Bab 15: Penemuan Surat Lila

4 2 0
                                    

Langit sore di Crescent Hills masih berwarna kelabu, dipenuhi awan-awan yang berat, seolah menahan hujan yang tak kunjung turun. Angin lembut menerpa pepohonan di sepanjang jalan, membawa serta aroma basah dari tanah yang belum tersentuh hujan. Di rumah-rumah mewah yang berjajar rapi, keheningan terasa ganjil, seperti udara yang tertahan, menyembunyikan ketakutan yang tak terucapkan.

Di dalam rumahnya yang sunyi, Emma membuka laci meja yang dulu sering digunakan Lila saat mereka mengerjakan sesuatu bersama. Mereka berbagi banyak hal di masa lalu—rahasia kecil, tawa ringan, keluhan tentang kehidupan sehari-hari—tapi sekarang, meja itu seperti menyimpan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang belum terungkap. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Emma mengangkat tumpukan kertas, berharap menemukan jawaban di balik setiap lipatannya.

Di balik tumpukan kertas yang berantakan, selembar surat terlipat rapi. Surat itu tidak terlihat seperti surat biasa. Tepiannya sudah mulai menguning, dan tulisan tangan Lila yang anggun tampak jelas di bagian atas. Emma merasakan napasnya tersendat saat ia membuka surat itu perlahan, seolah surat tersebut bisa menghancurkan apa yang tersisa dari kenangannya tentang Lila.

Mata Emma menyusuri setiap kata dengan teliti. Tulisan tangan Lila bercerita dengan tenang, namun penuh dengan ketakutan yang menyelimuti setiap kalimat.

"Emma, jika kau menemukan surat ini, itu berarti aku tidak lagi di sini. Ada hal yang tak bisa kujelaskan saat kita bertemu, karena aku terlalu takut untuk mengucapkannya. Ethan... dia bukan seperti yang kau kira. Di depan orang lain, dia sempurna, suami yang baik, tapi di rumah, di balik pintu yang tertutup, dia berbeda. Aku merasa dia mengawasi setiap gerakanku, dan kadang-kadang, aku merasa napasku tidak cukup untuk menahan tekanan ini. Jika sesuatu terjadi padaku, jangan biarkan ini berlalu begitu saja."

Surat itu berhenti, tidak panjang, tetapi setiap kata menyayat hati Emma. Ketakutan Lila yang terpendam dalam senyuman yang pernah ia kenal, kini tampak jelas seperti potongan kaca yang menyebar di antara kehidupan mereka yang tampak sempurna.

Emma menutup matanya, merasakan air mata menggumpal di sudutnya. "Lila..." bisiknya lirih. Apa yang sebenarnya terjadi selama ini? Bagaimana bisa dia, sebagai sahabat, tidak menyadari bahwa Lila berada dalam ketakutan sebesar itu?

Di tempat lain, Rachel duduk di kamarnya yang gelap, memandangi cermin di depannya. Wajahnya yang memantul di kaca tampak jauh, tidak lagi terasa seperti wajah yang ia kenal. Kata-kata Emma tadi tentang surat Lila menggema di kepalanya. Setiap kalimat yang diucapkan Emma di telepon membuat tubuh Rachel bergetar. Ethan bukan seperti yang mereka kira—apakah Daniel juga seperti itu? Apakah dia juga menyimpan kegelapan yang tak pernah benar-benar ia ketahui?

Sejak pertengkaran besar mereka, Daniel semakin dingin. Rachel bisa merasakan setiap tatapan tajam suaminya, setiap gerakan yang tiba-tiba terasa lebih menekan. Bahkan keheningan mereka terasa seperti perang yang tak terlihat. Di balik senyum manisnya saat bertemu orang lain, Daniel selalu memegang kendali. Selalu ada rasa takut yang merayap, ketakutan bahwa apa yang terjadi pada Lila bisa saja terjadi padanya.

"Apa yang harus kulakukan?" Rachel berbisik pada dirinya sendiri, suaranya hampir tenggelam dalam keheningan malam. Apakah dia harus melarikan diri? Tapi ke mana? Rachel tahu, Daniel akan mencarinya, tidak peduli sejauh apa dia pergi.

Sementara itu, di rumahnya yang luas namun terasa sempit, Sophie merencanakan langkah berikutnya. Suaminya, Michael, telah berubah. Ketidakpedulian yang dulu hanya terasa seperti jarak kini berubah menjadi ancaman yang nyata. Setiap kali mereka berbicara, suaranya semakin tegang, dan Sophie tahu dia semakin tidak terkendali. Ada malam-malam ketika Sophie mendengar suara Michael menggerutu di kamar sebelah, berbicara sendiri tentang Lila, tentang hal-hal yang tidak masuk akal. Semakin lama, dia semakin takut pada pria yang dulu pernah ia cintai tanpa ragu.

"Aku harus melindungi diriku," Sophie berbisik dalam kegelapan kamarnya. Pikirannya berpacu, mencoba merangkai langkah-langkah untuk menjauh dari bahaya yang semakin mendekat. Dia tahu dia tidak bisa terus menunggu. Michael adalah ancaman sekarang, bukan hanya untuk pernikahan mereka, tapi untuk hidupnya.

Sophie mengambil ponsel dari meja di samping tempat tidurnya, menelpon Emma dengan tangan gemetar.

"Emma, kita harus bicara lagi. Aku... aku tidak bisa bertahan lebih lama." Suara Sophie bergetar, tetapi di balik ketakutannya, ada kekuatan baru yang muncul. "Michael semakin tidak terkendali, dan aku merasa waktu kita hampir habis. Kita harus melakukan sesuatu."

Di ujung sana, Emma terdiam sejenak sebelum menjawab, suaranya pelan namun penuh pengertian. "Aku tahu, Soph. Aku juga merasa kita semakin dekat pada kebenaran. Tapi ini juga semakin berbahaya. Kita harus sangat berhati-hati."

Malam itu, ketiga wanita tersebut—Emma, Sophie, dan Rachel—terhubung dalam lingkaran ketakutan dan kesadaran bahwa hidup mereka telah berubah selamanya. Surat Lila bukan hanya pesan dari masa lalu, tetapi peringatan akan apa yang mungkin menanti mereka jika mereka tidak bertindak.

Di luar, angin berembus lebih kencang, memukul daun-daun yang gugur di jalanan Crescent Hills. Di balik setiap pintu yang tertutup, ada rahasia yang belum terungkap, dan di balik setiap rahasia, ada kegelapan yang semakin sulit dihindari.

Mereka tahu, semakin dalam mereka menyelidiki, semakin besar pula bahaya yang menanti. Tapi tak ada pilihan lagi. Lila mungkin sudah pergi, tetapi rahasianya masih hidup, menghantui mereka setiap langkah.

Hidden ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang