Bab 18

555 12 1
                                    

Andra merasakan ketegangan yang mendalam saat perempuan bertopeng mengantarnya ke sekolah. Mereka berangkat pagi-pagi, dengan langit yang masih gelap dan udara yang sejuk. Andra duduk di kursi belakang mobil, merasa tertekan dengan perubahan yang terjadi pada dirinya. Perempuan bertopeng, dengan senyuman penuh kepuasan, duduk di sampingnya dan sesekali mengelus lembut rambut panjang Andra.

“Adela,” kata perempuan bertopeng, suaranya lembut namun penuh kekuatan, “kamu sudah sangat cantik. Tidak perlu merasa takut. Kamu akan baik-baik saja di sini.”

Andra hanya bisa tersenyum kecil, menundukkan kepala untuk menyembunyikan kegugupannya. Meski dia berusaha tenang, hati Andra berdebar kencang. Setiap detik terasa berat, dan dia merasa seperti berada di luar kendali. Ketika mobil berhenti di depan gerbang sekolah, Andra merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang nyata.

Perempuan bertopeng mengeluarkan Andra dari mobil dan memandanginya dengan tatapan penuh kepuasan. “Jangan khawatir, Adela. Aku akan menunggu di sini hingga kamu merasa nyaman. Ingat apa yang sudah kamu pelajari,” katanya sambil memberikan dorongan lembut pada bahu Andra.

Andra mengangguk dan menghela napas dalam-dalam sebelum melangkah maju menuju gerbang sekolah. Ketika dia melintasi gerbang, dia merasakan tatapan tajam dari murid-murid yang ada di sekitar. Suara bisikan dan tatapan penasaran menyelimuti Andra, dan dia merasa semakin malu dan tidak nyaman dengan penampilannya yang baru.

“Lihat, siapa itu?” bisik seorang siswa kepada temannya. “Dia tampak sangat berbeda, tapi... dia mirip sekali dengan Andra.”

Andra mencoba untuk tidak mendengarkan, berusaha mengabaikan tatapan mereka. Dia merasa pipinya memerah, dan dia cepat-cepat berjalan menuju ruang kepala sekolah. Setiap langkah terasa berat dengan sepatu hak yang tinggi, dan dia hampir merasa terjatuh beberapa kali.

Sesampainya di depan ruang kepala sekolah, Andra mengetuk pintu dengan gemetar. “Masuk,” terdengar suara dari dalam. Andra menarik napas dalam-dalam dan membuka pintu.

Di dalam ruangan, Pak Arief, kepala sekolah yang juga pamannya, sedang duduk di belakang mejanya, mengerjakan beberapa berkas. Dia tampak sibuk, tidak menyadari kedatangan Andra. Ketika dia melihat Andra memasuki ruangan, dia langsung berdiri dan menyambutnya dengan senyuman ramah.

“Selamat datang,” kata Pak Arief, melangkah mendekat. “Jadi kamu adalah murid pindahan yang baru, ya?”

Andra merasa sedikit kaget dan tertekan. Bagaimana mungkin dia bisa menghadapi pamannya yang tidak mengenalinya? Jantungnya berdegup kencang, dan dia merasa seluruh tubuhnya bergetar.

“Ya... saya Adela,” jawabnya dengan suara gemetar, sambil memperlihatkan KTP yang diberikan oleh perempuan bertopeng sebelumnya. “Saya murid pindahan dari sekolah lain.”

Pak Arief melihat KTP itu dan memperhatikannya dengan seksama. “Hmm, Adela. Baiklah, kamu bisa duduk di sini,” katanya sambil menunjukkan kursi di depan mejanya. “Kami sangat senang memiliki kamu di sini. Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan sebelum kamu mulai bersekolah.”

Andra duduk di kursi yang disediakan, merasa cemas dan bingung. Dia berusaha keras untuk tetap tenang dan menjaga penampilannya. Namun, di dalam hati, dia merasakan ketakutan yang mendalam. “Terima kasih, Pak Arief,” kata Andra dengan suara lembut, berusaha agar suaranya terdengar alami.

Pak Arief duduk kembali di kursinya, masih memperhatikan Andra dengan penasaran. “Kamu tampak sangat mirip dengan keponakan saya,” kata Pak Arief, tampak penuh perhatian. “Apa ada hubungan antara kamu dan keponakan saya?”

Mendengar kata-kata itu, Andra merasa hatinya bergetar hebat. Dia hampir tidak bisa menjawab. “A-anu... saya hanya... saya Adela,” katanya dengan gemetar, berusaha keras untuk menahan rasa takutnya. “Saya tidak... tidak tahu.”

Perubahan yang di Paksakan!!(Tsf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang