frustrasi menggebu di dalam diri gue. "Lo tidak bisa terus-terusan seperti ini! Gue bukan Adela! Gue tidak mau jadi wanita!"
Wanita itu hanya mengangkat bahu, seolah tidak peduli dengan protes gue. "Kamu akan melakukan apa yang kami inginkan, atau konsekuensinya akan jauh lebih buruk."
Gue tidak tahu harus bagaimana. Setiap hari terasa semakin berat, dan gue mulai merasa tertekan oleh situasi ini. Gue harus mencari cara untuk melarikan diri dan mendapatkan kembali hidup gue sebelum semuanya terlambat.
Wanita itu meninggalkan ruangan, membiarkan gue sendirian lagi. Gue memeriksa sekeliling ruangan dengan seksama, berharap menemukan sesuatu yang bisa membantu gue melarikan diri. Tapi semua yang ada di sini tampak tidak berguna, hanya barang-barang dan perabot yang tidak bisa digunakan untuk melawan atau melarikan diri.
Di tengah kebingungan gue, gue mendengar suara langkah kaki dari luar ruangan. Pintu terbuka, dan seorang pria dengan topeng lain masuk. Dia memandang gue dengan tatapan dingin dan penuh kesan mengintimidasi.
"Selamat pagi, Adela," ucapnya dengan suara yang tegas. "Waktunya untuk menjalani bagian berikutnya dari rencana kami."
Gue merasa cemas dan bingung. "Apa maksud lo? Apa yang akan terjadi selanjutnya?"
Pria itu tidak menjawab langsung. Dia hanya menunjukkan ke arah meja rias di sudut ruangan. "Kamu akan mengikuti instruksi kami dan menjalani tes yang sudah disiapkan. Ini adalah bagian dari pembuktian bahwa kamu benar-benar bisa berperan sebagai Adela."
Gue merasa marah dan putus asa. "Lo tidak bisa memaksa gue seperti ini. Gue tidak mau menjadi Adela!"
Pria itu tidak terganggu oleh protes gue. Dia mulai mengeluarkan beberapa barang dari tas yang dia bawa, termasuk beberapa dokumen dan foto. Dia meletakkan barang-barang itu di meja rias dan mulai memeriksa semuanya dengan cermat.
"Ini adalah bagian dari proses," katanya dengan nada yang penuh tekanan. "Kamu harus memahami dan mengikuti instruksi yang diberikan. Kalau tidak, ada konsekuensi yang harus kamu hadapi."
Gue merasa semakin tertekan. "Apa konsekuensinya? Apa yang akan terjadi kalau gue gagal?"
Pria itu tidak memberikan jawaban langsung. Dia hanya memandang gue dengan tatapan yang membuat gue merasa tidak nyaman. "Kamu akan tahu kalau kamu tidak berhasil. Kami sudah menyiapkan segala sesuatu dengan matang, dan kami tidak akan mentolerir kegagalan."
Dia mulai menunjukkan beberapa foto kepada gue, foto-foto yang menunjukkan gue dalam pakaian wanita yang sama. Gue melihat ke arah foto-foto itu dan merasa ngeri. Ini adalah bukti bahwa semua ini bukanlah kebetulan, tetapi sebuah rencana yang sudah disiapkan dengan matang.
"Lo... lo sudah memata-matai gue?" tanya gue dengan nada marah. "Apa yang kalian inginkan dari gue?"
Pria itu tidak menjawab, tetapi dia mulai mengeluarkan dokumen yang tampaknya berisi informasi tentang gue. Gue melihat beberapa catatan dan detail pribadi yang membuat gue merasa semakin cemas.
"Ini adalah informasi yang kami butuhkan untuk memastikan bahwa kamu benar-benar siap," katanya sambil memeriksa dokumen-dokumen tersebut. "Kamu harus mengikuti semua instruksi dengan baik, atau konsekuensi yang tidak diinginkan akan terjadi."
Gue merasa putus asa. Gue tidak tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melarikan diri. Setiap hari terasa semakin berat, dan gue merasa tertekan oleh situasi ini. Gue harus menemukan cara untuk melarikan diri dan mendapatkan kembali hidup gue sebelum semuanya terlambat.
Pria itu meninggalkan ruangan, meninggalkan gue sendirian dengan rasa cemas dan kebingungan yang semakin mendalam. Gue merasa terperangkap dalam labirin yang tidak ada jalannya, dan gue harus tetap waspada untuk mencari kesempatan melarikan diri.
Saat malam tiba, gue duduk di sudut ruangan, berpikir keras tentang apa yang harus dilakukan. Gue tahu gue harus mencari jalan keluar, tetapi semua usaha gue tampaknya sia-sia. Setiap langkah terasa semakin sulit, dan gue merasa semakin putus asa.
Ketika gue sedang merenung, pintu terbuka lagi, dan wanita yang sama masuk dengan topengnya. Dia membawa sebuah tas dan meletakkannya di meja. "Waktunya untuk mempersiapkan dirimu," katanya dengan nada tegas. "Kamu harus siap untuk apa yang akan terjadi selanjutnya."
Gue merasa semakin cemas. "Apa yang harus gue lakukan?"
Wanita itu membuka tas dan mengeluarkan beberapa barang, termasuk pakaian wanita yang lebih glamor dan aksesoris yang lebih mencolok. "Ini adalah bagian dari proses. Kamu harus mengenakan pakaian ini dan mengikuti instruksi yang diberikan."
Gue menatap pakaian-pakaian itu dengan rasa putus asa. Gue tahu gue harus menuruti apa yang mereka inginkan untuk saat ini, tetapi di dalam hati gue, gue bertekad untuk menemukan cara untuk melarikan diri. Setiap hari terasa semakin gelap, dan gue harus tetap berjuang untuk mendapatkan kembali hidup gue.
Dengan berat hati, gue mulai mengganti pakaian gue dengan pakaian baru yang mereka berikan. Setiap gesekan kain dan setiap sentuhan aksesoris terasa semakin menyiksa. Tetapi gue tahu gue harus bersabar dan mencari kesempatan untuk melarikan diri.
Ketika gue selesai berpakaian, wanita itu memeriksa penampilan gue dengan cermat. "Kamu sudah siap untuk menjalani ujian selanjutnya. Ingat, ini adalah bagian dari proses, dan kamu harus mengikuti semua instruksi dengan baik."
Gue menatap cermin dan melihat sosok gue yang berubah drastis. Gue merasa seperti terjebak dalam peran yang tidak pernah gue pilih. Tetapi gue harus tetap berjuang dan mencari cara untuk keluar dari situasi ini sebelum semuanya terlambat.
Saat wanita itu meninggalkan ruangan, gue duduk di meja rias, merasa semakin tertekan. Gue harus menemukan jalan keluar dari labirin ini dan mendapatkan kembali hidup gue. Gue tidak boleh menyerah, dan gue harus tetap berjuang untuk kebebasan gue.
Dalam kegelapan dan ketidakpastian, gue bertekad untuk mencari jalan keluar dan membebaskan diri dari belenggu yang mengikat gue. Gue harus menemukan cara untuk melarikan diri dan menghentikan permainan ini sebelum semuanya menjadi lebih buruk.
![](https://img.wattpad.com/cover/334222025-288-k644247.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perubahan yang di Paksakan!!(Tsf)
Teen FictionCerita ini menjelaskan seorang murid yang di jauhi oleh teman temanya karena dia selalu terkena kasus,hari itu Ada Seorang Perempuan Yang Mendatanginya.