Pagi itu terasa segar dan penuh harapan ketika gue terbangun di ruangan yang sekarang terasa seperti penjara. Setelah membuat perjanjian dengan wanita bertopeng, gue merasa sedikit lega karena mendapatkan kesempatan untuk keluar dari situasi ini. Gue tahu bahwa gue harus mematuhi syarat-syarat yang telah disepakati, tetapi untuk saat ini, gue merasa bebas. Gue mengubah pakaian gue menjadi seragam sekolah lama gue dan merapikan diri dengan cermat.
Gue melihat ke cermin, merasa lebih seperti diri gue sendiri dibandingkan beberapa hari terakhir. Pakaian sekolah yang sudah lama gue kenakan terasa nyaman dan familiar. Gue memandang cermin dan merasakan sedikit rasa lega karena setidaknya gue bisa kembali ke kehidupan normal gue, setidaknya untuk sementara.
Pintu ruangan dibuka, dan gue keluar dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang melihat gue. Gue berusaha untuk tetap tenang dan berjalan dengan cepat menuju sekolah. Selama perjalanan, gue merenungkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Gue harus berperilaku normal dan tidak menunjukkan adanya perubahan yang mencolok pada diri gue.
Sekolah sudah mulai sibuk ketika gue tiba. Suara tawa dan obrolan siswa memenuhi udara pagi, dan suasana sekolah terasa seperti biasa. Gue berusaha untuk tetap tenang dan berbaur dengan keramaian. Ketika gue berjalan menuju kelas, gue melihat wajah-wajah yang familiar, beberapa di antaranya tampak terkejut melihat gue.
"Hei dia darimana saja gak masuk sekolah?"
"Mungkin dia melakukan hal buruk lagi hahahaha"
Gue mencoba untuk tidak mempedulikan yang mereka bicarakan,karena gw udah terbiasa.
Saat gue masuk ke kelas, gue merasakan tatapan-tatapan penasaran dari teman-teman sekelas. Namun, gue mencoba untuk tidak memperhatikan dan segera menuju tempat duduk gue. Gue merasakan sedikit ketegangan, tetapi gue berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada pelajaran yang akan dimulai.
Di tengah pelajaran pertama, gue merasa seseorang mendekat dari belakang. Gue menoleh dan melihat Alena, murid baru yang sangat menarik perhatian gue sejak pertama kali dia masuk sekolah. Alena mendekat dengan langkah santai, matanya penuh rasa ingin tahu.
"Andra," katanya dengan nada ramah, "Kamu dari mana? Kulitmu terlihat lebih halus dibandingkan sebelumnya. Apakah kamu ada sesuatu yang baru?"
Gue merasa sedikit terkejut dengan pertanyaannya, tetapi gue berusaha untuk menjaga ketenangan. Gue tahu bahwa gue harus hati-hati dengan jawaban gue. "Oh, tidak ada yang spesial," jawab gue dengan santai. "Mungkin aku hanya melakukan perawatan kulit baru atau sesuatu seperti itu. Cuma sedikit perubahan."
Alena mengangguk dengan tampak puas dengan jawaban gue. Namun, gue bisa melihat bahwa dia masih penasaran. "Hmm, mungkin begitu. Kamu terlihat lebih segar. Bagaimana dengan liburanmu? Kamu terlihat sangat berbeda."
Gue berusaha tersenyum dan menjaga percakapan tetap ringan. "Liburanku? Oh, hanya istirahat sebentar. Aku memang merasa lebih baik sekarang. Terima kasih sudah bertanya."
Alena tersenyum dan tampak senang dengan jawaban gue. "Baguslah. Aku berharap kamu menikmati liburanmu. Aku harap kita bisa berbicara lebih banyak lagi."
Gue merasa lega karena Alena tampaknya tidak curiga. "Tentu, aku juga berharap begitu. Aku senang bisa berbicara denganmu."
Gue kembali fokus pada pelajaran, tetapi pikiran gue terus memikirkan pertemuan ini. Alena tampaknya tidak terlalu curiga, tetapi gue tahu bahwa gue harus berhati-hati untuk tidak menimbulkan perhatian yang tidak diinginkan. Gue harus memastikan bahwa gue tidak memberikan petunjuk apa pun yang bisa membahayakan situasi gue.
Selama istirahat, gue duduk di meja kantin dan mencoba untuk bersantai. Gue melihat sekitar dan berusaha untuk berbaur dengan teman-teman sekelas. Namun, pikiran gue terus kembali ke situasi yang gue hadapi. Gue tahu bahwa gue masih harus mematuhi perjanjian dengan wanita bertopeng dan mencari cara untuk mengatasi masalah ini.
Ketika hari sekolah berlanjut, gue merasa semakin nyaman dengan penampilan gue yang lama. Gue berusaha untuk bersikap normal dan tidak menunjukkan adanya perubahan yang mencolok. Namun, dalam hati gue, gue tahu bahwa gue harus tetap waspada dan tidak lengah.
Ketika bel pulang sekolah berbunyi, gue merasa sedikit lega. Gue memutuskan untuk berjalan pulang dengan santai, berusaha untuk tidak menunjukkan ketegangan yang gue rasakan. Namun, ketika gue berjalan keluar dari sekolah, gue merasa ada sesuatu yang berbeda. Gue tidak bisa menentukan apa yang mengganggu gue, tetapi gue merasa seperti ada yang mengawasi gue.
Saat gue sampai di rumah, gue merasa sangat lelah. Gue duduk di kamar gue dan merenungkan hari itu. Alena tampaknya tidak curiga, tetapi gue tidak bisa mengabaikan rasa khawatir yang terus mengganggu gue. Gue harus tetap berhati-hati dan menjaga semua rahasia gue tetap aman.
Gue memutuskan untuk melanjutkan rutinitas gue dan mempersiapkan diri untuk hari berikutnya. Gue tahu bahwa gue harus mematuhi perjanjian dan tidak boleh lengah. Setiap hari adalah tantangan baru, dan gue harus memastikan bahwa gue tetap waspada dan tidak membuat kesalahan.
Ketika malam tiba, gue duduk di ranjang dan merenung tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Gue merasa terjebak dalam situasi yang tidak bisa gue kendalikan, tetapi gue tahu bahwa gue harus terus berjuang untuk mendapatkan kembali hidup gue. Gue harus tetap bertekad dan mematuhi semua syarat yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
Di tengah ketegangan dan ketidakpastian, gue merasa sedikit lega karena bisa kembali ke sekolah dan berbaur dengan teman-teman. Namun, gue tahu bahwa gue harus tetap waspada dan tidak boleh membiarkan diri gue lengah. Gue harus terus berjuang dan mencari cara untuk melarikan diri dari belenggu yang mengikat gue.
Saat matahari mulai terbenam, gue merasa sedikit lebih tenang. Gue tahu bahwa gue harus tetap fokus dan terus berjuang untuk mendapatkan kembali hidup gue. Gue tidak boleh menyerah, dan gue harus terus mencari kesempatan untuk melarikan diri dari situasi ini.
Gue menatap ke luar jendela, memperhatikan langit yang perlahan-lahan berubah warna seiring matahari terbenam. Rasanya tenang di luar sana, tapi di dalam diri gue, ada kekacauan yang terus berputar. Gue sadar bahwa setiap langkah yang gue ambil sekarang harus dihitung dengan cermat. Salah satu syarat dari perjanjian dengan wanita bertopeng adalah menjaga rahasia ini tetap rapat, bahkan dari orang-orang terdekat gue.
Gue menyalakan lampu kamar, kemudian duduk di meja belajar. Buku-buku pelajaran terbuka di depan gue, tapi pikiran gue berkelana. Pikiran tentang Alena masih mengusik. Ada sesuatu di balik tatapan ramahnya yang membuat gue merasa waspada. Apakah dia curiga? Atau mungkin, seperti gue, dia juga punya rahasia yang dia simpan rapat-rapat? Gue tidak tahu, tapi satu hal yang pasti: gue nggak boleh lengah.
Tiba-tiba, ponsel gue berbunyi. Pesan dari Rian, sahabat gue sejak SMP. "Bro, kemana aja? Lo udah lama banget ngilang. Besok nongkrong, yuk?"
Gue menatap pesan itu cukup lama sebelum akhirnya menjawab dengan singkat, "Liat besok deh." Gue tahu gue nggak bisa bersikap seperti dulu lagi. Setiap interaksi, setiap percakapan, semuanya terasa seperti permainan yang gue harus menangkan. Gue nggak boleh menunjukkan kelemahan.
Hari-hari ke depan nggak akan mudah. Wanita bertopeng itu udah memperingatkan gue tentang bahaya jika gue melanggar perjanjian. Namun, dia juga memberi gue sedikit harapan—sesuatu yang membuat gue bertahan. Gue hanya perlu mencari celah, sebuah jalan keluar dari semua ini. Tapi semakin gue berusaha untuk tetap berbaur, semakin gue sadar bahwa situasinya jauh lebih rumit dari yang gue bayangkan.
Malam semakin larut, dan gue merasa kelelahan merayap masuk. Gue memutuskan untuk tidur lebih awal malam ini, mencoba mengistirahatkan pikiran gue yang selalu waspada. Tapi saat gue mulai memejamkan mata, sebuah bayangan melintas di benak gue. Itu adalah bayangan wanita bertopeng dengan tatapan tajam dan senyuman misteriusnya.
Gue menarik napas dalam-dalam dan berjanji pada diri gue sendiri: gue akan menemukan jalan keluar. Gimanapun caranya, gue akan membebaskan diri gue dari perjanjian ini. Tapi untuk sekarang, gue harus tetap memainkan peran yang sudah ditentukan. Gue harus tetap menjadi Andra yang mereka kenal—meski di baliknya, gue sedang berusaha melawan sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang bisa mereka bayangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perubahan yang di Paksakan!!(Tsf)
Teen FictionCerita ini menjelaskan seorang murid yang di jauhi oleh teman temanya karena dia selalu terkena kasus,hari itu Ada Seorang Perempuan Yang Mendatanginya.