Langit di Crescent Hills berwarna abu-abu keperakan, seperti tirai tipis yang menutupi kebenaran-kebenaran yang belum terungkap. Udara terasa lembab, membawa aroma hujan yang menggantung di udara, tetapi belum turun. Di antara rumah-rumah yang berderet rapi, keheningan semakin terasa berat, seolah-olah setiap detik membawa rahasia baru yang siap meledak. Dan di tengah itu semua, tiga wanita yang dulu saling berbagi tawa, kini berdiri di atas fondasi persahabatan yang retak, rapuh dan goyah.
Sophie duduk di beranda belakang rumahnya, memandangi kebun yang dulu terasa seperti tempat pelarian, tetapi kini berubah menjadi ruang yang menyesakkan. Di tangannya, secangkir teh yang sudah dingin. Pikirannya berputar, berusaha mencerna kenyataan yang baru saja ia hadapi: suaminya, Michael, telah menghancurkan segalanya. Perselingkuhannya dengan Lila adalah sesuatu yang tak bisa dimaafkan, tapi meninggalkannya terasa seperti pilihan yang membawa konsekuensi yang terlalu besar.
Sophie meremas cangkirnya, menatap kosong ke arah kebun. "Apa yang harus kulakukan?" bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya tenggelam dalam kesunyian.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Rachel muncul di layar. Sophie menarik napas panjang sebelum menjawab, mencoba menyingkirkan ketegangan yang masih menggantung di hatinya.
"Rachel?"
Suara Rachel terdengar tercekik di ujung sana, seolah dia menahan tangis yang sudah lama ingin keluar. "Sophie, aku tidak bisa lagi. Aku harus pergi. Malam ini. Aku tidak bisa bertahan lebih lama dengan Daniel."
Sophie menutup matanya, merasakan ketakutan Rachel seolah menjadi miliknya. "Kau yakin ini saatnya, Rachel? Bagaimana dengan anak-anak? Apa kau punya rencana?"
Rachel terdiam sejenak sebelum menjawab, suaranya penuh dengan kepasrahan. "Aku tidak punya pilihan lain, Sophie. Jika aku tidak pergi sekarang, aku mungkin tidak akan pernah punya kesempatan lagi. Setiap hari semakin sulit. Daniel semakin keras, dan aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan."
Sophie merasakan dada yang sesak. Di satu sisi, dia ingin berkata pada Rachel untuk tetap bertahan, menunggu sampai semuanya aman. Tetapi di sisi lain, dia tahu bahwa Rachel sudah berada di ambang batasnya. "Aku mengerti. Kau harus lakukan apa yang terbaik untukmu. Aku di sini untukmu, apa pun yang terjadi."
Di tempat lain, Emma berdiri di depan cermin besar di kamar tidurnya, memandangi bayangan dirinya sendiri. David sedang bekerja, dan rumah mereka terasa sunyi, tetapi ketenangan itu seperti semu—seperti cermin retak yang masih terlihat utuh dari kejauhan. Suara pesan masuk di ponselnya memecah keheningan, sebuah pesan dari Sophie.
"Rachel akan pergi malam ini. Aku tidak tahu apakah ini keputusan yang tepat, tapi aku takut dia tak punya pilihan lain."
Emma memandang layar ponselnya dengan hati yang berat. Semuanya berubah begitu cepat. Persahabatan mereka, yang dulunya terasa seperti tempat aman, kini terjebak dalam ketegangan yang tak terhindarkan. Ketiganya berada di jalan yang berbeda, dan dia merasa semakin jauh dari mereka berdua.
Emma menelpon Sophie, dan beberapa detik kemudian suara Sophie terdengar, penuh dengan kecemasan.
"Emma, apa yang harus kita lakukan? Rachel sudah terlalu lama hidup dalam ketakutan, tapi aku takut dia akan mengambil langkah yang berbahaya."
Emma terdiam sejenak, mencoba menyusun kata-kata. "Kita harus mendukungnya, Soph. Apa pun yang terjadi, Rachel butuh tahu bahwa kita ada di sini untuknya. Aku tahu semuanya semakin sulit, tapi jika kita membiarkannya melawan ini sendirian, kita mungkin akan kehilangannya juga."
Sophie menghela napas di ujung telepon, suaranya lembut namun penuh kelelahan. "Aku tahu, Em. Aku hanya khawatir... khawatir akan apa yang terjadi pada kita juga. Setelah semua ini, bisakah kita tetap bersama? Bisakah kita kembali seperti dulu?"
Emma terdiam. Di dalam hatinya, dia tahu bahwa persahabatan mereka tidak lagi sama. Ada celah yang semakin lebar, diisi dengan rahasia, ketakutan, dan pengkhianatan. Namun, dia tidak ingin menyerah. "Kita harus percaya bahwa kita bisa, Sophie. Kita sudah melalui begitu banyak. Mungkin semuanya berubah, tapi aku masih percaya pada kita."
Malam mulai merambat perlahan di Crescent Hills, membawa serta bayang-bayang gelap yang semakin panjang. Di rumahnya, Rachel mengemasi barang-barang dengan tergesa. Setiap suara di rumah itu membuatnya tegang, seolah-olah setiap detik adalah ancaman. Anak-anaknya sudah tidur, dan di dalam hatinya, Rachel tahu bahwa keputusan ini adalah yang paling sulit yang pernah ia buat—tetapi juga yang paling benar.
Saat Rachel menutup koper terakhir, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari Sophie.
"Aku di sini untukmu, Rach. Kau tidak sendiri."
Rachel tersenyum kecil, air mata mengalir di pipinya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia merasakan dukungan, meskipun persahabatan mereka juga terasa rapuh. Dia tahu Sophie dan Emma akan selalu ada, tetapi dia juga tahu, setelah malam ini, hidup mereka tak akan pernah sama lagi.
Sementara itu, Sophie duduk di ruang tamu, tatapannya kosong. Pikirannya terjebak di antara masa depan dan masa lalu, di antara apa yang bisa terjadi jika dia memilih untuk pergi dan apa yang akan hilang jika dia tetap tinggal. Suaminya, Michael, berada di lantai atas, tak tahu bahwa Sophie sedang memikirkan keputusan terbesar dalam hidupnya.
Di dalam keheningan itu, Sophie menyadari sesuatu—bahwa hidup yang selama ini ia bangun telah runtuh perlahan. Persahabatannya dengan Rachel dan Emma, meskipun masih ada, sudah tidak lagi utuh seperti dulu. Dan pernikahannya dengan Michael... sudah hancur. Namun, yang terberat adalah keputusan yang harus ia buat selanjutnya.
"Bisakah aku benar-benar pergi?" bisiknya, suaranya tenggelam dalam keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Scars
RandomEmpat wanita yang tinggal di lingkungan elit pinggiran kota hidup dalam bayang-bayang pernikahan yang tampak sempurna, namun penuh rahasia gelap. Ketika salah satu dari mereka ditemukan tewas, penyelidikan membuka tirai kebohongan, kekerasan, dan pe...