Pagi itu, gue terbangun lebih awal, sebelum sinar matahari menyelinap ke dalam kamar. Gue merasa tubuh gue sedikit lebih baik, meskipun rasa sakit dan kemerahan di tangan dan kaki gue masih terasa. Gue duduk di tepi tempat tidur, mencoba untuk merasakan perubahan dari malam sebelumnya. Tubuh gue terasa agak kaku, tetapi tidak ada memar baru yang mengganggu. Gue berharap hari ini akan membawa sedikit kelegaan dari penderitaan yang gue alami.
Saat gue berdiri dan berjalan pelan ke arah cermin, gue merasakan kaku di kaki gue yang masih terikat akibat suntikan. Gue melirik ke cermin, melihat refleksi diri gue-rambut panjang yang mengalir, gaun biru yang menempel, dan tubuh gue yang sudah lebih terbiasa dengan pose feminin. Meskipun masih terasa aneh, setidaknya gue mulai menyesuaikan diri dengan penampilan baru ini.
Gue baru saja selesai menatap diri gue di cermin ketika gue mendengar suara dari ruang tamu. Ternyata, perempuan bertopeng sudah ada di sana, duduk dengan tenang di kursi, menikmati secangkir teh. Ketika dia melihat gue, dia langsung tersenyum lebar, senyum yang penuh arti yang membuat jantung gue berdebar.
"Selamat pagi, Adela," sapanya dengan nada lembut namun licik, seolah-olah dia sudah menunggu momen ini. "Kamu terlihat sedikit lebih baik pagi ini. Apakah kamu siap untuk tes berikutnya?"
Gue merasakan hati gue berdebar lebih cepat. Meskipun gue mulai merasa sedikit lebih baik, gue tahu betul bahwa tes berikutnya tidak akan lebih mudah dari yang sebelumnya. Gue mengangguk dengan pelan, berusaha untuk menunjukkan semangat meskipun rasa takut dan kelelahan masih membebani gue.
Perempuan bertopeng berdiri dari kursinya, mengatur gaun dan rambutnya dengan elegan. Dia melangkah ke arah gue dengan gerakan yang lembut namun tegas. "Hari ini, kita akan menguji seberapa jauh kamu telah berkembang," katanya, senyumnya semakin lebar. "Kamu sudah menunjukkan kemajuan dalam berbicara, tapi masih ada beberapa hal yang perlu kita sesuaikan."
Dia meraih sebuah kotak kecil dari meja di sampingnya, membukanya dengan lembut, dan mengeluarkan pita berwarna merah cerah. "Aku ingin kamu memasang pita ini di rambutmu," katanya sambil mengulurkan pita itu ke arah gue. "Ini adalah bagian penting dari penampilanmu sebagai Adela. Kamu harus melakukannya dengan sempurna."
Gue mengambil pita dari tangannya, merasakan bahan satin yang lembut di telapak tangan gue. Gue merasa sedikit gugup, mengingat tes-tes sebelumnya yang penuh tekanan. Meskipun gue mencoba untuk tetap tenang, tangan gue masih gemetar saat gue mulai mempersiapkan pita itu.
"Cobalah untuk melakukan ini sendiri," perempuan bertopeng berkata, menatap gue dengan tatapan yang menilai. "Pastikan bahwa pita ini terlihat rapi dan anggun. Ingat, Adela, penampilanmu adalah segalanya."
Dengan hati-hati, gue mulai mengikat pita di rambut panjang gue. Gue mencoba sebaik mungkin untuk membuatnya terlihat rapi, meskipun tangan gue masih terasa kaku dan kurang terampil. Gue berusaha keras, memastikan bahwa setiap gerakan tepat dan pita berada di tempat yang tepat.
Perempuan bertopeng mengamati dengan cermat, dan meskipun dia tidak berkata apa-apa, tatapannya yang tajam membuat gue merasa tertekan. "Bagus, tapi ada beberapa kesalahan kecil," katanya akhirnya, mendekat untuk memperbaiki pita yang sedikit miring. "Kamu harus lebih berhati-hati."
Gue mengangguk, berusaha untuk memperbaiki pita sesuai petunjuknya. Gue tahu bahwa setiap kesalahan kecil akan diperhatikan dengan seksama. Setelah beberapa menit, perempuan bertopeng akhirnya tersenyum puas, meskipun ada tatapan tajam di matanya. "Sangat baik," katanya, "sekarang kita lanjutkan ke tes berikutnya."
Dia mengajak gue ke ruang tamu, yang tampaknya sudah disiapkan dengan beberapa alat bantu. Ruangan itu sekarang terasa lebih seperti arena latihan, dengan beberapa benda yang diletakkan di sekitar untuk membantu latihan. Perempuan bertopeng menunjuk ke arah salah satu alat bantu, lalu melihat gue dengan tatapan yang menilai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perubahan yang di Paksakan!!(Tsf)
Teen FictionCerita ini menjelaskan seorang murid yang di jauhi oleh teman temanya karena dia selalu terkena kasus,hari itu Ada Seorang Perempuan Yang Mendatanginya.