Bab 28: Kebenaran Mulai Terungkap

2 1 0
                                    

Langit di Crescent Hills berwarna kelabu pucat, seolah menggambarkan suasana hati yang memenuhi kota kecil itu. Angin dingin berembus pelan, menyapu daun-daun yang berguguran di sepanjang jalan, membawa serta bisikan rahasia yang semakin mendekat untuk diungkap. Di dalam keheningan itu, satu demi satu kebenaran mulai terungkap, seperti potongan teka-teki yang akhirnya menemukan tempatnya.

Di kantor polisi, Detektif Jacobs duduk di meja kerjanya, memandangi berkas yang baru saja diserahkan oleh tim penyelidik. Bukti baru telah ditemukan, dan bukti itu membawa penyelidikan ini ke arah yang tak terduga. Sebuah jejak DNA di dalam mobil Lila, yang selama ini diabaikan, kini terhubung dengan seseorang yang tak pernah mereka curigai—seorang pria yang selama ini berada di balik bayang-bayang, tak terlihat namun selalu ada.

"Pria ini," Jacobs bergumam pelan, matanya menyipit memandang foto pria misterius yang baru saja ia lihat. "Siapa dia, dan apa hubungannya dengan Lila?"

Petugas di sebelahnya mengangguk, menyadari arah baru yang diambil penyelidikan ini. "Kami sedang mencari lebih banyak informasi tentang dia, tetapi dari yang kami temukan, dia dekat dengan Lila sebelum kematiannya. Tidak ada catatan kriminal, tetapi riwayat keuangannya menunjukkan banyak transaksi mencurigakan yang terhubung dengan Lila."

Jacobs menarik napas panjang. Kasus ini, yang awalnya tampak seperti kisah perselingkuhan biasa yang berakhir tragis, kini berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih rumit. Dia tahu bahwa di balik wajah tenang Crescent Hills, ada rahasia kelam yang belum terungkap sepenuhnya.

Di tempat perlindungan, Rachel duduk di depan dua petugas polisi yang telah datang untuk mendengar ceritanya. Cahaya lembut lampu menggantung di atas mereka, menciptakan bayangan samar di dinding. Tangannya bergetar sedikit saat ia memegang secangkir teh hangat, tapi matanya kini lebih tegar. Ini adalah saat yang telah lama ia takuti, tetapi juga saat yang sangat penting.

"Rachel, kami mengerti ini tidak mudah, tetapi semakin banyak yang kau ceritakan, semakin besar peluang kami untuk melindungimu," ucap salah satu petugas dengan suara lembut, penuh pengertian.

Rachel menunduk sejenak, berusaha mencari kekuatan untuk menceritakan semuanya. Setelah berminggu-minggu dalam ketakutan, rasa lega mulai merayap ke dalam hatinya. Ia menghela napas dalam sebelum mulai berbicara. "Daniel... dia bukan pria yang terlihat dari luar. Di depan orang lain, dia selalu tampak sempurna. Tapi di rumah... di rumah dia berubah. Dia mengendalikan hidupku. Setiap langkah, setiap gerakan. Aku tidak bisa bernapas tanpanya tahu. Dan ketika aku mencoba melawan, dia... dia mulai menggunakan kekerasan."

Suaranya mulai pecah saat ia mengingat kembali malam-malam penuh ketakutan, saat tubuhnya memar karena amarah suaminya. Petugas di depannya menunggu dengan sabar, memberi ruang bagi Rachel untuk melanjutkan.

"Aku pikir aku bisa bertahan. Aku pikir jika aku diam, semuanya akan kembali normal. Tapi tidak pernah kembali normal. Semuanya semakin buruk. Dan saat Lila meninggal... aku tahu dia akan melakukan hal yang sama padaku jika aku tidak pergi."

Rachel merasa napasnya semakin berat, tetapi dia melanjutkan. "Aku tahu hidupku dalam bahaya. Daniel... dia tidak akan pernah membiarkan aku pergi begitu saja. Dan itu yang paling kutakutkan. Dia akan menemukanku."

Petugas polisi mencatat setiap kata, tetapi ada kelembutan dalam tatapan mereka. "Rachel, kami akan melindungimu. Kami tidak akan membiarkan dia mendekatimu lagi. Tapi kau harus percaya pada kami, dan kau harus percaya bahwa kau layak mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada ini."

Rachel menunduk, air matanya mengalir perlahan. Kata-kata itu seperti angin segar yang menyentuh luka-luka lamanya. Untuk pertama kalinya, ia merasakan sedikit harapan, meskipun bayang-bayang Daniel masih menghantui setiap pikirannya.

Di tempat lain, Emma duduk di ruang tamu rumahnya, memandangi jendela yang terbuka, melihat hujan gerimis jatuh dengan lembut. Pikirannya dipenuhi oleh rasa bersalah yang tak bisa ia hilangkan. Semua yang terjadi—pelarian Rachel, kematian Lila, bahkan keterlibatan Sophie dengan polisi—membuat Emma merasa dirinya tenggelam dalam arus yang tak bisa ia kendalikan.

David, suaminya, sedang bekerja di lantai atas, dan Emma merasakan kekosongan dalam pernikahannya yang dulu terasa begitu stabil. Dia ingin menceritakan semuanya pada David, ingin berbagi ketakutannya, tetapi ada sesuatu yang menahannya. Setiap kali dia mencoba membuka mulut, rasa bersalah itu menelannya bulat-bulat.

Ponselnya bergetar di atas meja. Pesan dari Sophie muncul.

"Rachel sudah bicara dengan polisi. Dia mulai menceritakan semuanya."

Emma menatap pesan itu dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia lega mengetahui bahwa Rachel akhirnya membuka diri dan mendapatkan bantuan yang ia butuhkan. Namun di sisi lain, rasa bersalah itu semakin menekan.

"Ini semua salahku," bisik Emma pada dirinya sendiri, meskipun tak ada siapa pun yang mendengarnya. "Jika aku tidak terlibat, mungkin semuanya tidak akan seburuk ini. Mungkin mereka akan baik-baik saja."

Dia menundukkan kepala, air mata mulai menggenang di sudut matanya. Rasa takut dan rasa bersalah bercampur menjadi satu, menghancurkan perasaan aman yang dulu ia rasakan di dalam rumahnya sendiri. Emma tahu bahwa dia telah melangkah terlalu jauh, dan sekarang, tidak ada jalan kembali. Persahabatan mereka telah berubah selamanya, dan dia merasa terjebak di tengah-tengah, tanpa tahu bagaimana keluar dari lingkaran itu.

Hidden ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang