Bab 26: Pertemuan Rahasia

2 1 0
                                    

Langit di atas Crescent Hills memudar ke dalam kabut lembut, seolah-olah setiap sudut kota kecil itu diselimuti oleh misteri yang semakin tebal. Di kejauhan, gemericik hujan yang turun perlahan membasahi jalanan, membawa suasana sunyi yang menyesakkan. Di tempat perlindungan yang tersembunyi di pinggiran kota, Rachel duduk di tepi ranjang kecil, matanya menatap kosong ke luar jendela yang tertutup tirai.

Rachel berhasil kabur, meninggalkan neraka yang selama ini ia sebut rumah, tetapi bahkan di tempat yang seharusnya aman ini, ia masih merasa bayang-bayang Daniel mengejarnya. Dinding-dinding putih di sekelilingnya terasa terlalu sempit, meski ia tahu di luar sana, dia tak lagi bisa ditemukan. Jantungnya masih berdegup kencang, seolah setiap detak adalah pengingat bahwa pelariannya belum sepenuhnya selesai.

"Kau aman sekarang," suara lembut pengelola rumah perlindungan itu, Marta, memecah kesunyian. Marta berdiri di ambang pintu, senyumnya lembut namun tegas, seperti seseorang yang telah melihat banyak hal, dan mengerti bahwa ketakutan seperti milik Rachel takkan hilang dalam semalam.

Rachel mengangguk, meskipun perasaan aman itu masih jauh dari jangkauan. "Aku tahu," bisiknya pelan, matanya masih terpaku pada jendela. "Tapi aku tidak merasa begitu."

Marta mendekat, duduk di tepi tempat tidur, menggenggam tangan Rachel dengan lembut. "Kau akan sembuh, Rachel. Pelarian ini adalah langkah pertama. Ini bukan akhir, tetapi kau telah memulai sesuatu yang besar. Daniel tidak akan bisa menyakitimu lagi."

Kata-kata Marta seperti angin sejuk di tengah panas yang menyengat, namun tetap, bayang-bayang Daniel terasa begitu nyata. Setiap malam sejak pelariannya, Rachel terbangun dalam mimpi buruk yang sama—Daniel menemukannya, membawanya kembali ke rumah mereka, di mana dinding-dindingnya menjadi jeruji penjara yang tak terlihat. Tapi di tengah ketakutan itu, ada juga rasa lega, sebuah percikan harapan bahwa mungkin, hanya mungkin, dia akan bebas.

Di kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, Sophie dan Emma duduk berhadapan. Udara di antara mereka terasa berat, dipenuhi oleh rahasia yang hanya mereka yang tahu. Cangkir teh di depan Sophie masih mengepulkan uap, tetapi dia tak menyentuhnya. Tatapan matanya tertuju pada meja kayu di depannya, seolah kata-kata yang ingin ia ucapkan tersangkut di tenggorokannya.

"Rachel sudah aman," ucap Emma, memulai percakapan, meski suaranya terdengar tak yakin. "Dia mengirim pesan tadi pagi. Tapi dia masih takut. Dia bilang dia merasa seperti Daniel akan menemukannya kapan saja."

Sophie mengangguk pelan, matanya mengangkat sedikit untuk menatap Emma. "Aku tahu perasaannya. Ketakutan itu takkan hilang begitu saja. Bahkan setelah aku berbicara dengan polisi tentang Michael dan Lila, aku masih merasa seperti ada yang terus membayangi."

Emma menghela napas, tangannya menggenggam cangkir kopi di depannya erat-erat, seolah kehangatan dari cangkir itu bisa menenangkan perasaannya yang kacau. "Sophie, apa yang kita lakukan ini... ini berbahaya. Aku mulai merasakan ketakutan yang sama. Bagaimana jika Daniel tahu aku yang membantu Rachel? Bagaimana jika dia menemukan cara untuk membalas?"

Sophie menatap Emma dengan sorot mata penuh rasa empati. Dia tahu betapa sulitnya bagi Emma, seseorang yang selalu menjaga kehidupan dan pernikahannya tetap utuh, untuk terlibat dalam kekacauan ini. Tetapi di saat yang sama, Sophie tahu bahwa mereka tak bisa berhenti sekarang. Mereka sudah terjebak terlalu dalam.

"Aku mengerti, Emma," kata Sophie dengan suara lembut, tetapi tegas. "Tapi kita tidak bisa mundur sekarang. Rachel butuh kita, dan kita adalah satu-satunya orang yang bisa dia andalkan. Apa pun yang terjadi, kita harus memastikan dia tetap aman."

Emma menundukkan kepala, merasa berat dengan tanggung jawab yang mereka pikul. Dalam hatinya, ia tahu Sophie benar. Tapi kekhawatiran itu tidak bisa ia hilangkan begitu saja. "Aku takut, Sophie. Aku takut ini akan menghancurkan semuanya. Keluargaku... pernikahanku. David tidak tahu apa-apa, dan aku tidak tahu bagaimana dia akan bereaksi jika dia tahu aku terlibat dalam semua ini."

Sophie terdiam, memahami rasa takut Emma yang begitu nyata. "David adalah pria yang baik, Emma. Tapi aku tahu, ada hal-hal yang kita sembunyikan dari mereka demi melindungi mereka. Jika kau pikir ini bisa membahayakan hidupmu, kau bisa mundur. Aku tidak akan menyalahkanmu."

Emma menatap Sophie dengan mata berkaca-kaca. "Tapi jika aku mundur, siapa yang akan membantu Rachel? Aku tidak bisa menyerah sekarang, Sophie. Aku hanya... aku butuh waktu untuk menenangkan diri."

Keheningan menggantung di antara mereka, hanya terdengar suara lembut gerimis di luar jendela, mengiringi ketegangan yang tak terucap. Keduanya duduk dengan perasaan yang saling bertaut, meskipun di balik keinginan mereka untuk menolong, ada rasa takut yang semakin besar. Rasa takut bahwa apa yang mereka lakukan ini mungkin lebih besar daripada yang mereka bayangkan.

"Aku akan selalu ada untukmu, Emma," ucap Sophie akhirnya, suaranya penuh ketulusan. "Kita bisa melewati ini bersama. Mungkin kita tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi aku tahu satu hal: kita tak bisa membiarkan Rachel jatuh kembali ke dalam kegelapan."

Emma mengangguk, meskipun kekhawatiran di hatinya belum sepenuhnya hilang. "Aku tahu. Dan aku akan tetap di sini, Sophie. Untuk Rachel, untuk kita semua."

Malam semakin larut, dan di tempat perlindungan, Rachel duduk sendiri di sudut ruangan. Hujan di luar semakin deras, menciptakan irama yang menenangkan di atas atap. Dia tahu, di balik dinding-dinding ini, ada rasa aman yang belum sepenuhnya ia rasakan. Tapi setidaknya, malam ini, dia tahu dia tidak sendirian.

Sementara itu, di kafe kecil, Sophie dan Emma meninggalkan meja mereka dengan hati yang berat, tetapi mereka tahu bahwa mereka telah memutuskan sesuatu yang besar—untuk tetap bersama, untuk tetap bertahan meski di tengah ancaman yang semakin mendekat. Mereka tahu, apa pun yang terjadi selanjutnya, persahabatan mereka akan diuji lebih dari sebelumnya.

Dan di luar, hujan masih turun, seperti tirai air yang menyembunyikan rahasia, membawa serta ketegangan dan harapan yang rapuh.

Hidden ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang